Senin, 09 Maret 2015

KEKUASAAN DAN PARTISIPASI



BAB VI


A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam setiap lembaga atau organisasi  diperlakukan adanya pengaruh, begitu juga dengan adanya suatu partisipasi baik dari pimpinan maupun dari anggta atau masyarakat, karena dengan adannya keduanya sebuah organisasi dapat berjalan lancar dan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan.
Menurut Amitai, Kekuasaan merupakan kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi perilaku.[1] Dengan demikian mempengaruhi merupakan inti dari kekuasaan, agar seseorang dapat menjadi pimpinan yang efektif orang itu harus mampu mempengaruhi orang lain, agar mau menjalankan  permintaan, serta menjalankan kebijakannya.
Bisadikatakan bahwasannya kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain dalam arah yang diinginkan. Kekuasaan digunakan untuk menjelaskan kapasitas absolut seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku atau sikap seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai target pada waktu tertentu.
Sedangkan Partisipasi menurutKeith  Davis, merupakan suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.[2] Sehingga partisipasi merupakan keikutserataan atau keterlibatan anggota masyarakat atau organisasi dalam menjalankan atau melaksanaakan suatu program yang ada agar dapat mencapai tujuan bersama-sama. Oleh karena itu, kekuasaan dan partisipasi itu sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi, karena tanpa adanya kekuasaan dari seorang pemimpin maka organisasi tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan aturan, begitu pula dengan partisipasi, dengan adannya partisipasi anggota masyarakat atau organisasi, suatu kegiatan apapun pasti berjalan dengan baik.
Dengan demikian dari pemamparan pernyataan diatas dalam makalah ini akan memfokuskan pembahasan pada pengertian sumber dan bentuk kekuaasan dan partisipasi dalam organisasai.
2.      Rumusan Masalah
a.       Apakah pengertian, sumber dan bentuk kekuasaan?
b.      Apakah pengertian dan bentuk partisipasi?

3.      Tujuan Pembahasan
a.       Untuk memahami pengertian, sumber dan bentuk kekuasaan
b.      Untuk memahami pengertian dan bentuk partisipasi

B.     PEMBAHASAN
1.      KEKUASAAN
a.      Pengertian Kekuasaan
Istilah power (kekuasaan) berasal dari kata Yunani yang berarti sanggup untuk membuat sesuatu, sanggup untuk mempengaruhi orang, sanggup membuat perubahan dan tanpa kekuasaan sesuatu tidak akan terjadi.[3]
Kekuasaan merupakan kapasitas seorang tim, atau organisasi untuk mempengaruhi pihak lain.[4] Kekuasan adalah perilaku seseorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
Kekuasaan adalah suatu proses yang wajar dalam setiap kelompok atau organisasi. Dengan demikian, perlu diketahui bagaimana kekuasaan itu diperoleh dan dijalankan, sehingga dapat mengetahui sepenuhnya perilaku organisasi.[5]
Kata kekuasaan sering dikaitkan dengan kedudukan orang pada jabatan, meskipun dalam beberapa literatur manajemen telah dipakai secara luas, akan tetapi masih terjadi kekaburan tentang pengertiannya.[6]
Istilah power  (kekuasaan) sering kali digunakan silih berganti dengan istilah istilah lainnya seperti pengaruh (influence) dan wewenang (authority, namun tidak keduannya memiliki pengertian yang sama, karena wewenang hanya merupakan bagian dari kekuasaan, yaitu hanya tercakup dalam salah satu variabel kekuasaan yang disebut dengan kekuasaan resmi.
Kekuasaan juga dipandang sebagai kekuatan yang negatif dan juga positif, sifatnya dialektis tetapi mode of operation-nya selalu represif. Sedangkan menurut Freire, kekuasaan bekerja pada dan melalui masyarakat. [7]
Sehingga kekuasaan bisa memberikan daya dorong atau pengaruh dari semuaperilaku manusia dimana masyarakat mempertahankan kehidupannya, berjuang dan berusaha mewujudkan cita-cita kehidupannya yang lebih baik.
Bertolak dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep tentang kekuasaan menunjukan daya kemampuan atau kelebihan pribadi yang dimiliki seseorang dalam berbagai aspek khususnya di dalam berinteraksi secara personal, sehingga dapat merealisir keinginnannya melalui orang lain.
Sedangkan pengertian kekuasan dalam organisasi islam yaitu suatu amanah atau kepercayaan, karena itu bagi oarang-rang yang beragama kekuasaan harus dipertanggung jawabkan  kepada Tuhan dan mereka yang dibawahnya. [8] Artinya adalah setiap orang yang diberi kekuasaan wajib mempertanggungjawabkan penggunan kekuasaan tersebut.
Kekuasaan mempunyai kaitan erat dengan kepemimpinan, pendapat beberapa para tokoh tentang kekuasaan antara lain:
1)      Menurut Max Weber Kekuasaan adalah suatu kemungkinan yang membuat seseorang aktor dalam suatau hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang mampu menghilangkan rintangan.
2)      Russel mengartikan kekuasaan adalah suatu produksi dari akibat yang diinginkan.
3)      Bierstedt berpendapat bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mempergunakan kekuatan.
4)      Amitai Etzioni berpendapat “ kekuasaan adalah kemampuan untuk memebujuk atau mempengaruhi perilaku”.[9]
5)      Wrona mengatakan bahwa kekuasaan adalah suatu kontrol atas orang lain yang berhasil.
6)      Kekuasaan (Wafterd Nord) adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi alairan energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
7)      Menurut Dahl kekuasaan adalah jika orang A mempunyai kekuasaan atas orang B, maka A bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B terhadap A.
8)      Menurut Rogres kekuasaan sebagai suatu potensi dan suatu pengaruh.[10]
Dengan demikian, kekuasaan (power) adalah sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan, menjadi daya dorong untuk mempengaruhi, menggerakan, dan mengubah perilaku mencapai tujuan organisasi.
Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan sebagai potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Namun kekuasaan terkadang juga bisa diartikan sebagai persepsi sehingga masyarakat benar-benar diuntungkan oleh keyakinan lain bahwa mereka memiliki nilai.
Namun tidak menuntut kemungkinan bahwa kekuasaan membutuhkan kemandirian, hal tersebut sebenarnya lebih tepatnya adanya saling bergantungan satu sama lain. Sebagai contoh, pihak kepala sekolah  memiliki kekuasaan yang subordinat akibat kontrol terhadap kinerja para guru dan karyawan sekoalah, sedangkan para guru dan karyawan memiliki kekuasaan penyeimbang melalui  pengendalian kekuasaan produktivitas kerja dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, yang dengan begitu muncul kesan positif guru dan kepala sekolah.

b.      Sumber dan Bentuk Kekuasaan
Sumber dan bentuk keuasaan muncul dari pernyataan  Machiavelli yang dikemukakan pertama kali pada abad ke-16. Machiavelli mengatakan bahwa “suatu hubungan yang baik dapat tercipta bila didasarkan pada cinta (kekuasaan pribadi) dan ketakutan (kekuasaan jabatan).[11]
Sehingga berdasarkan hal tersebut seoarang ahli sosiologi  dari Universitas Colombia Amitai Etziomi membahas bahwa sumber dan bentuk kekuasaan tersebut ada dua macam yaitu kekuasaan jabatan (position power) dan kekuasaan pribadi (personal power).[12] Etziomi juga berpendapat bahwa perbedaan keduanya berasal dari konsep kekuasaan itu sendiri sebagai suatu alat untuk mempengaruhi perilaku.
1)      Kekuasaan jabatan (position power) merupakan kekuasaan seorang pemimpin yang diperoleh karena kedudukan atau hirarki jabatan formal dalam suatu organisasi atau lembaga  sehingga orang tersebut harus dipatuhi dan diikuti kehendaknya.
Ciri ciri dari kekuasaan jabatan ini cenderung dari pimpinan ke arah bawahan.  Dikenal juga sebagai kekuasaan otoritas (authority). Atau kekuasaan yang disahkan (legimatized/legitimasi). Segi negatif dari kekuasaan jabatan ini adalah berbagai ancaman, hukuman, penolakan, penangguhan, keadaan yang tidak menentu, sedangkan segi positifnya adalah pemberian hadiah, kenaikan gaji, promosi, pujian dan sebagainya. Kekuasaan jabatan mencankup kekuasaan resmi, kekuasaan paksaan, kekuasaan imbalan dan kekuasaan promosi.
2)      Kekuasaan pribadi (personal power) merupakan kekuasaan seorang karena pribadinya mencerminkan hal-hal yang dikagumi dari para pengikutnya. Kekuasaan pribadi mencankup kekuasaan keahlian, kekuasaan keteladanan, dan kekuasaan koneksi.[13]
Untuk mengerti  lebih lanjut tentang sumber kekuasaan yang dapat melekat pada seorang pemimpin, dapat diikuti beberapa pendapat, misalnya :
1)      Peabody membagi kekuasaan menjadi 4 kategori, yaitu
a)      Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
b)      Kekuasaan jabatan (position power)
c)      Kekuasaan kompetensi (competence power)
d)     Kekuasaan pribadi ( personal power)[14]
2)      John French  dan Betran  H. Raven membedakan adanya 5 macam yaitu:
a)      Kekuasaan paksaan ( coercive power)
b)      Keuasaan keahlian (expert power)
c)      Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
d)     Kekuasaan penghargaan (reward power)
e)      Kekuasaan referensi (referent power) [15]
3)      Betran H. Raven bekerjasama dengan W. Krunglanski mengemukakan sebagai berikut
a)      Kekuasaan paksaan  (coercive power)
b)      Kekuasaan keahlian (expert power)
c)      Kekuasaan legitimasi (legitimate power)
d)     Kekuasaan penghargaan (reward power)
e)      Kekuasaan referensi (referent power)
f)       Kkuasaan informasi (information power)[16]
4)      Yang terakhir pada tahun 1979, Kersey dan Goldsmith,  menambah satu kekuasaan sehingga menjadi tujuh yaitu Kekuasaan hubungan (connection power).
Dengan melihat pemaparan pernyataan diatas tersebut, bahwasanya setiap para ahli memiliki perbedaan mengenai bentuk-bentuk dari kekuasaan, namun jika di telaah kembali bahwasanya bentuk kekuasaan yang paling menonjol dari berbagai pendapat tersebut yaitu kekuasaan legitimasi.
Selanjutnya, Kersey, Blanchard dan Matemeyer mengemukakan bahwa antara tingkat kematangan individu atau kelompok dengan ketujuh macam sumberdaya ini ada hubungan langsung. Untuk itu di bawah ini diuraikan ketujuh kekuasaan tersebut.
1)      Kekuasaan Paksaan (coercive power) merupakan kekuasaan yang cenderung untuk memberikan vonis, yang dimaksudkan  kemungkinan seseorang dalam mempengaruhi perilaku dengan menggunakan ancaman hukuman.
2)      Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang bersumber dari keahlian, kecakapan atau pengetahuan. Kekuasaan ini murni datang dari dalam diri individu. Hal tersebut merupakan kapasitas yang dimiliki individu atau unit kerja guna mempengaruhi orang lain dengan memaparkan pengetahuan atau keahlian yang mereka miliki.
3)      Kekuasaan legitimasi (legitimate power) merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi karena posisinya. Legitimasi ini dapat berupa surat keputusan yang mana didalamnya diterangkan kedudukan dan kekuasaan dalam mengelola organisasi. Semakin tinggi kedudukan seseorang maka semakin tinggi dan besar kekuasaan legitimasinya.
4)      Kekuasaan penghargaan (reward power) adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam memberikan hadiah/ penghargaan kepada orang lain.
5)      Kekuasaan referensi (referent power) merupakan kekuasaan yang berasal dari sifat-sifat kepribadiannya. Yang dalam gaya kepribadian atau perilaku orang tersebut memunculkan sebuah karisma.
6)      Kekuasaan informasi (information power) adalah kekuasaan yang bersumber pada informasi yang dimilikinya dan dinilai sangat berharga oleh pengikutnya.
7)      Kekuasaan hubungan (connection power) adalah kekuasaan seorang yang bersumber dari hubungan yang dijalin oleh pimpinan dengan orang-orang yang berpengaruh baik dalam maupun di luar organisasi.
Jika dalam suatu organisasi seorang pemimpin memiliki berbagai kekuasaan ingin berhasil dalam menggerakan bawahannya, maka pimpinan juga harus memeperhatikan kekuasaan yang dimiliki bawahannya tersebut.
Menurut James A. Lee, kekuasaan bawahan ada 3 kategori diantaranya:
1)      Kekuasaan kolektif (collective power) yaitu kekuasaan yang diperoleh dari berbagai organisasi diluar organisasi utama.
2)      Kekuasaan legal (legal power) merupakan kekuasaan yang bersumber dari berbagai perundangan, peraturan, maupun perjanjian seperti jam kerja, gaji hak cuti, agama, kesehatan dan sebagainya.
3)      Kekuasaan berlebih (affluence power) yang brsumber pada kecenderungan dan tindakan yang menentang keputusan.[17]
Dengan adanya ketiga kategori tersebut, seorang pimpinan dapat menjaga kedudukan dan kekuasaannya. Sehingga bisa dikatakan bahwasannya kekuasaan tidak harus hanya dimiliki oleh pemimpin saja namun bawahan atau anggota berhak memiliki kekuasaan, namun porsi yang dimiliki berbeda-beda. Karena kekuasaan sangat memiliki pengaruh besar dalam sebuah organisasi.

2.      PARTISIPASI
a.      Pengertian Partisipasi
Kata partisipasi jika dilihat dari kamus besar Bahasa Indonesia sesungguhnya  berasal dari bahasa Inggris yaitu” partisipation”, secara umum artinya keterlibatan banyak pihak atau keikutsertaan seeorang atau sekelompok secara sukarela, sejak dari awal sampai akhir kegiatan.[18] Dengan demikian “ partisipasi”  sebagai suatu “ nilai “ dimaksudkan  bahwa dalam kehidupan masyarakat,  selalu menginkan kebersamaan yang sejahtera dan damai, artinya nilai-nilai suatu kebersamaan dalam berinteraksi yang melibatkan banyaknya orang lebih sering ditonjolakan dari pada kehidupan secara individualistik.
Partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu.[19]
Oleh karena itu keikutsertaan banyak anggota dalam suatu organisasi sangat diperlukan dalam mencapai tujuan suatu oarganisasi, yang merupakan keniscayaan yang lebih baik dari pada hanya di lakukan satu anggota atau sedikit anggota.
Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan.[20] Dengan berpatisipasi setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan.
Menurut Keith  Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.[21]
Jadi partisipasi  adalah suatu keterlibatan mental  dan emosi serta fisik peserta dalam memeberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam pencapaian  tujuan dan tanggung jawab atas keterlibatannya.

b.      Bentuk –Bentuk Partisipasi
Ada beberapa bentuk partisipasi dalam suatu lembaga tau oraganisasi yang diberikan oleh atau anggota , diantaranya
1)      Partisipasi Uang merupakan bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian  kebutuhan masyarakat yang memerlikan bantuan.
2)      Partisipasi harta benda adalah partisipasin dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.
3)      Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatau program
4)      Partisipasi ketrampilan, yaitu memberikan dorongan melalui ketrampilan yang dimilikinya kepada anggota  masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
5)      Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk melancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan  kegiatan yang diikutinya.
6)      Partisipasi sosial , merupakan sebagai tanda paguyuban. Misalnnya arisan, menghadiri kematian dan lainnya. Dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka motivasi orang lain untuk berpartisipasi.
7)      Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/ forum dalam rangka mengambil keputuasan  yang terkait dengan kpentingan bersama.
8)      Partisipasi representatif, partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan /mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.[22]
Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, maka bentuk bentuk partisipasi  dapat dikelompokan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Sehingga partisipasi tersebut tidak hanya berupa materi namum juga berupa imateri, dan partisipasi dalam sebuah organisasi harus dimiliki oleh setiap anggota.

c.       Unsur-unsur Partisipasi
Menurut Keith Davis ada tiga unsur penting partisipasi, yaitu:
1)      Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya  merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari pada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
2)      Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok.
3)      Tanggungjawab merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. [23]



d.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi  kecenderungan orang dalam berpartisipasi, yaitu:
1)      Usia, mereka dari kelompk usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap cenderung lebih banyak  yang berpartisaipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainya.
2)      Jenis Kelamin, nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa  pada dasarnya tempat perempuan  adalah di dapur, namun hal ini mulai bergeser seiring dengan perkembangan gerakan emansipasi wanita dan pendidikan semakin baik
3)      Pendidikan,  dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya.
4)      Pekerjaan dan penghasilan, jika itu cukup baik dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari,  maka akan mendorong seseorang untuk berpartisipasi  dalam suatu kegiatan.
5)      Lamanya Tinggal, semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tersebut, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut. [24]
Dengan demikian, tingkat partisipasi seseorang itu tidak hanya teralisasi dari satu sisi faktor saja namun dari berbagai faktor yang dapat mendorong sesorang untuk ikut serta dalam setiap kegiatan dalam suatu organisasi.

C.    KESIMPULAN
1.      Kekuasaan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk dapat merealisir keinginannya.Bentuk-bentuk Kekuasaan diantaranya, kekuasaan jabatan, kekuasaan pribadi, kekuasaan paksaan, kekuasaan keahlian, kekuasaan penghargaan, kekuasaan refrensi dan sebagainya.
2.      Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat atau orang perorang dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat atau organisasi dalam mencapai tujuan bersama. Bentuk –bentuk dari partisipasi diantarannya: partisipasi uang, harta benda, tenaga, pikiran, keterampilan dan partisipasi sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi diantaranya: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan dan lamanya tinggal.
DAFTAR RUJUKAN

Davis,  Keith. 1962. Human Relation At Work. New Yorrk, San Francisco, Toronto London
Etziomi, Amitai. 1961. A Comparative Analysis of  Complex Organization, New York :The Free Pres
Freire, Paulo. 1999. POLITIK  Pendidikan , Kebudayaan, Kekuasaan Dan Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Istianto, Bambang. 2011. Demokratisasi Birokrasi. Jakarta: Mitra Wacana Media
Kaloh, J. 2010. Kepemimpinan Kepala Daerah(Pola Kgiatan, Kekuasaan Dan Perilaku Kepala Darah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah). Jakarta: Sinar Grafika
Peabody, R. L. 1962. “ Perceptions of Organizational Authority : A Comperative Analysis” administrative Quarterly 6
Sopiah, 2008. PerilakuOrganisasi. Yogyakarta: Andi Offset
Soelaiman, Holil. 1980. Perencanaan Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial, Bandung
Rivai, Veitzal, dan Deddy Mulyadi. kepemimpinan dan perilaku organisasi, Jakarta : Rajawali Pres
Thoha, Miftah. 2009. Perilaku ORGANISASI Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Tim Penulis Modul FISIP-UT. 1994. Materi Pokok  KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334 /3SKS,  (Jakarta : Universitas Ter buka
Wazir. 1999. Panduan Penguatan Manejemn Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta:  Sekretariat Bina Desa







[1]Tim Penulis Modul FISIP-UT, Materi Pokok  KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334 /3SKS,  (Jakarta : Universitas Ter buka, 1994), Hlm: 5.3
[2]Keith, Davis,  Human Relation At Work, (New Yorrk, San Francisco, Toronto, London : 1962), Hlm: 16
[3]J, Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah(Pola Kgiatan, Kekuasaan Dan Perilaku Kepala Darah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),hlm: 106
[4]Sopiah, PerilakuOrganisasi, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008) hlm: 98
[5]Veitzal, Rivai dan Deddy Mulyadi,  kepemimpinan dan perilaku organisasi, Jakarta : Rajawali Pres, hlm:  342
[6]Miftah Thoha, Perilaku ORGANISASI Konsep Dasar Dan Aplikasinya, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), Hlm: 330
[7]Paulo, Freire, POLITIK  Pendidikan , Kebudayaan, Kekuasaan Dan Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm : 16
[8]Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvesional Menuju Dakwah Profesional, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm: 13
[9]Tim Penulis Modul FISIP-UT, Materi Pokok  KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334/3SKS, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1994), Hlm: 5.3
[10]Veitzal, Rivai dan Deddy Mulyadi,  kepemimpinan dan perilaku organisasi, Jakarta : Rajawali Pres, hlm:  342
[11]Ibid., hlm: 5.3
[12]Amitai, Etziomi,  1961,  A Comparative Analysis of  Complex Organization, (New York :The Free Press)
[13]Ibid.,
[14]R. L. Peabody, “ Perceptions of Organizational Authority : A Comperative Analysis” administrative Quarterly 6 (1962) , hlm. 463-482
[15] J, Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah(Pola Kgiatan, Kekuasaan Dan Perilaku Kepala Darah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),hlm: 108
[16]Miftah Thoha, Perilaku ORGANISASI Konsep Dasar Dan Aplikasinya, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), Hlm; 333
[17]Tim Penulis Modul FISIP-UT, Materi Pokok  KEPEMIMPINAN : 1-9, ADNE4334 /3SKS,  (Jakarta : Universitas Ter buka, 1994), Hlm: 55-57
[18]Bambang, Istianto, Demokratisasi Birokrasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), hlm : 134
[19]Wazir, Panduan Penguatan Manejemn Lembaga Swadaya Masyarakat, (Jakarta:  Sekretariat Bina Desa, 1999), hlm; 29
[20]Keith, Davis,  Human Relation At Work, (New Yorrk, San Francisco, Toronto, London : 1962), Hlm: 16
[21]Ibid, hlm : 15
[22]Holil, Soelaiman, perencanaan  Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial, (Bandung, 1980), hlm: 81
[23]Ibid, hlm : 17
[24]Ross, Murray G. And B.W Lappin, Community Organization: theory, principles and pratice, Secon Edition (New York: Harper & Publisher, 1967), hlm: 130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar