Ringkasan
Tesis
KEPEMIMPINAN PROFETIK
(Telaah Kepemimpinan Umar bin
Khattab dan Umar bin Abdul Aziz dalam Konteks Kepemimpinan Pendidikan
Islam).
Syamsudin
Program Magister
Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
ABSTRACT
Leadership
and leader are object and subject which have been studied, analyzed and
reflected by people for a long time. Although leadership has vast definitions,
until now none are satisfactory. Especially the leadership of Islamic education
that has a negative stigma, especially in the aspect of leadership education
institute that impressed “ademocratic and dictator” Still at crisis such as modeling crisis, effectiveness crisis,
awareness crisis and the weakness performance of leaders, the opposite occur there was a crisis of
values and ideals. All these crises are
caused by there is no purpose at orientation of Islamic education leadership.
Based of that,
researchers tried to offer the concept of Islamic education leadership
which classicc literature and extractive. One of them is prophetic leadership
with paradigms that prophetic leadership has been successful and able to raise
hopes of his followers on purpose and high value of Islam such as the
leadership of Umar bin Khattab and Umar
bin Abdul Aziz.
Key Words:
Prophetic Leadership
A.
Konteks
Penelitian
Kepemimpinan dan pemimpin merupakan objek dan
subjek yang banyak dipelajari, dianalisis dan direfleksikan orang sejak dahulu
sampai sekarang dari belbagai sudut pandang. Meskipun sudah banyak
definisi dari kepemimpinan, namun hingga saat ini tidak satupun yang memuaskan.[1]
Terutama Kepemimpinan
pendidikan Islam yang selama ini mendapat stigma negatif terutama pada aspek
kepemimpinannya yang terkesan “ademokratis dan diktator”,[2] seperti:
krisis keteladanan, krisis efektifitas,[3]
krisis kesadaran dan krisis lemahnya kinerja para pemimpinnya, Semua krisis ini disebabkan oleh tidak adanya tujuan
yang menjadi orientasi kepemimpinan pendidikan Islam.[4]
Atas dasar tersebut penulis menawarkan konsep kepemimpinan pendidikan Islam
yang di gali dari literatur klasik dan modern. Salah satunya adalah
kepemimpinan profetik dengan pradigma bahwa kepemimpinan profetik telah
berhasil dan mampu memunculkan harapan para pengikutnya pada cita-cita dan
nilai-nilai Islam yang tinggi, seperti kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar
bin Abdul Aziz.
Kunci
kehebatan perkembangan peradaban Islam di masa Umar bin
Khattab dan Umar bin Abdul Aziz menjadi kunci public
figure yang sangat berkaitan
erat dengan keberhasilan umat Islam secara konsisten, dinamis dan kreatif. Kedua tokoh ini memiliki prinsip melayani, bukan
dilayani, pemimpin yang pembelajar dan kemampuan memimpin tingkat tinggi.[5]
Ketiga karakteristik ini berhasil mereka kristalkan, sehingga posisi mereka pun
berbuah kontribusi didalam dunia Islam.
B.
Fokus dan Tujuan Penelitian
Fokus penelitian ini hanya pada aspek kepemimpinan dan pengaruhnya di dalam
dunia pendidikan Islam, maka fokus yang diangkat adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana model kepemimpinan profetik Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul
Aziz?
2.
Bagaimana perbandingan kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul
Aziz dalm konteks Kepemimpinan Pendidikan Islam?
Adapun tujuan
Penelitian ini untuk:
1.
Menganalisis dan menemukan model kepemimpinan profetik Umar bin Khattab dan
Umar bin Abdul Aziz,
2.
Menganalisis dan menemukan perbandingan kepemimpinan profetik Umar bin
Khattab dan Umar bin Abdul Aziz dalam konteks kepemimpinan pendidikan Islam.
C.
Kajian Teori
1.
Pengertian Profetik
Kata profetik
berasal dari bahasa inggris prophet yang berarti Nabi, atau ramalan.[6]
Kata tersebut menjadi prophetic atau profetik (kata sifat) yang berarti
kenabian.[7]
Dengan kata lain sifat yang ada dalam diri seorang Nabi yaitu sifat Nabi yang
mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi
juga menjadi pelopor perubahan, pemimpin, membimbing masyarakat ke arah
perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan kejahilan.
Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian berasal
dari bahasa Arab nubuwwah, dari kata naba’a yang berarti kabar
warta (news), berita (tidings) dan cerita (story) dan
dongeng (tale) dengan beberapa kata kesamaan seperti nubuwah (prophecy,
ramalan dan prophethood, kenabian).[8]
Sedangkan Nabi adalah orang yang menjadi pilihan Allāh yang diberi-Nya kitab,
hikmah, kemampuan berkomunikasi dan berintegrasi dengan-Nya, para malaikat-Nya
serta kemampuan mengimplementasikan kitab dan hikmah itu, baik dalam diri
secara pribadi maupun umat manusia dan lingkungannya.[9]
Kata kenabian mengandung makna segala hal-ihwal sifat Nabi yang berhubungan dan
berkaitan dengan seseorang yang telah memproleh potensi kenabian. Mereka yang
dapat meneruskan perjuangan dan risalah kenabian tersebut adalah mereka yang
telah mewarisi potensi kenabian.
2.
Kepemimpinan Profetik
Dalam memperkuat tema dan rumusan masalah yang diangkat maka
tidak kurang dari 17 belas teori dari para tokoh ahli yang mengungkapkan
tentang kepemimpinan pendidikan Islam.
Sedangkan kepemimpinan profetik (kepemimpinan Nabi dan Rasul). Tidak kurang
dari tiga tokoh sejarawan muslim yang mengungkap tentang kepemimpinan
Profetik salah satunya adalah menurut Al
Farabi, Ibn Khaldun, dan al-Mawardi.
Menurut Al-Farabi kepemimpinan
profetik adalah sumber aktivitas, sumber peraturan, dan keselarasan hidup dalam
masyarakat, oleh karena itu ia harus memiliki sifat-sifat tertentu seperti:
tubuh sehat, pemberani, cerdas, kuat, pecinta keadilan dan ilmu pengetahuan,
serta memiliki akal yang sehat yang sempurna yang dapat berkomunikasi dengan
akal kesepuluh, pengatur bumi dan penyampai wahyu.[10]
Sedangkan menurut al-Mawardi, kepemimpinan
Profetik adalah wakil Tuhan di muka bumi sebagai penyampaian seluruh ajaran al-Qur’an
di bentuk untuk menggantikan fungsi kenabian guna memelihara agama dan mengatur
dunia.[11]
Sedangkan menurut para ahli
seperti: Hadari Nawawi, Vithzal Rivai, Edi Sustrisno, Baharuddin, Mujamil Qomar
dapat di simpulkan sebagai berikut:
Kepemimpinan pendidikan Islam
adalah suatu proses kegiatan saling mempengaruhi, memberi arahan, membimbing,
menuntun, mengayomi, menciptkan kepercayaan yang terarah untuk mencapai tujuan
oprasional baik yang bersifat Duniawi maupun Ukhrawi sesuai
dengan nilai-nilai syariat Islam.
3.
Model Kepemimpinan Pendidikan Islam yang Profetik
Dalam hal ini, Peneliti
mengambil teori yang dikemukakan oleh Mex Weber 1947 yang diikuti oleh House
1977, Congger & Kanungu 1987, Kets de vries 1988, Meindl 1990, Shamir &
Athur 1993, dan J Maxwell 1999, dimana Mex Weber menjelaskan bahwa model
kepemimpinan Pendidikan Islam di bagi menjadi 3 yaitu:
a.
Otoritas Karismatik, yaitu kepemimpinan yang berdasarkan pengaruh,
kesetiaan pada hal-hal yang suci, sifat-sifat individu yang patut dicontoh
seperti sifat jujur, amanah, cerdas, adil, tanggung jawab dst;
b.
Otoritas Tradisional, yaitu kepemimpinan yang bersifat turun temurun
seperti kepercayaan yang telah mapan yang mendapat legitimasi wewenang terhadap
kesucian tradisi dibawah otoritas tradisional.
c.
Otoritas Legal Rasional, yaitu kepemimpinan yang berdasarkan pada jabatan
serta kemampuannya, latar belakang pemimpin dan kepercayaan pola-pola normatif.[12]
Teori ini menjadi pisau
analisis peneliti dalam menganalisis kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin
Abdul Aziz disamping teori-teori kepemimpinan lainnya.
D.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif developmental dengan jenis
penelitian library research, sumber
data yang dipakai terdiri dari sumber primer seperti al-Qur’an, Hadits-hadits
yang meriwayatkan tentang Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz, dan
kitab-kitab mengenai Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Data sekunder
terdiri dari buku terjemahan, dan data umum yang berupa buku hasil penelitian
yang relevan dengan kepemimpinan dan sejarah Umar bin Khattab dan Umar bin
Abdul Aziz teknik pengumpulan data dilakukan
dengan dua tahap (1) teknik literer
heuristic
dan (2) teknik dokumentasi historiografi, teknik analisis data menggunakan content
analysis unityzing,
kategorisasi dan penapsiran.
E.
Paparan Data Objek Penelitian
1.
Umar bin Khattab (13-23 H/634-664 M)
Umar
bin Khattab lahir pada tahun ketiga belas setelah peristiwa tahun Gajah yang
bertepatan dengan 574 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullāh SAW.[13]
Umar bin Khattab bernama Ibnu Nufail, Amirul Mu’minin, Abu Hafsh, al-Quraisy
al- Adawi al-Faruq.[14]
Umar bin Khattab memiliki kulit putih kemerah-merahan, wajahnya tampan,
tangan dan kakinya berotot, tubuh tinggi, kuat dan tidak lemah.[15] Beliau adalah anak dari al-Khattab bin Nufail bin Abdul
Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qorth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Lu’ay ibn
Ghalib ibn Fihr al-Adawi al-Qurasy. Ibunya Hantamah binti Hasyim bin al-Mugiroh
bin Abdullah bin Umar bin Makhzum ibn Yakzhah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib.[16] Nasab ibunya bertemu dengan nasab ayahnya pada Ka’ab bin
Lu’ay yang merupakan kakek kedelapan dari jalur ayah dan kakek ketujuh dari
jalur ibu. Beliau berasal dari suku Ady yaitu suku
yang terpandang dikalangan orang-orang Quraisy sebelum masuk Islam.
2.
Umar bin Abdul Aziz (99-102 H/717-720 M)
Umar bin Abdul Aziz seorang putra Syria, nama lengkapnya
adalah Abu Hafash Umar bin Abdil Aziz bin Marwan bin Al-Hakam Ibnul ’Ash bin
Umaiyyah bin Abdi Syams bin Abi Manaf bin Qusay bin Kilab.[17] Umar
bin Abdul Aziz lahir pada tahun 61 H, di tahun wafatnya Ibunda Maimunah Istri
Nabi Muhammad SAW.[18]
Ibunya adalah Laila Ummu ‘Ashim
binti Ashim bin Umar bin Khattab (yang dikenal dengan
julukan Abu Hafsh).
Ayahnya Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, pernah menjadi gubenur di Mesir selama
beberapa tahun dan termasuk gubenur terbaik Bani Umayyah yang menjabat sebagai
gubenur Mesir lebih dari dua puluh tahun.[19]
Ketika
Umar bin Abdul Aziz masih kecil, beliau sering berkunjung kerumah pamanya,
Abdullah bin Umar bin Khattab, setiap pulang beliau sering berkata pada ibunya
bahwa beliau ingin seperti kakeknya, kemudian ibunya menerangkan kelak beliau
akan seperti kakeknya Umar bin Khattab seorang ulama yang wara’.[20]
F.
Hasil Penelitian
Dari
hasil penelitian ini ditemukan bahwa: 1) model kepemimpinan Umar bin Khattab adalah
otoritas karismatik dan legal rasional dan demokratis.
Prinsip kepemimpinannya meliputi prinsip Syura’, al-‘Adl dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Selanjutnya sifat-sifat kepemimpinannya tegas, adil, jujur, amanah, bijaksana,
zuhud, wara’ ‘abqari dan merakyat.
Sedangkan
Umar bin Abdul Aziz memiliki model kepemimpinan otoritas karismatik,
otoritas tradisional dan otoritas legal rasional. Melandaskan kepemimpinannya
pada prinsip Syura’, al-‘Adl dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagaimana
Rasulullāh SAW.
Selanjutnya sifat-sifat kepemimpinannya, amanah, lemah lembut, wara’, tanggung
jawab dan merakyat, sehingga beliau disamkan dengan Umar bin Khattab dan di
beri gelar Khulafā’ al-Rosyidīn yang kelima.
Perbandingan kepemimpinan profetik Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz
menghasilkan persamaan dan perbedaan diantaranya sebagai berikut:
Persamaannya adalah pada proses pengangkatannya sebagai khalīfah yang
sama-sama di angkat dengan demokratis. Sama-sama menerapkan sistem Syura’
al-‘Adl dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, sifat kepemimpinan yang hampir
sama serta dua tokoh ini memiliki satu garis keturunan.
Perbedaannya, Umar bin Khattab merupakan peletak pertama sistem
kepemimpinan dalam Islam, sedangkan Umar bin Abdul Aziz merupakan penerus dan
pembaharu sistem pemerintahan Dinasti Umayyah yang semuala menerapkan sistem
monarki (kerajaan) menjadi sistem yang pernah diterapkan Rasulullāh dan Khulafā’
al-Rosyidīn. Pengaruh Sifat kepemimpinan pendidikan Islam, tempat dan
zaman kepemimpinannya.
Dari hasil penelitian ini ditemukan sebuah konsep baru tentang model
kepemimpinan yani model kepemimpinan profetik pada tokoh pemimpin Islam bahwasanaya,
kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz merupakan kepemimpinan
profetik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. 1
Perbandingan kepemimpinan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz.
|
Perbandinagan
|
Umar bin Khattab
|
Umar bin Abdul Aziz
|
|
Peroses
pengangkatan jadi khalīfah
|
Ditunjuk
oleh Abu Bakar ash-Shiddiq dengan terlebih dahulu bermusyawarah dengan para
shahabat
|
Diangkat
oleh Sulaiman bin Abdul Malik dengan terlebih dahulu musyawarah dengan Raja’
bin Haiwah
|
|
Model
kepemimpinan
|
Karismatik,
legal rasional
|
Karismatik,
legal tradisional dan otoritas legal rasional
|
|
Prinsip
kepemimpinan
|
Musyawarah
(Syura’), keadilan dan amar ma’ruf nahi munkar
|
Musyawarah
(Syura’), keadilan dan amar ma’ruf nahi munkar
|
|
Sifat
kepemimpian
|
Berani,
Tegas, Adil, jujur, sederhana, wara’, ‘abqori,
merakyat
|
Adil,
jujur, sederhana, wara’, zuhud dan merakyat
|
|
Kepemimpinan
pendidikan
|
Menggagas,
Memperluas dan mengembangkan pendidikan yang pernah dirintis Rasulullāh SAW
dan Abu Bakar ash-Shiddiq, dengan mendirikan kuttab, madrasah, dan
masjid-masjid sebagai pusat pendidikan. Atas usulannya al-Qur’an dikumpulkan
dan ditulis.
|
Meneruskan
dan membangun madrasah-madrasah, memberikan peluang yang seluas-luasnya
kepada para ulama untuk mengajar di masjid-masjid. Atas perintah dan
kecintaannya pada ilmu lahirlah ide untuk mengumpulkan hadits, sehingga
berbuah hasil dengan di himpunya pertama kali hadits-hadits Nabi.
|
|
Zaman
kepemimpinan
|
Generasi
awal Khulafā’ al Rosyidīn
|
Generasi
tabi’in dan Dinasti Umayyah
|
|
Masa
menajabat menjadi khalīfah
|
10
tahun 6 bulan dari 13-23 H/634-644 M
|
2
tahun 6 bulan dari 99-102 H/717-720 M.
|
[1]Husaini
Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, Edisi 4,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 308.
[2]Baharuddin dan
Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam;
Antara Teori dan Praktik ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 15.
[3]Thariq
Muhammad as-Suwaidan & Faishal Umar Basyarahil, Melahirkan Pemimpin Masa
Depan, terj. M. Habiburrahman, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 14.
[4]Achyar Zein,
Prophetic Leadership, Kepemimpinan Para Nabi, (Bandung: Madani
Perima, 2008), hlm. vii.
[5]Lisna
Nuraeni “Makalah Dauroh Marhalah Kammi Daerah”, http://makalah-dauroh-marhalah-ii-kammi-daerah.html.lisnanuraeni.blogspot.com/2013/10,
diakses tanggal 23 Februari 2015.
[6]S.
Wojowasito & Tito Wasito, Kamus Lengkap; Inggris-Indonesia, Indonesia;
Inggris, (Bandung: Hasta, 1982), hlm. 161.
[7]Pius A
Partanto & M. Dahlan, Kamus Ilmiyah Populer, hlm. 627.
[8]M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur’an, (Jakarta: Pramadina,
1997), hlm. 302.
[9]Hamdani
Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian; Prophetic Psychology Menghidupkan
Potensi dan Keperibadian Kenabian dalam Diri, (Yogyakarta: Beranda
Publishing, 2007), hlm. 44.
[10]Abu Nashr
Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalah Al Farabi, Arāul ahl Madīnah al-Fādilah, (Beirut:
Mathba’ah As-Sa’adah, 1324), hlm. 102-103.
[11]Abi al-Hasan
‘Aly ibn Muhammad ibn Habib al-Bashri al Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa
al Wilayah ad-Diniyyah, (Beirut: Dar al Fikr, 1960), hlm. 5.
[12]Nugroho
Notosusasnto, Masalah Penelitian Sejarah
Kontemporer (Suatu Pengantar), (Jakarta: Inti Idayu Press, 1984), hlm. 150.
[13]Ali Muhammad
Ash Shallabi, Fashlul Khottob fi Sirotul ibn Khattob Amirul Mu’minin Umar
bin Khattab RA Syakhshiyatuhu Wa ‘Ashruhu, (Al-Qohiroh: Maktabah
Ash-Shahabah, 1423), hlm. 15.
[14]Syamsuddin
Muhammad bin Ahmad bin Usman Adz-Dzahabi, Nuzhatul Fudhala’ Tahdzib Siyar
a’lam an-Nubala, tej. Munir
Abidin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 40.
[15]Ali Muhammad Ash
Shallabi, Syakhsiyatu Umar wa Aruhu,
terj. Khairul Amru Harahap, (Jakarta: al-Kautsar, 2008). hlm. 15.
[16]Ibnu Jauzi, Manaqib
Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, (Beirut: Dar Al Kitab Al-Ilmiyah, 1047),
hlm. 13.
[17]Jamaludddin Abu al Farah
Abdurrahman ibn al Jauzi, Sirah wa Manaqib Umar, hlm. 9.
[18]Ali Muhammad Ash
Shallabi, Khalîfah Ar-Rasidu Wal Muslihu Al Kabir, hlm. 15.
[19]Ali Muhammad Ash
Shallabi, Khalîfah Ar-Rasidu Wal Muslihu Al Kabir, hlm. 12.
[20]Hepi Andi Bastoni, Sejarah
Para Khalîfah, hlm. 56.