BAB
XIII
A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Para ahli pendidikan sepakat bahwa
budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian manusia, dari budaya dapat
terbentuk identitas seseorang, identitas masyarakat bahkan identitas lembaga
pendidikan. Di lembaga pendidikan secara umum terlihat adanya budaya yang
sangat melekat dalam tatanan pelaksanaannya, serta memberikan inovasi
pendidikan yang sangat cepat, budaya tersebut berupa nilai-nilai religius,
filsafat, etika dan estetika yang terus dilakukan.
Budaya
organisasi terutama dalam suatu lembaga rasanya memegang peranan penting. Sebab
akan menjadikan lembaga tersebut lentur, fleksibel dan elastis, sebagaimana
budaya yang tidak akan pernah mengalami kemunduran dan akan menjadi sangat
sempurna jika dipadu dengan agama yang bersumber pada wahyu ilahi. Tidak
sedikit yang mengatakan bahwa agama termasuk dalam lingkup budaya. Itupun jika
umat beragama mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan
budayanya. Sedangkan bila tidak, maka justru akan menjadi budaya umat yang
termarginalkan dalam persaingan di dunia pendidikan.
Pendidikan
adalah sebuah proses humanisasi yang berusaha untuk mengembangkan dan
menginternalisasikan potensi dan nilai-nilai kemanusiaan pada diri individu
agar menjadi seorang yang dewasa yang mampu secara internal mempersepsikan
dirinya sendiri dan secara external mampu merespon dan berkomunikasi dengan
dunianya. Dalam kaitan ini maka sebuah sistem pendidikan harus diorientasikan
secara aktif mengembangkan nilai-nilai potensi kemanusiaan dan secara
antisipatif memberi bekal pada individu agar ia dapat hidup di dunianya nanti.
Antara
pendidikan dan budaya organisasi terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti
keduanya dengan suatu hal sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan selalu berkaitan
dengan manusia, sedang manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan mendukung budaya
tertentu. Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya
yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai budaya dan
fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai.
Dengan
adanya budaya di dunia pendidikan, maka timbullah berbagai organisasi, budaya organisasi
banyak menimbulkan hal-hal yang masuk dalam dunia pendidikan berbagai
interaksi-interaksi dari luar, yang menjadi budaya baru dalam pendidikan,
terutama dalam upaya mengembangkan lembaga pendidikan.
2. Rumusan
Masalah
a. Apakah pengertian dari budaya organisasi?
b. Mengapa budaya penting dalam organisasi?
c. Bagaimanakah budaya organisasi
terbentuk?
d. Bagaimanakah budaya organisasi di
lembaga pendidikan Islam (MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor)?
3. Tujuan
Pembahasan
a. Mengetahui pengertian dari budaya
organisasi
b. Menjelaskan pentingnya budaya dalam
organisasi
c. Menjelaskan terbentuknya budaya
organisasi
d. Mengetahui budaya organisasi di lembaga
pendidikan Islam (MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor)
B. PEMBAHASAN
1. Budaya
Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya
tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi,
bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam
cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat
anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan
keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu,
budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya
dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Untuk memahami arti dari budaya
organisasi, maka diuraikan dulu makna dari masing-masing kata, yaitu budaya,
organisasi dan budaya organisasi.
a. Pengertian
Budaya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, budaya (culture), diartikan
sebagai: pikiran, adat, istiadat, sesatu yang sudah berkembang, sesuatu yang
menjadi kebiasaan yang sukar di ubah. Dalam pemakaian sehari-hari, orang
biaanya mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition).
Dalam hal ini tradisi diartikan sebagai ide-ide umum, sikap dan kebiasaan
kelompok dalam masyarakat tertentu. Beberapa pengertian budaya dalam perspektif
para pakar, antara lain sebagai berikut:
1)
Menurut Edward B.Taylor:
Budaya atau peradaban adalah
suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum,
adat istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.[1]
2)
Menurut Gibson Ivancevich Donnely:
Budaya mengandung pola, baik
eksplisit maupun implisit dari dan untuk perilaku yang dibutuhkan dan
diwujudkan dalam simbol menunjukkan hasil kelompok manusia secara berbeda,
termasuk benda-benda hasil ciptaan manusia. Inti utama dari budaya terdiri dari
ide tradisional dan terutama pada nilai menyertai.[2]
3) Menurut Richard A. Shweden:
Budaya sebagai gagasan-gagasan yang
bersifat khusus dari suatu masyarakat berkenaan dengan hal-hal yang dianggap
benar, baik, indah dan efisien yang harus disosialisasikan dan dibiasakan
secara turun temurun.[3]
4)
Menurut Nedler:
Budaya sebagai culture as
habits and cusoms that people develop to cope with change, yaitu kebiasaan
dan budaya yang dikembangkan orang untuk mengatasi perubahan. Dari definisi ini
dapat dipahami bahwa suatu budaya dimanifestasikan terhadap perilaku yang dapat
diamati. Suatu kultur juga tidak berada dalam pemikiran seseorang melainkan
berada dalam tindakan nyata. Tetapi juga tidak berarti bahwa semua tingkah laku
orang yang dalam organisasi merupakan kultur.[4]
Dari uraian di atas, dapat dipahami
bahwa Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi yang terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
b.
Pengertian Organisasi
Istilah organisasi dalam bahasa
Inggrisnya adalah Organization, yang mempunyai arti kata hal yang mengatur
dan kata kerjanya adalah organizing, berasal dari bahasa latin organizare,
yang mengatur atau menyusun. Beberapa pengertian budaya dalam perspektif para
pakar, antara lain sebagai berikut:
1)
Menurut Hicks & Gullen:
Organisasi adalah kegiatan membagi-bagi tugas, tanggung
jawab dan wewenang di antara sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[5]
2) Menurut Pierce I
dan Robinson:
Organisasi adalah proses membentuk hubungan-hubungan yang
esensial di antara orang-orang, tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas dengan cara
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua sumber organisasi kearah
pencapaian suatu tujuan secara efektif dan efisien.[6]
3)
Menurut James D. Mooney:
Organization is the form of every human association for
the attainmen of common purpose,
(Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu
tujuan bersama).[7]
4) Menurut Heinz Weinrich,
Harold Koontz & Cyril O'Donnell:
Organisasi adalah pengelompokan aktivitas yang diperlukan untuk mencapai
sasaran, penugasan setiap pengelompokan kepada seorang manajer dengan otoritas
yang diperlukan untuk
mengawasi, dan provisi
untuk koordinasi secara
horisontal dan vertikal dalam struktur perusahaan.[8]
5) Menurut Marno
dan Triyo Supriyatno:
Organisasi bukanlah sistem tertutup, tetapi harus
berinteraksi dengan lingkungan. Organisasi adalah suatu sistem terbuka, karena
itu disamping mencakup sistem produksi juga proses-proses lain yang bersifat
hakiki untuk mempertahankan eksistensinya.[9]
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa organisasi
adalah proses penentuan, pengelompokan dan penyusunan macam-macam kegiatan
menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian
dalam usaha mencapai tujuan bersama.
c.
Pengertian Budaya Organisasi
Definisi
awal budaya organisasi disampaikan oleh Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy
sebagai the integrated pattern of human behavior that included thought,
speech, action, and artifacts and depends on man’s capacity for learning and
transmitting knowledge to succeeding generation.[10]
Beberapa pengertian budaya dalam
perspektif para pakar, antara lain sebagai berikut:
1) Menurut Peter F. Druicker:
Organizational
Culture is the body of solutions to external and internall problems that has
worked consistently for a group and that is therefore taught to new members as
the correct way to perceive, think about and feel in relation to those problems.[11]
2) Menurut Schein:
Budaya
organisasi adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang
setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi
tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan
dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar
tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar
untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya
dengan persoalan-persoalan organisasi.[12]
3)
Menurut Phiti
Sithi Amnuai:
Organizational Culture is a set of basic assumptions and beliefs
that are shared by members of an organization, being developed as they learn to
cope with problems of external adaptation and internal integration.[13]
4)
Menurut
Schemerhom, Hurn dan Osborn:
Budaya
organisasi adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai-nilai yang
dikembangkan di dalam suatu organisasi sebagai pedoman perilaku anggotanya”.[14]
5) Menurut Tunstal:
Budaya
organisasi adalah suatu konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai,
norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang
mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola
implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi.[15]
6) Menurut Andrew Brown:
Budaya
organisasi merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai, dan cara yang dipelajari
menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang
memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku anggota organisasi.[16]
7) Menurut Wirawan:
Budaya
organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam
waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang
disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam
aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku
anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan
mencapai tujuan.[17]
Dari berbagai definisi yang diuraikan di atas, dapat dipahami bahwa
budaya organisasi merupakan suatu kepercayaan, nilai, norma perilaku yang
diterima dan disosialisasikan secara berkesinambungan sebagai pembentuk
karakteristik organisasi dalam menghadapi tantangan/adaptasi eksternal dan
integrasi internal.
2. Pentingnya
Budaya Dalam Organisasi
Purwanto
dalam bukunya yang berjudul Budaya Perusahaan menyebutkan bahwa secara spesifik
budaya mempunyai lima peran, yaitu:[18]
a. Budaya
memberikan rasa memiliki identitas dan kebanggaan bagi karyawan, yaitu
menciptakan perbedaan yang jelas antara organisasinya dengan yang lain.
b. Budaya
mempermudah terbentuknya komitmen dan pemikiran yang lebih luas daripada
kepentingan seseorang.
c. Memperkuat
standar perilaku organisasi dalam membagun pelayanan superior pada pelanggan.
d. Budaya
menciptakan pola adaptasi.
e. Membangun
sistem kontrol organisasi secara menyeluruh.
Pada
organisasi yang dikelola dengan baik, setiap orang dalam organisasi menganut
budaya mereka. Budaya yang kuat berperan dalam dua hal, yaitu:[19]
a. Mengarahkan
perilaku. Karyawan mengerti bagaimana harus bertindak dan apa yang diharapkan
dari mereka.
b. Budaya
yang kuat memberi karyawan pengertian akan tujuan, dan membuat mereka
berpikiran positif terhadap perusahaan.
Mereka mengerti apa yang ingin dicapai perusahaan mencapai sasaran tersebut.
Budaya berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Jika organisasi
memiliki budaya yang kuat, organisasi dan karyawannya akan memiliki perilaku
yang seiring dan sejalan.
Budaya
mempunyai kaitan dan peran terhadap berbagai aspek kehidupan organisasi secara
menyeluruh. Dibawah ini dikemukakan peran budaya organisasi terhadap
organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi,
diantaranya sebagai berikut:[20]
a. Identitas
Organisasi
Budaya organisasi berisi satu set
karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi
yang lain. Budaya organisasi menunjukan identitas organisasi kepada orang
diluar organisasi.
b. Menyatukan
Organisasi
Budaya organisasi merupakan lem
normatif yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu. Norma,
nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan mengkoordinasi
anggota organisasi. Budaya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktivitas
organisasi dan perilaku anggota organisasi. Norma, nilai-nilai, dan kode etik
budaya organisasi menyatukan pola pikir dan perilaku anggota organisasi. Isi
budaya organisasi mengontrol apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan oleh anggota organisasi.
c. Reduksi
Konflik
Budaya organisasi sering dilukiskan
sebagai semen atau lem yang menyatukan organisasi. Isi budaya mengembangkan
kohesi sosial anggota organisasi yang mempunyai latar belkang berbeda. Pola
pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan
terjdinya konflik diantara anggota organisasi. Jika terjadi perbedaan atau
konflik, budaya organisasi mempunyai cara untuk menyelesaikannya.
d. Komitmen
kepada organisasi dan kelompok
Budaya organisasi bukan saja
menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen anggota organisasi kepada
organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan
rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok kerjanya.
e. Reduksi
ketidakpastian
Budaya organisasi mengurangi
ketidakpastian dan meningkatkan kepastian. Dalam mencapai tujuannya, organisasi
menghadapi dan kompleksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota
organisasi dalam mencapai tujuan tersebut. Budaya organisasi menentikan kemana
arah, apa yang akan dicapai, dan bagaimana mencapainya. Budaya organisasi juga
mengembangkan pembelajaran bagi anggota baru. Meraka mempelajari apa yang
penting dan tidak penting, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Mereka
mempunyai pedoman yang memberikan kepastian dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
f. Menciptakan
konsistensi
Budaya organisasi menciptakan
konsistensi berpikir, berperilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya
organisasi memberikan peraturan, panduan, prosedur serta pola memproduksi dan
melauani konsumen, pelanggan, nasabah, atau klien organisasi. Semua hal
tersebut menimbulkan konsistensi pola pikir, cara bertindak, dan berperilaku
anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan perannya. Dengan kata lain,
anggota organisasi melaksanakan tugasnya by book, tidak menyimpang dari panduan
yang ada dibuku budaya organisasi.
g. Motivasi
Budaya organisasi merupakan kekuatan
yang tidak terlihat atau inficible force dibelakang faktor-faktor organisasi
yang kelihatan dan dapat diobservasi. Budaya merupakan energi sosial yang
membuat anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi
anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka mersa berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk merealisasi tujuan organisasi.
h. Kinerja
organisasi
Budaya organsiasi yang kondusif
menciptakan, meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi
yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja
karyawan. Semua faktor terseabut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi
dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
i. Keselamatan
kerja
Budaya organisasi mempunyai pengaruh
terhadap keselamatan kerja. Sedangkan faktor-faktor penyebab kecelakaan
industri adalah budaya organisasi perusahaan. Ada hubungan kausal positif
antara budaya organisasi dan kecelakaan industri. Untuk meningkatkan kinerja
kesaelamatan dan kesehatan kerja, perlu dikembangkan budaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
j. Sumber
keunggulan kompetitif
Budaya organisasi yang kuat
mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisiensi serta
menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar
dan persaingan.
Kebudayaan
yang kuat merupakan perangkat yang kuat untuk menuntun perilaku dan membantu
para anggota organisasi untuk mengerjakan pekerjaan, dengan sedikit lebih baik
terutama dalam dua hal yaitu:[21]
a. Kebudayaan
yang kuat adalah sistem aturan-aturan informasi yang mengungkapkan bagaimana
orang berperilaku dalam sebagian besar waktu mereka.
b. Kebudayaan
yang kuat memungkinkan orang merasa lebih baik tentang apa yang mereka
kerjakan, sehingga mereka mungkin bekerja lebih keras.
Dari
semua uraian diatas, dapat dipahami bahwa pentingnya budaya dalam organisasi
dikarenakan budaya yang kuat akan mengantar sebuah organisasi menjadi sukses
dan menjadikan inovasi serta tercapainya sasaran-sasaran yang diinginkan oleh
organisasi tersebut. Dan lebih-lebih lagi anggota organisasi dapat
mempertahankan kesetiaan, ketekunan dan ulet dalam melaksanakan berbagai macam
tugas yang diberikan serta diamanatkan oleh lembaga/organisasi.
3. Terbentuknya
Budaya Organisasi
Begitu
para pendiri memiliki ide untuk mendirikan organisasi, saat itu pula embrio
terbentuknya budaya organisasi tidak terelakkan. Sedangkan realisasinya baru
terjadi pada saat organisasi betul-betul sudah berdiri. Bisa dikatakan bahwa
begitu organisasi didirikan pembentukan budayapun dimulai,[22]
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
¨bÎ) ©!$# =Ïtä úïÏ%©!$# cqè=ÏG»s)ã Îû ¾Ï&Î#Î6y $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»u÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B ÇÍÈ
Artinya:
Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka
seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.[23]
Ayat
diatas menjelaskan bahwa banyak sekali kandungan tentang pembentukan organisasi
dan bekerja dalam sebuah barisan yang teratur dan kokoh. Hal ini memang sangat
ditekankan oleh Rasulullah SAW pada masa berdakwah di Madinah, saat surat ini
diturunkan. Pembentukan organisasi adalah titik tekan dakwah Rasulullah SAW di
Madinah, berbeda dengan titik tekan dakwah Rasulullah SAW ketika di Mekkah yang
fokus pada pengokohan aqidah dan ruhiyah ummat Islam masa itu.
Ada beberapa unsur yang berpengaruh
terhadap pembentukan budaya organisasi. Deal & Kennedy dalam bukunya Corporate Culture: The Roles and Ritual of
Corporate, membagi lima unsur pembentuk budaya organisasi sebagai berikut:[24]
a. Lingkungan Usaha
b. Nilai-Nilai
c. Pahlawan
d. Ritual
e. Jaringan Budaya
Secara teoritis proses begaimana suatu
budaya organisasi terbentuk, telah dijelaskan oleh Schein, menurut beliau
terbentuknya suatu budaya organisasi dapat dianalisi dari tiga teori sebagai
berikut:[25]
a. Teori Sociadynamic
Teori
ini menitikberatkan penamatan secara detail mengenai kelompok pelatihan,
kelompok terapi, dan kelompok kerja yang mempunyai interpersonal dan emsional
guna membantu menjelaskan apa yang dimaksud dengan share tersebut.
b. Teori Kepemimpinan
Teori
ini menekankan hubungan antara pemimpin dengan kelompok dan efek personalitas
dan gaya kepemimpinan terhadap formasi kelompok yang sangat relevan dengan
pengertian budaya organisasi terbentuk. Untuk itu Schein 2 (dua) hal, tugas dan
gaya kepemimpinan dalam kelompok.
c. Teori Pembelajaran (Learning Theory)
Teori
ini memberikan bagaimana kelompok mempelajjari kognitif, perasaan dan
penilaian. Secara struktur ada dua tipe pembeljaran yaitu:
1) Situasi penyelesaian masalah secara
positif;
2) Situasi menghindari kegelisahan.
Proses
pembelajaran dimaksudkan untuk pewarisan budaya organisasi kepada anggota baru
dan organisasi.
Mathen Davis memandang budaya organisasi
sebagai kepribadian organisasi (organization’s
personality) sebagai hasil
dan seluruh gambaran tentang organisasi yang meliputi orang-orangnya, sasaran,
teknologi, ukuran, usia, persatuan pekerja, kebijakan dan kesuksesan. Dalam
pembentukan budaya organisasi ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu:[26]
a. Lingkungan usaha
Lingkungan di mana perusahaan itu
beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut
untuk menvapai keberhasilan.
b. Nilai-nilai (values)
Merupakan
konsep dasar dan keyakinan dari suatu organisasi.
c. Panutan/keteladanan
Orang-orang yang menjadi panutan atau
teladan karyawan lainnya karena keberhasilannya.
d. Upacara-upacara (rites and ritual)
Acara-acara rutin yang diselenggarakan
oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya.
e. Network
Jaringan
komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran
nilai-nilai dari budaya perusahaan.
Budaya organisasi oleh
Greenberg dan Baron sebagai kerangka kerja kognitif yang terdiri dari sikap,
nilai, norma perilaku dan harapan-harapan yang dibentuk oleh anggota-anggota
organisasi. Menurut pendapatnya ada tujuh unsur budaya organisasi, yaitu:[27]
a. Inovasi
b. Stabilitas
c. Orientasi terhadap orang
d. Orientasi terhadap hasil
e. Easygomgnes
f. Perhatian yang mendetail
g. Orientasi pada kerjasama
Proses pembentukan budaya organisasi
terjadi tiga cara antara lain:[28]
a.
Para
pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan
cara yang mereka tempuh.
b.
Mereka
mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan dengan cara berpikir
dan cara berperasaan mereka.
c.
Perilaku
pendiri itu sendiri yang bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan
mengindentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan
keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka.
Gambar
1
Cara
Bagaimana Budaya Organisasi Terbentuk
(Sumber: Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Edisi Lengkap, (Jakarta: PT. Indeks, 2007))
Seperti terlihat pada gambar 1, Setelah
suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak
mempertahankannya. Tiga kekuatan memainkan bagian sangat penting dalam
mempertahankan budaya antara lain:[29]
a.
Seleksi
Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah
mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-individu yang mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan peketjaan dengan sukse di
dalam organisasi itu.
b. Manajemen
Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak
besar pada budaya organisasi.
c. Sosialisasi
Proses adaptasi karyawan dengan budaya organisasi.
Dan terdapat tiga tahap yaitu:
1) Tahap
Pra-kedatangan
Periode
pembeljaran pada proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan baru
bergabung ke dalam organisasi.
2) Tahap
Keterlibatan
Tahap
dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya
organisasi itu dan persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang ada.
3) Tahap
Metamorfosis
Tahap
dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan menyesuaikan diri
dengan pekerjaan, kelompok kerja, dan organisasi.
Dari semua uraian diatas, dapat dipahami bahwa
sebuah organisasi bisa mempunyai bermacam budaya. Budaya terbentuk dalam sebuah
kelompok dan karena dalam sebuah organisasi terdiri dari beberapa kelompok maka
bisa jadi dalam sebuah organisasi akan terbentuk pula beberapa subkultur,
karena dalam sebuah organisasi selalu terjadi akulturasi dan enkulturasi maka
budaya organisasi lebih bersifat dinamis.
4. Budaya Organisasi Di Lembaga Pendidikan
Islam
a. Budaya
Organisasi Di Mi Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo
1) Dasar
Pendirian MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo
Sejarah gerakan sosial kemasyarakatan Pondok Modern
Darussalam Gontor Ponorogo sudah sejak dahulu dirintis oleh para Trimurti
pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo pada tahun 1926. Pada mulanya,
KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannani, dan KH. Imam Zarkasyi (Trimurti)
mendirikan lembaga pendidikan
Tarbiyatul Athfal (TA) pada tahun 1926 dengan murid-murid anak-anak desa Gontor
dan sekitarnya. Pada tahun 1936 KMI berdiri sebagai lembaga Pendidikan formal
Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.
Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo sebagai lembaga
pendidikan, dirinya tetap berorientasi kepada kemasyarakatan, tidak berpartai,
berdiri diatas dan untuk semua golongan. Untuk itu, Kyai dan Pimpinan Pondok
sebagai central of figure terus membina Tarbiyatul Athfal yang berada di
desa-desa sekitar bahkan hingga radius 20 KM.
Namun, kegiatan kemasyarakatan Gontor tidak mengandalkan
atau menggunakan dana dari pondok, melainkan dari kyai itu sendiri secara
mandiri, dengan alasan bahwa Gontor bukanlah lembaga sosial, bahkan perlu
dibela dibantu dan diperjuangkan.
Sepeninggal Trimurti tahun 1985, kegiatan ini dilanjutkan
oleh Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A dengan mendirikan mushola masjid-masjid,
TPA, membina para waroan/jawara-jawara Ponorogo, tokoh-tokoh masyarakat, dan
juga pemerintah. Dalam perkembangannya, dewasa ini mempunyai peran yang sangat
dahsyat dalam membentuk masyarakat yang Islami.
Maka pada tahun 2011, Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi,
M.A. secara resmi mendirikan MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an dalam
rangka membangun karakter bangsa dengan melakukan pendidikan yang berkualitas
dan bermoral agama bagi anak bangsa dan masyarakat secara luas.
MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an Gontor Ponorogo
tetap memiliki jiwa-jiwa keikhlasan, kesederhanan, berdikari, ukhuwah
Islamiyah, dan kebebasan. MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an Gontor Ponorogo terus berupaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM)
para guru, dengan mengadakan pembinaan-pembinaan, kegiatan-kegiatan,
pelatihan-pelatihan, dan lain-lain. Dan tentunya menguras tenaga, fikiran, dan
juga dana yang tidak sedikit.
Visi
MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an Gontor
Ponorogo adalah Menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Unggulan dalam pendidikan
Dasar Pengajaran Al-Qur'an
dan Hadist, berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Untuk mewujudkan visi MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur’an Gontor Ponorogo
tersebut, MI Pesantren Anak Sholeh (PAS) Baitul Qur’an
Gontor Ponorogo telah menetapkan beberapa misi sebagai berikut:
a) Menyiapkan generasi Islam yang unggul dan berkualitas
menuju terbentuknya khairu ummah.
b) Menyiapkan mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan
sehat, dan mempunyai pengetahuan dasar Islam yang mantap serta berkhidmat
kepada masyarakat.
c)
Mempersiapkan warga negara yang berkepribadian, beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT.
2) Pengangkatan
Kepala Sekolah dan Tenaga Pengajar
Budaya
organisasi dalam hal ini merupakan budaya sekolah yang dibangun atas dasar
nilai-nilai. Sebagaimana budaya organisasi yang dikembangkan di MI Pesantren
Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo, yang mana dapat dilihat dari cara
pengangkatan kepala sekolah. Kepala sekolah ditunjuk langsung oleh Dr. KH.
Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A, Dewan Pembina Yayasan Pesantren Anak Sholeh
Baitul Qur'an Gontor Ponorogo. Penunjukan secara langsung oleh Dr. KH. Abdullah
Syukri Zarkasyi, M.A, ini bertujuan agar kepala sekolah yang ditunjuk dapat
mewujudkan dan memahami keinginan Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.
Penunjukan itu diterimanya dengan lapang dada, dengan alasan ikut berjuang
bersama-sama dalam mencerdaskan anak bangsa yang bernuansa islami, dan adanya
unsur tawadhu’, sam’an wa tho’atan.
Dalam
pengangkatan tenaga pengajar, kepala sekolah mempunyai wewenang untuk
menyeleksi dan merekrut tenaga pengajar yang dianggap kompeten di bidangnya
masing-masing. Adapun jumlah tenaga pengajar terdiri dari 16 orang, yang mana
mereka berangkat dari background pondok pesantren. Pada umumnya staf itu
diterima harus memiliki jiwa/kepribadian yang luhur, rela berkorban demi
kemajuan sekolah. Hal ini dikarenakan bahwa sekolah ini bisa dikatakan sekolah
yang baru saja berdiri.
3) Tugas dan
Komitmen
Tugas-tugas
itu dilaksanakan di MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Tugas-tugasnya dibagi secara merata. Adapun
sistem pembagian tugas-tugasnya adalah sebagai Wakil Kepala Sekolah, Waka
Kurikulum, Waka Kesiswaan, dan Waka Sarana Prasarana, serta wali kelas dan
dewan guru.
Berdasarkan
hasil wawancara, bahwa para tenaga pengajar mempunyai komitmen dalam
melaksanakan tugasnya. Komitmen itu dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:[30]
a) Prinsip atau
nilai yang dianut.
b) Adanya
dorongan eksternal.
c) Latar belakang
yang berhubungan dengan lembaga yang bersangkutan.
d) Adanya
figur-figur yang diidolakan.
e) Adanya
perilaku positif dari lingkungan lembaga.
Sedangkan
indikisi dari budaya organisasi dikatakan komitmen jika:[31]
a) Adanya
perasaan terikat dengan lembaga.
b) Adanya
kerelaan untuk berkorban.
c) Cinta terhadap
tugasnya.
d) Merasa
memiliki kesamaan nilai dan tujuan dengan lembaga.
e) Adanya
kepedulian terhadap lembaga.
4) Pentingnya
Aplikasi Budaya Organisasi di MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor
Ponorogo
Budaya
organisasi berpengaruh pada perilaku anggota atau individu serta kelompok di
dalam suatu organisasi, padahal perilaku ini berpengaruh pula pada pencapaian
prestasi tersebut dan sekaligus secara bersama-sama akan berpengaruh pada
efektif tidaknya pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, secara singkat
dapat dikatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh pada efektifitas
organisasi.[32]
Budaya yang
ada di dalam organisasi bisa kuat dan juga bisa lemah. Budaya organisasi
dikatakan kuat apabila nilai-nilai, sikap, dan kepercayaan bersama tersebut
dipahami serta di anut dengan teguh dan komitmen yang tinggi, sehingga rasa
kebersamaan dapat tercipta. Sebaliknya budaya organisasi yang lemah terletak
pada kurangnya komitmen anggota/karyawan terhadap nilai-nilai dan kepercayaan
terhadap sikap-sikap bersama yang biasa dilakukan atau disepakati.[33]
Adanya budaya
organisasi yang kuat sangat bermanfaat bagi organisasi yaitu dalam hal:[34]
a) Memudahkan
koordinasi aktivitas dalam organisasi.
b) Memudahkan
komunikasi antar individu atau anggota karena adanya sikap dan kebersamaan
dalam menganut nilai-nilai yang ada.
c) Terciptanya
keharmonisan hubungan dan kerja sama antar karyawan sehingga motivasi kerja
akan meningkat.
d) Kelancaran
aktivitas organiasasi, meningkatkan prestasi atau efektifitas organisasi.
e) Pengambilan
setiap keputusan dapat dilakukan dengan tepat dan mudah.
Dalam Budaya
organisasi, di dalamnya terdapat nilai-nilai spiritual yang harus dilestarikan
agar suatu organisasi tetap eksis. Dengan adanya internalisasi nilai-nilai di
dalamnya maka budaya organisasi itu tidak akan luntur. Hal ini tercermin pada
lembaga pendidikan Islam, MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor
Ponorogo, bahwa ada nilai-nilai yang bersumber dari agama
yang dapat dikembangkan di sekolah tersebut, antara lain yaitu:
a)
Nilai dasar ajaran islam, yaitu tauhid;
b)
Nilai ibadah
c)
Nilai kesatuan (integritas) antara dunia dan akhirat serta antara ilmu
agama dan ilmu umum
d)
Nilai perjuangan (jihad)
e)
Nilai tanggung jawab (amanah)
f)
Nilai keikhlasan
g)
Nilai kualitas
h)
Nilai kedisiplinan
i)
Nilai keteladanan
j)
Nilai kekeluargaan
k)
Nilai-nilai pesantren, yaitu kesederhanaan atau kesehajaan, tawadhu’
(rendah hati dan sabar).
Oleh karena itu, nilai-nilai spiritual
merupakan hal yang sangat penting ditanamkan dalam organisasi, khususnya pada
lembaga pendidikan Islam.
b. Kelebihan Dan
Kelemahan Budaya Organisasi Di Mi Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor
1) Kelebihan
Sebuah organisasi yang sudah mempunyai
budaya organisasi yang baik, maka budaya tersebut perlu untuk dilestarikan.
Sebagaimana yang terlihat adanya beberapa budaya organisasi yang baik yang ada
di MI Pesantren Anak Sholeh Baitul
Qur'an Gontor Ponorogo. Memelihara budaya Organisasi yang dinilai sudah
baik dan cocok dapat dilakukan melalui beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a)
Seleksi
yang ketat pada waktu menerima tenaga pengajar baru, yaitu pegawai yang mau
menerima pengetahuan baru, memiliki pengetahuan (knowladge), skill, dan
kemampuan (ability) yang sesuai dengan kebudayaan organisasi. Adanya
seleksi merupakan hal sangat penting untuk dilakukan dalam suatu organisasi.
Karena dengan adanya orang-orang yang kompeten dan mempunyai keahlian maka
organisasi tersebut akan berjalan secara efektif dan efisien, sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah SWT:
ö@è% @@à2 ã@yJ÷èt 4n?tã ¾ÏmÏFn=Ï.$x© öNä3/tsù ãNn=÷ær& ô`yJÎ/ uqèd 3y÷dr& WxÎ6y
Artinya:
Katakanlah
(Muhammad), setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya (keahlian dan
profesinya) masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya[35]
Rasulullah
SAW bersabda:
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
فَإِذَا ضَعِيْتَ الأَماَنَةَ
فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وَسَدَ
الأَمْرُ إِلَى غَيْرَ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. (رواه البخاري)
Artinya:
Beliau bersabda, Ketika
amanat disia-siakan maka tunggu saja kedatangan kiamat. “Orang itu bertanya
lagi, Bagaimana menyia-nyiakan amanat? Beliau bersabda: Ketika sesuatu perkara
diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah datangnya kiamat
(kehancurannya). ( H.R. Bukhori)
Penseleksiaan
calon tenaga pengajar sudah dilakukan secara ketat oleh pengurus yayasan.
Selain mengutamakan keahlian, calon tenaga pengajar di lembaga ini harus
memiliki unsur perjuangan. Bagi MI
Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo yang baru saja
berdiri, dana dan fasilitas menjadi kendala tersendiri. Oleh karena itu, dalam
perekutan anggota, konsep perjuangan menjadi hal yang utama, sebab untuk
membangun sebuah organisasi yang kokoh diperlukan adanya sebuah konsep
perjuangan organisasi untuk berjuang bersungguh-sungguh di jalan-Nya,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqçRqä. u$|ÁRr& «!$# $yJx. tA$s% Ó|¤Ïã ßûøó$# zNtótB z`¿ÎiÍ#uqysù=Ï9 ô`tB üÍ$|ÁRr& n<Î) «!$# ( tA$s% tbqÍ#uqptø:$# ß`øtwU â$|ÁRr& «!$# ( MuZtB$t«sù ×pxÿͬ!$©Û .`ÏiB û_Í_t/ @ÏäÂuó Î) Ntxÿx.ur ×pxÿͬ!$©Û ( $tRôr'sù tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä 4n?tã öNÏdÍirßtã (#qßst7ô¹r'sù tûïÌÎg»sß
Artinya:
Wahai
orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang
setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan
agama) Allah?" Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata: "Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman
dan segolongan (yang lain) kafir, lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang
yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang
yang menang.[36]
b)
Strategi,
policy, dan keputusan-keputusan direksi atau top manager yang tidak
menimbulkan kontriversi. Dalam pengambilan keputusan di MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo, jarang
sekali terjadi kontroversi. Terlebih lagi, jika pemimpin tertinggi dari yayasan
yaitu Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A, telah memutuskan perkara, maka
tidak ada yang berani membantahnya. Hal ini dikarenakan latar belakang para
pengurus dalam organisasi tersebut, umumnya berlatar belakang sebagai alumni
pondok pesantren, di mana unsur ketawadlu’an terhadap seorang pemimpin
sekaligus guru (Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A) sangatlah dijunjung
tinggi, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW:
قاَلَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَى أَنْ
تَوَاضَعُوا حَتَّي لَايفجِرَ أَحَدٌ عَلَى أحدٍ وَلَايبغي أَحَدٌ على أحدٍ (رواه
أبو داود وإبن ماجه)
Artinya:
Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepadaku (perintah) agar kalian tawadlu’, agar seseorang
tidak sombong terhadap orang lain dan agar seseorang tidak berlaku dholim
terhadap orang lain.[37]
Selain
adanya perintah tawadlu’ dari hadits di atas, unsur ketawadlu’an yang tertanam
dalam diri anggota organisasi MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor Ponorogo
juga didasari oleh sebuah kata hikmah dari Ali bin Abi Tholib dalam kitab Ta’limul
Muta’allim yang berbunyi:
قَالَ عَلِيٌّ كَرَمَ
اللهُ وَجْهَهُ: أَنَا عَبْدٌ، مَنْ عَلَمْنِي حَرْفًا وَاحِدًا إِنْ شَاءَ
اِعْتَقَ وَإِنْ شَاءَ اسْتَرَقَ
Artinya:
Aku tetap
menjadi budak orang yang mengajarku, meskipun hanya satu kalimat. Kalau orang
tersebut ingin menjualku, maka bolehlah. Jika ia ingin membebaskan atau
menetapkanku menjadi budaknya, aku tetap mau.[38]
Adanya
rasa tawadlu’, inilah setiap keputusan dari Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi,
M.A jarang sekali menuai kontoversi. Adapun keputusan yang diambil oleh Kepala
Sekolah, juga jarang menuai protes, karena Kepala Sekolah sebagai wakil dari
Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A, yang telah ditunjuk dan dianggap mampu
menerjemahkan keinginan Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.
c)
Menyelenggarakan
acara-acara pertemuan secara berkala dan teratur dimana semua warga organisasi
diberi kesempatan ikut berpartisipasi secara aktif, spontan, dan antusias.
Kegiatan acara-acara pertemuan sebaiknya dilakukan secara rutin (istiqomah), sebagaimana
yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qä9$s% $oY/z ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# xsù ì$öqyz óOÎgøn=tæ wur öNèd cqçRtøts
Artinya:
Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami adalah Allah", Kemudian
mereka tetap istiqamah,[39] maka tidak ada rasa khawatir pada mereka dan
mereka tidak (pula) bersedih hati.[40]
Lembaga
MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor mengadakan kegitan rutin berupa kumpul
harian, kumpul mingguan, kumpul bulanan, pekan perkenalan lembaga, dan
musyawarah kerja tahunan. Hal ini dilakukan untuk memberikan pembinaan
langsung dari top manager (Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A) kepada
para anggota organisasi. Kegiatan rutin ini berlangsung di Aula sekolah, di
masjid sekolah dan di rumah Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A. Hal ini
membawa dampak yang positif karena dapat mempererat tali silaturahmi dan
membawa barakah tersendiri bagi seluruh anggota organisasi di MI Pesantren Anak
Sholeh. sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW:
قاَلَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
ماَ اِجْتَمَعَ قَوْمٌ فيِ بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ تَعَالَي يَتْلُوْنَ
كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةَ
وَغَشَيْتُهُمُ الرَّحْمَةَ وَحفتهُمُ الملَائِكَةَ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ
عِنْدَهُ (رواه مسلم وأبو داود)
Artinya:
Tidaklah suatu
kaum yang berkumpul di rumah Allah untk membaca Al-qur’an dan mempelajarinya
kecuali akan diturunkan kepada mereka kedamaian dan rahmat Allah serta akan
dikelilingi oleh malaikat. (H.R Muslim
dan Abu Daud)[41]
Selain
acara tersebut, juga diadakan musyawarah untuk menampung ide dan keinginan dari
setiap anggota demi kemajuan serta menyelesaikan masalah yang ada, sebagaimana
yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqßJçFõ3t !$tB $uZø9tRr& z`ÏB ÏM»uZÉit7ø9$# 3yçlù;$#ur .`ÏB Ï÷èt/ $tB çm»¨Y¨t/ Ĩ$¨Z=Ï9 Îû É=»tGÅ3ø9$# y7Í´¯»s9'ré& ãNåkß]yèù=t ª!$# ãNåkß]yèù=tur cqãZÏ軯=9$#
Artinya:
“Sungguh
orang-orang yang menyembunyikan apa yang lelah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam
Kitab (Al-Qur'an), mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang
melaknat.[42]
2) Kelemahan
Jika dilihat
dari sisi negatifnya tentu setiap organisasi memiliki kelemahan. Ketika seorang
pemimpin itu berkuasa dengan sewenang-wenang dikhawatirkan akan menimbulkan
kekacauan. Hilangnya sifat tawadhu’ pada seorang pemimpin akan menjadikan
dirinya menjadi orang yang tidak berwibawa, dan bahkan rendah martabatnya di
hadapan bawahan. Selain itu, jika seorang pemimpin (Dr. KH. Abdullah Syukri
Zarkasyi, M.A) itu wafat maka dikhawatirkan tidak ada generasi penerusnya dan
tidak ada yang diseganinya. Ini merupakan suatu bentuk kelemahan organisasi
pada lembaga pendidikan Islam di bawah naungan pesantren.
C. KESIMPULAN
Budaya
organisasi merupakan suatu kepercayaan, nilai, norma perilaku yang diterima dan
disosialisasikan secara berkesinambungan sebagai pembentuk karakteristik organisasi
dalam menghadapi tantangan/adaptasi eksternal dan integrasi internal. Budaya yang kuat akan mengantar
sebuah organisasi menjadi sukses dan menjadikan inovasi serta tercapainya
sasaran-sasaran yang diinginkan oleh organisasi tersebut. Dan lebih-lebih lagi
anggota organisasi dapat mempertahankan kesetiaan, ketekunan dan ulet dalam
melaksanakan berbagai macam tugas yang diberikan serta diamanatkan oleh
lembaga/organisasi.
Budaya organisasi di lembaga
pendidikan Islam, seperti yang telah dilaksanakan oleh MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor, dibangun
atas dasar nilai perjuangan dan mengedapankan unsur ketawadhu’an terhadap
pemimpinnya (Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi). Pentingnya Aplikasi Budaya
Organisasi di MI Pesantren Anak Sholeh Baitul Qur'an Gontor terletak pada
penanaman nilai-nilai spiritual yang harus dilestarikan agar suatu organisasi tetap
eksis, karena dengan adanya internalisasi nilai-nilai di dalamnya maka budaya
organisasi itu tidak akan luntur.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Qur'an
dan Terjemah, 2012. (Surabaya: Al-Kaffah)
Djatmiko,
Yayat Hayati, 2008. Perilaku Organisasi,
(Bandung: PT. Alfabeta)
Greenberg,
Jerald dan Robert A. Baron, 1997. Behavior
in Organizations, Understanding and Managing The Human Side of Work. (New Jersey: Prentice-Hall Inc)
Hadari,
Nawawi, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia yang Kompetitif.
(Yogyakarta: Gajah Mada Press)
Harrison,
Laurence & Huntington, 2000. Culture
Matters, How Values Shape Human Progress. (New York: Basic Books)
Heinz,
Harold, Cyril, 1986. Management. (Jakarta: Penerbit Erlangga)
Kholid,
Amru, 2007. Berakhlaq Seindah Rasulullah, (Semarang: Pustaka Nuun)
Marno
& Triyo Supriyatno, 2009. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam.
(Bandung: Refika Aditama)
Mohyi,
Ach, 1999. Teori Dan Perilaku Organisasi. (Malang: UMM Press)
Ndraha, Taliziduhu, 1997.
Teori Budaya Organisasi. (Jakarta: PT. Rineka Cipta)
Purwanto,
Ngalim, 2008. Budaya Perusahaan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Robbins,
Stephen P, 2007. Perilaku Organisasi
Edisi Lengkap. (Jakarta:
PT. Indeks)
Ruswandi,
Uus, 2008. Landasan
Pendidikan. (Bandung: Insan Mandiri)
Shiddiq,
Nur Aufa, 2006. Terjemahan Ta’lim Muta’allim, (Surabaya: Al-Hidayah)
Siswanto
dan Agus Sucipto, 2008. Teori dan Perilaku Organisasi. (Malang: Uin
Malang Press)
Sobirin,
Ahmad, 2009. Budaya Organisasi (Pengertian, Makna, dan Aplikasinya dalam
Kehidupan Organisasi). (Yogyakarta: UPP STIM YKPN)
Suharsaputra,
Uhar, 2010. Administrasi Pendidikan. (Bandung: PT. Refika Aditama)
Syafarrudin,
2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. (Jakarta: Grasindo)
Tika,
Moh. Pabundu, 2008. Budaya Organisasi dan
Peningkatan Kinerja Perusahaan.
(Jakarta: PT. Bumi Aksara)
Tilaar,
1999. Pendidikan dan Kebudayaan dan Masyarakat Madani. (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya)
Wirawan,
2007. Budaya dan Iklim Organisasi. (Jakarta: Salemba Empat)
[1] Tilaar, Pendidikan
dan Kebudayaan dan Masyarakat Madani, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
1999), hal.39
[2] Uhar Suharsaputra, Administrasi
Pendidikan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hal.82
[3] Laurence Harrison dan
Huntington, Culture Matters, How Values
Shape Human Progress, (New
York: Basic Books, 2000), hal.163
[4] Ach. Mohyi, Teori
Dan Perilaku Organisasi, (Malang: UMM Press, 1999), hal.195
[5] Marno dan Triyo
Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung:
Refika Aditama, 2009), hal.16
[6] Ibid, hal.16
[7] Ach. Mohyi, Op.cit,
hal.1
[8] Heinz, Harold, Cyril,
Management, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986), hal.282
[9] Marno dan Triyo
Supriyatno, Op.cit, hal.20
[11] Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja
Perusahaan, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2008), hal.4
[12] Ahmad Sobirin, Budaya
Organisasi (Pengertian, Makna dan Aplikasinya dalam Kehidupan Organisasi),
(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), hal.128
[13] Moh. Pabundu Tika, Op.cit, hal.4
[14] Nawawi Hadari, Manajemen Sumber Daya
Manusia yang Kompetitif, (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2003), hal.283
[15] Wirawan, Budaya
dan Iklim Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal.9
[16] Ibid, hal.9
[17] Ibid, hal.10
[18] Ngalim Purwanto, Budaya
Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal.26
[19] Ibid, hal.26
[20] Wirawan, Op.cit,
hal.37
[21] Ibid, hal.39
[22] Ahmad Sobirin, Op.cit,
hal.216
[23] Surat As-Shaf, Ayat:
4, Al-Qur'an dan Terjemah, (Surabaya: Al-Kaffah, 2012), hal.552
[24] Moh. Pabundu Tika, Op.cit,
hal. 16-17
[25] Ibid,
hal.17-18
[26] Yayat Hayati
Djatmiko, Perilaku Organisasi,
(Bandung: PT. Alfabeta, 2008), hal.73
[27] Greenberg, Jerald dan
Robert A. Baron, Behavior in
Organizations, Understanding and Managing The Human Side of Work, (New Jersey: Prentice-Hall Inc,
1997), hal.471
[28] Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Edisi Lengkap,
(Jakarta: PT. Indeks, 2007), hal.729
[29] Ibid,
hal.730-734
[30] Hasil wawancara
dengan Kepala Sekolah, Waka Sekolah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, dan Waka
Sarpras, tanggal 28 November 2013
[31] Hasil wawancara
dengan Ratna Untari, M.Pd.I (Kepala Sekolah MI Pesantren Anak Sholeh Baitul
Qur'an Gontor Ponorogo), tanggal 29 November 2013
[33] Syafarrudin, Manajemen
Mutu Terpadu dalam Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2002), hal.94
[34] Siswanto dan Agus
Sucipto, Teori dan Perilaku Organisasi, (Malang: UIN Malang Press,
2008), hal.146
[35] Surat Al-Isra', Ayat:
84, Op.cit, hal.291
[36] Surat As-Saff, Op.cit,
hal.553
[37] Amru Kholid, Berakhlaq
Seindah Rasulullah, (Semarang: Pustaka Nuun, 2007), hal.69
[38] Nur Aufa Shiddiq, Terjemahan
Ta’lim Muta’allim, (Surabaya: Al-Hidayah, 2006), hal.25
[39] Teguh pendirian dalam
tauhid dan tetap beramal shaleh
[40] Surat Al-Ahqaf,
ayat:13, Op.cit, hal.504
[41] Amru Kholid, Op.cit,
hal.260
[42] Surat Al-Baqarah,
ayat:159, Op.cit, hal.25