BAB VI
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam setiap lembaga atau organisasi diperlakukan adanya pengaruh, begitu juga
dengan adanya suatu partisipasi baik dari pimpinan maupun dari anggta atau
masyarakat, karena dengan adannya keduanya sebuah organisasi dapat berjalan
lancar dan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan.
Menurut Amitai, Kekuasaan merupakan kemampuan untuk
membujuk atau mempengaruhi perilaku.[1]
Dengan demikian mempengaruhi merupakan inti dari kekuasaan, agar seseorang
dapat menjadi pimpinan yang efektif orang itu harus mampu mempengaruhi orang
lain, agar mau menjalankan permintaan, serta
menjalankan kebijakannya.
Bisadikatakan bahwasannya kekuasaan merupakan kapasitas
yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain dalam
arah yang diinginkan. Kekuasaan digunakan untuk menjelaskan kapasitas absolut
seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku atau sikap seseorang atau lebih
yang ditunjuk sebagai target pada waktu tertentu.
Sedangkan Partisipasi menurutKeith Davis, merupakan suatu keterlibatan mental
dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di
dalamnya.[2]
Sehingga partisipasi merupakan keikutserataan atau keterlibatan anggota
masyarakat atau organisasi dalam menjalankan atau melaksanaakan suatu program
yang ada agar dapat mencapai tujuan bersama-sama. Oleh karena itu, kekuasaan
dan partisipasi itu sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi, karena tanpa
adanya kekuasaan dari seorang pemimpin maka organisasi tersebut tidak akan
berjalan sesuai dengan aturan, begitu pula dengan partisipasi, dengan adannya
partisipasi anggota masyarakat atau organisasi, suatu kegiatan apapun pasti
berjalan dengan baik.
Dengan demikian dari pemamparan pernyataan diatas dalam
makalah ini akan memfokuskan pembahasan pada pengertian sumber dan bentuk
kekuaasan dan partisipasi dalam organisasai.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian, sumber dan bentuk kekuasaan?
b.
Apakah pengertian dan bentuk partisipasi?
3.
Tujuan Pembahasan
a. Untuk memahami pengertian, sumber dan bentuk
kekuasaan
b. Untuk memahami pengertian dan bentuk partisipasi
B. PEMBAHASAN
1.
KEKUASAAN
a. Pengertian
Kekuasaan
Istilah power (kekuasaan) berasal dari
kata Yunani yang berarti sanggup untuk membuat sesuatu, sanggup untuk
mempengaruhi orang, sanggup membuat perubahan dan tanpa kekuasaan sesuatu tidak
akan terjadi.[3]
Kekuasaan merupakan kapasitas seorang tim,
atau organisasi untuk mempengaruhi pihak lain.[4]
Kekuasan adalah perilaku seseorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas
sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
Kekuasaan adalah suatu proses yang wajar dalam
setiap kelompok atau organisasi. Dengan demikian, perlu diketahui bagaimana
kekuasaan itu diperoleh dan dijalankan, sehingga dapat mengetahui sepenuhnya
perilaku organisasi.[5]
Kata kekuasaan sering dikaitkan dengan
kedudukan orang pada jabatan, meskipun dalam beberapa literatur manajemen telah
dipakai secara luas, akan tetapi masih terjadi kekaburan tentang pengertiannya.[6]
Istilah power (kekuasaan) sering kali digunakan silih
berganti dengan istilah istilah lainnya seperti pengaruh (influence) dan
wewenang (authority, namun tidak keduannya memiliki pengertian yang sama,
karena wewenang hanya merupakan bagian dari kekuasaan, yaitu hanya tercakup
dalam salah satu variabel kekuasaan yang disebut dengan kekuasaan resmi.
Kekuasaan juga dipandang sebagai kekuatan yang
negatif dan juga positif, sifatnya dialektis tetapi mode of operation-nya
selalu represif. Sedangkan menurut Freire, kekuasaan bekerja pada dan melalui
masyarakat. [7]
Sehingga kekuasaan bisa memberikan daya dorong
atau pengaruh dari semuaperilaku manusia dimana masyarakat mempertahankan
kehidupannya, berjuang dan berusaha mewujudkan cita-cita kehidupannya yang
lebih baik.
Bertolak dari beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa konsep tentang kekuasaan menunjukan daya kemampuan atau
kelebihan pribadi yang dimiliki seseorang dalam berbagai aspek khususnya di
dalam berinteraksi secara personal, sehingga dapat merealisir keinginnannya
melalui orang lain.
Sedangkan pengertian kekuasan dalam organisasi
islam yaitu suatu amanah atau kepercayaan, karena itu bagi oarang-rang yang
beragama kekuasaan harus dipertanggung jawabkan
kepada Tuhan dan mereka yang dibawahnya. [8]
Artinya adalah setiap orang yang diberi kekuasaan wajib mempertanggungjawabkan
penggunan kekuasaan tersebut.
Kekuasaan mempunyai kaitan erat dengan
kepemimpinan, pendapat beberapa para tokoh tentang kekuasaan antara lain:
1) Menurut Max Weber Kekuasaan adalah suatu
kemungkinan yang membuat seseorang aktor dalam suatau hubungan sosial berada
dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang mampu
menghilangkan rintangan.
2) Russel mengartikan kekuasaan adalah suatu
produksi dari akibat yang diinginkan.
3) Bierstedt berpendapat bahwa kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempergunakan kekuatan.
4) Amitai Etzioni berpendapat “ kekuasaan adalah
kemampuan untuk memebujuk atau mempengaruhi perilaku”.[9]
5) Wrona mengatakan bahwa kekuasaan adalah suatu
kontrol atas orang lain yang berhasil.
6) Kekuasaan (Wafterd Nord) adalah suatu
kemampuan untuk mempengaruhi alairan energi dan dana yang tersedia untuk mencapai
suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
7) Menurut Dahl kekuasaan adalah jika orang A
mempunyai kekuasaan atas orang B, maka A bisa meminta B untuk melaksanakan
sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B terhadap A.
8) Menurut Rogres kekuasaan sebagai suatu potensi
dan suatu pengaruh.[10]
Dengan demikian, kekuasaan (power)
adalah sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan, menjadi daya dorong
untuk mempengaruhi, menggerakan, dan mengubah perilaku mencapai tujuan
organisasi.
Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan
perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu
perubahan perilaku yang diinginkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan
sebagai potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Namun kekuasaan terkadang juga
bisa diartikan sebagai persepsi sehingga masyarakat benar-benar diuntungkan
oleh keyakinan lain bahwa mereka memiliki nilai.
Namun tidak menuntut kemungkinan bahwa
kekuasaan membutuhkan kemandirian, hal tersebut sebenarnya lebih tepatnya adanya
saling bergantungan satu sama lain. Sebagai contoh, pihak kepala sekolah memiliki kekuasaan yang subordinat akibat
kontrol terhadap kinerja para guru dan karyawan sekoalah, sedangkan para guru
dan karyawan memiliki kekuasaan penyeimbang melalui pengendalian kekuasaan produktivitas kerja
dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, yang dengan begitu muncul
kesan positif guru dan kepala sekolah.
b. Sumber dan
Bentuk Kekuasaan
Sumber dan bentuk keuasaan muncul dari
pernyataan Machiavelli yang dikemukakan
pertama kali pada abad ke-16. Machiavelli mengatakan bahwa “suatu hubungan yang
baik dapat tercipta bila didasarkan pada cinta (kekuasaan pribadi) dan
ketakutan (kekuasaan jabatan).[11]
Sehingga berdasarkan hal tersebut seoarang
ahli sosiologi dari Universitas Colombia
Amitai Etziomi membahas bahwa sumber dan bentuk kekuasaan tersebut ada dua
macam yaitu kekuasaan jabatan (position power) dan kekuasaan pribadi (personal
power).[12]
Etziomi juga berpendapat bahwa perbedaan keduanya berasal dari konsep kekuasaan
itu sendiri sebagai suatu alat untuk mempengaruhi perilaku.
1)
Kekuasaan jabatan (position power) merupakan
kekuasaan seorang pemimpin yang diperoleh karena kedudukan atau hirarki jabatan
formal dalam suatu organisasi atau lembaga
sehingga orang tersebut harus dipatuhi dan diikuti kehendaknya.
Ciri ciri dari kekuasaan jabatan ini cenderung dari
pimpinan ke arah bawahan. Dikenal juga
sebagai kekuasaan otoritas (authority). Atau kekuasaan yang disahkan
(legimatized/legitimasi). Segi negatif dari kekuasaan jabatan ini adalah
berbagai ancaman, hukuman, penolakan, penangguhan, keadaan yang tidak menentu,
sedangkan segi positifnya adalah pemberian hadiah, kenaikan gaji, promosi,
pujian dan sebagainya. Kekuasaan jabatan mencankup kekuasaan resmi, kekuasaan
paksaan, kekuasaan imbalan dan kekuasaan promosi.
2)
Kekuasaan pribadi (personal power) merupakan
kekuasaan seorang karena pribadinya mencerminkan hal-hal yang dikagumi dari
para pengikutnya. Kekuasaan pribadi mencankup kekuasaan keahlian, kekuasaan
keteladanan, dan kekuasaan koneksi.[13]
Untuk mengerti
lebih lanjut tentang sumber kekuasaan yang dapat melekat pada seorang
pemimpin, dapat diikuti beberapa pendapat, misalnya :
1) Peabody membagi kekuasaan menjadi 4 kategori,
yaitu
a)
Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
b)
Kekuasaan jabatan (position power)
c)
Kekuasaan kompetensi (competence power)
d)
Kekuasaan pribadi ( personal power)[14]
2) John French
dan Betran H. Raven membedakan
adanya 5 macam yaitu:
a)
Kekuasaan paksaan ( coercive power)
b)
Keuasaan keahlian (expert power)
c)
Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
d)
Kekuasaan penghargaan (reward power)
e)
Kekuasaan referensi (referent power) [15]
3) Betran H. Raven bekerjasama dengan W.
Krunglanski mengemukakan sebagai berikut
a)
Kekuasaan paksaan
(coercive power)
b)
Kekuasaan keahlian (expert power)
c)
Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
d)
Kekuasaan penghargaan (reward power)
e)
Kekuasaan referensi (referent power)
f)
Kkuasaan informasi (information power)[16]
4) Yang terakhir pada tahun 1979, Kersey dan
Goldsmith, menambah satu kekuasaan
sehingga menjadi tujuh yaitu Kekuasaan hubungan (connection power).
Dengan melihat pemaparan pernyataan diatas
tersebut, bahwasanya setiap para ahli memiliki perbedaan mengenai bentuk-bentuk
dari kekuasaan, namun jika di telaah kembali bahwasanya bentuk kekuasaan yang
paling menonjol dari berbagai pendapat tersebut yaitu kekuasaan legitimasi.
Selanjutnya, Kersey, Blanchard dan Matemeyer
mengemukakan bahwa antara tingkat kematangan individu atau kelompok dengan
ketujuh macam sumberdaya ini ada hubungan langsung. Untuk itu di bawah ini
diuraikan ketujuh kekuasaan tersebut.
1) Kekuasaan Paksaan (coercive power) merupakan
kekuasaan yang cenderung untuk memberikan vonis, yang dimaksudkan kemungkinan seseorang dalam mempengaruhi
perilaku dengan menggunakan ancaman hukuman.
2) Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan
kekuasaan yang bersumber dari keahlian, kecakapan atau pengetahuan. Kekuasaan
ini murni datang dari dalam diri individu. Hal tersebut merupakan kapasitas
yang dimiliki individu atau unit kerja guna mempengaruhi orang lain dengan
memaparkan pengetahuan atau keahlian yang mereka miliki.
3) Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi karena posisinya. Legitimasi
ini dapat berupa surat keputusan yang mana didalamnya diterangkan kedudukan dan
kekuasaan dalam mengelola organisasi. Semakin tinggi kedudukan seseorang maka
semakin tinggi dan besar kekuasaan legitimasinya.
4) Kekuasaan penghargaan (reward power)
adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam memberikan hadiah/ penghargaan
kepada orang lain.
5) Kekuasaan referensi (referent power)
merupakan kekuasaan yang berasal dari sifat-sifat kepribadiannya. Yang dalam
gaya kepribadian atau perilaku orang tersebut memunculkan sebuah karisma.
6) Kekuasaan informasi (information power)
adalah kekuasaan yang bersumber pada informasi yang dimilikinya dan dinilai
sangat berharga oleh pengikutnya.
7) Kekuasaan hubungan (connection power)
adalah kekuasaan seorang yang bersumber dari hubungan yang dijalin oleh
pimpinan dengan orang-orang yang berpengaruh baik dalam maupun di luar
organisasi.
Jika dalam suatu organisasi seorang pemimpin
memiliki berbagai kekuasaan ingin berhasil dalam menggerakan bawahannya, maka
pimpinan juga harus memeperhatikan kekuasaan yang dimiliki bawahannya tersebut.
Menurut James A. Lee, kekuasaan bawahan ada 3
kategori diantaranya:
1) Kekuasaan kolektif (collective power)
yaitu kekuasaan yang diperoleh dari berbagai organisasi diluar organisasi
utama.
2) Kekuasaan legal (legal power) merupakan
kekuasaan yang bersumber dari berbagai perundangan, peraturan, maupun
perjanjian seperti jam kerja, gaji hak cuti, agama, kesehatan dan sebagainya.
3) Kekuasaan berlebih (affluence power)
yang brsumber pada kecenderungan dan tindakan yang menentang keputusan.[17]
Dengan adanya ketiga kategori tersebut,
seorang pimpinan dapat menjaga kedudukan dan kekuasaannya. Sehingga bisa
dikatakan bahwasannya kekuasaan tidak harus hanya dimiliki oleh pemimpin saja
namun bawahan atau anggota berhak memiliki kekuasaan, namun porsi yang dimiliki
berbeda-beda. Karena kekuasaan sangat memiliki pengaruh besar dalam sebuah
organisasi.
2.
PARTISIPASI
a. Pengertian
Partisipasi
Kata partisipasi jika dilihat dari kamus besar
Bahasa Indonesia sesungguhnya berasal
dari bahasa Inggris yaitu” partisipation”, secara umum artinya
keterlibatan banyak pihak atau keikutsertaan seeorang atau sekelompok secara
sukarela, sejak dari awal sampai akhir kegiatan.[18]
Dengan demikian “ partisipasi” sebagai
suatu “ nilai “ dimaksudkan bahwa dalam
kehidupan masyarakat, selalu menginkan
kebersamaan yang sejahtera dan damai, artinya nilai-nilai suatu kebersamaan
dalam berinteraksi yang melibatkan banyaknya orang lebih sering ditonjolakan
dari pada kehidupan secara individualistik.
Partisipasi bisa diartikan sebagai
keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi
tertentu.[19]
Oleh karena itu keikutsertaan banyak anggota
dalam suatu organisasi sangat diperlukan dalam mencapai tujuan suatu
oarganisasi, yang merupakan keniscayaan yang lebih baik dari pada hanya di
lakukan satu anggota atau sedikit anggota.
Pada dasarnya partisipasi didefinisikan
sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang
didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada
kelompok dalam usaha mencapai tujuan.[20]
Dengan berpatisipasi setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja
yang harus dilakukan.
Menurut Keith
Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang
kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.[21]
Jadi partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam
memeberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas keterlibatannya.
b. Bentuk –Bentuk
Partisipasi
Ada beberapa bentuk partisipasi dalam suatu
lembaga tau oraganisasi yang diberikan oleh atau anggota , diantaranya
1) Partisipasi Uang merupakan bentuk partisipasi
untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian
kebutuhan masyarakat yang memerlikan bantuan.
2) Partisipasi harta benda adalah partisipasin
dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau
perkakas.
3) Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang
diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat
menunjang keberhasilan suatau program
4) Partisipasi ketrampilan, yaitu memberikan
dorongan melalui ketrampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan
maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan sosialnya.
5) Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi
berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk
menyusun program maupun untuk melancar pelaksanaan program dan juga untuk
mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna
mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
6) Partisipasi sosial , merupakan sebagai tanda
paguyuban. Misalnnya arisan, menghadiri kematian dan lainnya. Dapat juga
sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka motivasi orang lain untuk
berpartisipasi.
7) Partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/ forum dalam rangka
mengambil keputuasan yang terkait dengan
kpentingan bersama.
8) Partisipasi representatif, partisipasi yang
dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan /mandat kepada wakilnya yang duduk
dalam organisasi atau panitia.[22]
Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah
disebutkan diatas, maka bentuk bentuk partisipasi dapat dikelompokan menjadi 2 jenis, yaitu
bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga
bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Sehingga
partisipasi tersebut tidak hanya berupa materi namum juga berupa imateri, dan
partisipasi dalam sebuah organisasi harus dimiliki oleh setiap anggota.
c. Unsur-unsur
Partisipasi
Menurut Keith Davis ada tiga unsur penting
partisipasi, yaitu:
1) Bahwa partisipasi atau keikutsertaan
sesungguhnya merupakan suatu
keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari pada semata-mata atau hanya
keterlibatan secara jasmaniah.
2) Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada
usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang,
kesukarelaan untuk membantu kelompok.
3) Tanggungjawab merupakan segi yang menonjol
dari rasa menjadi anggota. [23]
d. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Partisipasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan orang dalam berpartisipasi,
yaitu:
1) Usia, mereka dari kelompk usia menengah ke
atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap cenderung lebih banyak yang
berpartisaipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainya.
2) Jenis Kelamin, nilai yang cukup lama dominan
dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa
pada dasarnya tempat perempuan adalah
di dapur, namun hal ini mulai bergeser seiring dengan perkembangan gerakan
emansipasi wanita dan pendidikan semakin baik
3) Pendidikan,
dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap
lingkungannya.
4) Pekerjaan dan penghasilan, jika itu cukup baik
dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari,
maka akan mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
5) Lamanya Tinggal, semakin lama ia tinggal dalam
lingkungan tersebut, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih
terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan
tersebut. [24]
Dengan demikian, tingkat partisipasi seseorang
itu tidak hanya teralisasi dari satu sisi faktor saja namun dari berbagai
faktor yang dapat mendorong sesorang untuk ikut serta dalam setiap kegiatan
dalam suatu organisasi.
C. KESIMPULAN
1. Kekuasaan adalah suatu kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk dapat merealisir
keinginannya.Bentuk-bentuk Kekuasaan diantaranya, kekuasaan jabatan, kekuasaan
pribadi, kekuasaan paksaan, kekuasaan keahlian, kekuasaan penghargaan,
kekuasaan refrensi dan sebagainya.
2. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat
atau orang perorang dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat atau organisasi
dalam mencapai tujuan bersama. Bentuk –bentuk dari partisipasi diantarannya:
partisipasi uang, harta benda, tenaga, pikiran, keterampilan dan partisipasi
sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi diantaranya: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan dan lamanya tinggal.
DAFTAR RUJUKAN
Davis,
Keith. 1962. Human Relation At Work. New Yorrk, San Francisco,
Toronto London
Etziomi, Amitai. 1961. A Comparative
Analysis of Complex Organization,
New York :The Free Pres
Freire, Paulo. 1999. POLITIK Pendidikan , Kebudayaan, Kekuasaan Dan
Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Istianto, Bambang. 2011. Demokratisasi Birokrasi. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Kaloh, J. 2010. Kepemimpinan Kepala
Daerah(Pola Kgiatan, Kekuasaan Dan Perilaku Kepala Darah Dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah). Jakarta: Sinar Grafika
Peabody, R. L. 1962. “ Perceptions of
Organizational Authority : A Comperative Analysis” administrative Quarterly
6
Sopiah, 2008. PerilakuOrganisasi. Yogyakarta: Andi Offset
Soelaiman, Holil. 1980. Perencanaan Sosial
dalam Usaha Kesejahteraan Sosial, Bandung
Rivai, Veitzal, dan Deddy Mulyadi.
kepemimpinan dan perilaku organisasi, Jakarta : Rajawali Pres
Thoha, Miftah. 2009. Perilaku ORGANISASI
Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Tim Penulis Modul FISIP-UT. 1994. Materi
Pokok KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334 /3SKS, (Jakarta : Universitas Ter buka
Wazir. 1999. Panduan Penguatan Manejemn
Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta:
Sekretariat Bina Desa
[1]Tim Penulis Modul FISIP-UT, Materi Pokok
KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334 /3SKS,
(Jakarta : Universitas Ter buka, 1994), Hlm: 5.3
[2]Keith, Davis, Human Relation At
Work, (New Yorrk, San Francisco, Toronto, London : 1962), Hlm: 16
[3]J, Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah(Pola Kgiatan, Kekuasaan Dan
Perilaku Kepala Darah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010),hlm: 106
[4]Sopiah, PerilakuOrganisasi, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008) hlm: 98
[5]Veitzal, Rivai dan Deddy Mulyadi,
kepemimpinan dan perilaku organisasi, Jakarta : Rajawali Pres, hlm: 342
[6]Miftah Thoha, Perilaku ORGANISASI Konsep Dasar Dan Aplikasinya,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), Hlm: 330
[7]Paulo, Freire, POLITIK Pendidikan
, Kebudayaan, Kekuasaan Dan Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hlm : 16
[8]Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvesional Menuju
Dakwah Profesional, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm: 13
[9]Tim Penulis Modul FISIP-UT, Materi Pokok
KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334/3SKS, (Jakarta : Universitas Terbuka,
1994), Hlm: 5.3
[10]Veitzal, Rivai dan Deddy Mulyadi,
kepemimpinan dan perilaku organisasi, Jakarta : Rajawali Pres, hlm: 342
[11]Ibid., hlm: 5.3
[12]Amitai, Etziomi, 1961, A Comparative Analysis of Complex Organization, (New York :The Free
Press)
[13]Ibid.,
[14]R. L. Peabody, “ Perceptions of Organizational Authority : A Comperative
Analysis” administrative Quarterly 6 (1962) , hlm. 463-482
[15] J, Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah(Pola Kgiatan, Kekuasaan Dan
Perilaku Kepala Darah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010),hlm: 108
[16]Miftah Thoha, Perilaku ORGANISASI Konsep Dasar Dan Aplikasinya,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), Hlm; 333
[17]Tim Penulis Modul FISIP-UT, Materi Pokok
KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334 /3SKS,
(Jakarta : Universitas Ter buka, 1994), Hlm: 55-57
[18]Bambang, Istianto, Demokratisasi Birokrasi, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2011), hlm : 134
[19]Wazir, Panduan Penguatan Manejemn Lembaga Swadaya Masyarakat,
(Jakarta: Sekretariat Bina Desa, 1999),
hlm; 29
[20]Keith, Davis, Human Relation At
Work, (New Yorrk, San Francisco, Toronto, London : 1962), Hlm: 16
[21]Ibid, hlm : 15
[22]Holil, Soelaiman, perencanaan Sosial
dalam Usaha Kesejahteraan Sosial, (Bandung, 1980), hlm: 81
[23]Ibid, hlm : 17
[24]Ross, Murray G. And B.W Lappin, Community Organization: theory,
principles and pratice, Secon Edition (New York: Harper & Publisher,
1967), hlm: 130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar