Kamis, 05 Maret 2015

PERILAKU ORGANISASI



BAB II



A.  PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Organisasi merupakan sebuah perkumpulan manusia yang memiliki tujuan, kecenderungan dan minat yang sama. Dalam menyikapi perbedaan antar individu dalam kelompok, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang akan menjalankan tanggung jawab memimpin, merencanakan, mengawasi, memonitoring serta mengawal terlaksananya tujuan yang disepakati bersama.
Seorang pemimpin organisasi memiliki andil yang sangat besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam melaksanakannya, maka pemimpin yang menentukan kemana organisasi mau dibawa dan bagaimana menggerakkan semua elemen yang ada dalam organisasi agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan itu tentu bukan perkara mudah, karena ada perbedaan manusia yang ada dalam organisasi yang seringkali memunculkan masalah yang rumit dan sulit dipecahkan dibanding masalah-masalah yang besifat teknis.
Perbedaan inividu tersebut adakalanya sulit difahami mengingat tidak selalu menyikapi tipe satu orang yang sama tetapi kadang kala meminta sikap yang berbeda. Setiap indiviu adalah unik (berbeda), dan setiap inividu menuntut perlakuan, sikap dan tindakan yang berbeda dari yang lainnya. Disamping individu, di dalam organisasi juga ada kelompok, untuk memahami perilaku kelompok jauh lebih sulit lagi karena di dalam kelompok itu terdapat banyak individu yang mana masing-masing individu adalah berbeda. Mana kala permasalahan kelompok yang terjadi, maka sulit dicari pemecahan karena kerap kali beberapa individu dalam kelompok tersebut tidak bersedia menerima perlakuan tertentu.
Mengetahui perilaku organisasi yang meliputi perilaku individu dan kelompok sangatlah penting bagi siapa saja yang terlibat dalam aktivitas organisasi, terutama bagi seorang pemimpin yang ingin sukses dalam kepemimpinannya. Pentingnya mempelajari dan mengetahui perilaku organisasi ini dapat ditunjukkan sebagai berikut[1]:
a.       Dengan mengetahui perilaku manusia, baik secara individu maupun kelompok di dalam organisasi, maka membantu bagi seorang pemimpin untuk meletakkan orang tersebut pada jabatan atau bagian pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian dan keahliannya
b.      Dengan mengetahui perilaku manusia, seorang pimpinan lebih mudah menentukan motivasi apa yang paling tepat bagi bawahannya agar semangat kerjanya meningkat
c.       Dengan mengetahui perilaku manusia dalam organisasi, maka dapat membantu para pemimpin dalam menggerakkan dan mengarahkan bawahannya melaksanakan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan
d.      Dengan mengetahui perilaku manusia dalam organisasi, maka dapat membantu para pemimpin dalam mengintegrasikan (menyatukan) bawahannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya mencapai tujuan organisasi
Perilaku organisasi menuntut pemahaman yang komplek tentang masing-masing individu dan kelompok, oleh karena itu seorang pemimpin tidak boleh meremehkan sekecil apapun masalah yang terjadi dalam organisasi agar semua program dapat berjalan lancar, efektif dan efisien. Dengan demikian maka pembahasan ini perilaku sangat penting dalam mengawal pemahaman tentang organisasi.

2.    Rumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
a.    Apakah Pengertian dan Ruang Lingkup Perilaku Organisasi?
b.    Bagaimana Perilaku Individu dan Perilaku Kelompok Dalam Organisasi?
c.    Bagaimana Peluang dan Tantangan Perilaku Organisasi?

3.    Tujuan
Sebagaimana dipaparkan dalam rumusan masalah, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.    Untuk Mengetahui Pengertian dan Ruang Lingkup Perilaku Organisasi
b.    Untuk Mengetahui Perilaku Individu dan Perilaku Kelompok Dalam Organisasi
c.    Untuk Mengetahui Peluang dan Tantang Perilaku Organisasi

B.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian Organisasi
Organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan dan penghidupan manusia. Setiap hari manusia berhubungan dengan organisasinya. Walaupun pengalaman organisasi itu ada yang menyenangkan dan menjengkelkan, ada yang positif dan ada pula yang negatif, tetapi manusia tetap saja memerlukan organisasi.
Istilah organisasi diambil dalam bahasa inggris “Organization” yang berarti “hal yang mengatur” dan kata kerjanya Organizing”, berasal dari bahasa latin “Organizer” yaitu mengatur dan menyusun.[2]
Organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk merealisasikan tujuan bersama.[3] Berdasarkan definisi di atas, bahwa dalam suatu organisasi minimal mengandung tiga elemen yang satu sama lain sulit dipisahkan. Ketiga elemen organisasi tersebut yaitu, sekelompok orang, interaksi dan bekerja sama, dan tujuan bersama.[4]
Organisasi dalam segala hal dinilai sangat perlu bagi masyarakat. Dalam dunia industri, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pertahanan. Organisasi telah memberikan keuntungan yang mengesankan bagi standar hidup dan pandangan  tentang dunia. Ukuran besarnya politik yang di hadapi setiap hari menggambarkan besarnya kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial yang secara terpisah dimiliki organisasi tersebut.[5]
Organisasi sebagai arena perserikatan orang-orang yang beraktivitas, aktivitas orang-orang tersebut terarah kepada pencapaian tujuan.[6] Berdasar kenyataan, bahwa setiap indiviu tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya seorang diri. Inividu terutama dalam masyarakat modern merasa bahwa dirinya mempunyai keterbatasan-keterbatasan kemampuan bila ia harus memenuhi kebutuhan sendiri. Setelah beberapa orang berkumpul dan bekerja sama yang terkoordinasi mencapai tujuan bersama mereka merasa lebih berhasil.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah proses penentuan, pengelompokan dan penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa organisasi merupakan fungsi administrasi yang dapat disimpulkan sebagai kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama.

2.    Pengertian perilaku organisasi
Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi. Tujuan praktis dari penelaahan studi ini adalah untuk mendeterminasi bagaimanakah perilaku manusia itu mempengaruhi usaha pencapaian tujuan-tujuan organisasi.[7]
Perilaku organisasi sering disingkat sebagai OB (Organisational Behavior), perilaku organisasi mempelajari tiga determinan perilaku dalam organisasi: perorangan (individu), kelompok dan struktur. Disamping itu, perilaku organisasi menerapkan pengetahuan yang diperoleh mengenain perorangan, kelompok dan efek dari struktur pada perilaku, agar organisasi bekerja dengan lebih efektif.[8]
Dalam proses kerja sama dua orang atau lebih terdapat bermacam-macam perilaku individu di dalam organisasi. Perbedaan itu terjadi karena latar belakang pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, budaya, usia yang berbeda. tidak ada satupun manusia yang sama persis sekalipun mereka kembar, yang menyamakan ialah mereka tetap sama-sama manusia.
Manusia dalam organisasi berinteraksi, baik dengan sesama individu maupun dengan kelompok atau organisasinya, hal inilah yang merupakan bagian dari teori perilaku organisasi. Untuk dapat menggambarkannya, maka berikut dijelaskan kerangka teori perilaku organisasi sebagai berikut[9]:

Pengalaman pribadi       Sifat-sifat pribadi     Latar Belakang
Perilaku manusia dalam organisasi
Interaksi individu organisasi
Organisasi
masa lampau     













                                                  

                       Lingkungan       Teknologi        Strategi

                    Gambar: Kerangka Teori Perilaku Organisasi

Kerangka di atas menggambarkan bahwa perilaku manusia dalam organisasi dipengaruhi oleh pengalaman pribadi pada masa lampau yang pernah dilakukannya, sifat-sifat pribadi yang menjadi karakter dan sulit untuk dirubah, serta latar belakang berperilaku tertentu. Tiga hal ini biasanya kerap menjadikan perilaku organisasi berubah-ubah sehingga terkadang sulit ditemukan apakah yang dilakukan itu saat itu terjadi ataupun memang sudah terbentuk sejak lama. Perilaku organisasi tersebut memunculkan interaksi invividu antar anggota yang nantinya terbentuklah organisasi yang tentunya memiliki anggota yang bervariasi perilakunya.
Dalam berinteraksi di sebuah organisasi, manusia sebagai individu menampilkan berbagai perilaku, baik perilaku itu sebagai sifat-sifat pribadi yang dibawa lahir (paham nativisme) atau pengalaman dari pengaruh lingkungan (paham empirisme) maupun kombinasi keduanya (paham konvergen). Sifat-sifat pribadi tersebut tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal. Adapun Interdisiplin yang mempengaruhi perilaku organisasi adalah psikologi, sosiologi, psikologi sosial, ilmu politik, antropologi, ekonomi, kesehatan, keteknikan, ilmu politik, budaya, agama, serta administrasi dan teori sistem seperti yang digambarkan dalam bagan perilaku organisasi berikut ini:[10]



PERILAKU ORGANISASI
PSIKOLOGI
SOSIOLOGI
PSIKOLOGI SOSIAL
   ILMU EKONOMI
     BUDAYA


ANTROPOLOGI
KETEKNIKAN
ADMINISTRASI DAN TEORI SISTEM
      
       POLITIK
AGAMA
KESEHATAN
 










                                                 
                        




Gambar: Fokus Interdisiplin Perilaku Organisasi


Gambar di atas menjelaskan berbagai disiplin yang dapat mempengaruhi perilaku organisasi, disiplin tersebut secara tidak disadari akan membentuk karakter yang melandasi fenomena bersikap para anggota organisasi. Dalam institusi Dewan Perwakilan Rakyat misalnya sebagai perwakilan rakyat dalam menyampaikan dan memperjuangkan kepentingan rakyat, namun dikarenakan faktor politik maka para anggota lebih mementingkan kebutuhan partainya ketimbang kepentingan rakyat, sehingga terciptalah konflik atau perilaku organisasi yang berbeda-beda.

3.    Ruang Lingkup Perilaku Organisasi
Perilaku organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang terdapat dalam organisasi tersebut. pengkajian masalah perilaku organisasi jelas akan meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi. Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau konflik, pembinaan karir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja (performance), kepuasan, pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational development), dan sebagainya.[11]
Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi seperti faktor ekonomi, politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadi kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi, meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan dibahas dalam konteks ilmu perilaku organisasi.[12]
Secara skematis, ruang lingkup kajian perilaku organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya, dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:[13]

Gambar: Ruang Lingkup Kajian Perilaku Organisasi

Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individu dalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasi haruslah dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber daya manusia (supportif), pendekatan kontingensi, pendekatan produktivitas dan pendekatan sistem. Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan untuk membantu pegawai agar berprestasi lebih baik, menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, dan kemudian berusaha menciptakan suasana dimana mereka dapat menyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki, sehingga mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan tugas.[14] Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akan mencapai hasil yang lebih baik pula, sehingga pendekatan ini disebut pula dengan pendekatan suportif.  
Sementara itu, pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda pula untuk mencapai keefektifan.[15] Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bersifat universal dan perilaku dapat berlaku dalam situasi apapun, tidak dapat diterima sepenuhnya.  
Disisi lain, pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagai ukuran seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkan keluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih baik merupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa baik penggunaan sumber daya dalam masyarakat.[16] Dalam hal ini perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur dalam kaitannya dengan masukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan sosial juga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabila perilaku organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, dan pada akhirnya akan menghasilkan produktivitas pada derajat yang diinginkan. 
Adapun pendekatan sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial, dimana di dalamnya terdapat seperangkat hubungan manusia yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara.[17] Ini berarti, dalam mengambil keputusan para manaer harus mengkaji hal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknya terhadap sistem yang lebih besar, sehingga memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit analysis).
Antara pendekatan sumber daya manusia dengan pendekatan produktivitas diatas, memiliki kaitan yang sangat erat, dimana adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat produktivitas organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang diharapkan, seorang pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang bersifat pribadi dan internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan antara kebutuhan dengan prestasi kerja. 
Untuk menjelaskan ruang lingkup komponen perilaku organisasi, maka berikut beberapa hal yang terkait dengan ruang lingkupnya:
a.    Motivasi dan Kepemimpinan
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai tenaga penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan dalam suatu perilaku.[18]
Linsley yang dikutip oleh Lester mendefinisikan motivasi secara umum sebagai: "The combination of forces which initiate direct and sustainb behavior toward a goal" yaitu gabungan dari kekuatan-kekuatan di mana memprakarsai, menunjukkan dan menyokong tingkah laku ke arah tujuan.[19]
Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari tingkah lakunya. Motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling  dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.[20]
Motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. Motivasi merupakan hasrat dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan untuk mencapai tujuan.Motivasi ini sangat penting, karena dengan adanya motivasi diharapkan setiap individu memiliki semangat untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
Dalam lembaga organisasi Pusat Pengembangan Bahasa Arab, sebagaimana disampaikan oleh beberapa staf pengajarnya bahwa pemberian motivasi pimpinan terhadap para anggotanya tidak efektif atau tidak tepat sasaran. Hal ini tampak pada kurangnya penghargaan dan reward bagi pengajar yang disiplin dan menjalankan pembelajaran dengan baik. Kondisi ini sebagaimana hasil pengamatan bahwa banyak pengajar yang terlambat masuk kelas dan tidak mempersiapkan perangkat pembelajaran sebelumnya.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa alasan situasi ini adalah karena walaupun gaji yang diberikan lumayan tapi tidak sebanding dengan beban yang ditanggung oleh para pengajar. Dengan demikian lambat laun pengajar yang aktif dan rutin akan mengikuti irama yang berjalan, sehingga tidak optimal lah pembelajaran.
Problem ini tidak lepas dari faktor kepemimpinan dalam lembaga tersebut, karena sebagaimana diketahui bahwa Kepala PPB tidak aspiratif terhadap masukan bawahannya serta mengambil kebijakan tanpa mempertimbangkan kekuatan secara fisik dan psikis tenaga pengajarnya sehingga semua tugas dikerjakan dengan apa adanya tanpa ada arah dan evaluasi yang jelas.
Semntara itu kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan.[21] Seorang pemimpin yang dapat memberi inspirasi, membujuk. mempengaruhi, dan memotivasi dapat memicu perubahan yang berguna. Menciptakan perubahan adalah salah satu tujuan kepemimpinan.
Dalam Islam, kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan dalam jumlah yang kecil sekalipun. Nabi Muhammad Saw bersabda:
عن ابن سعيد وأبى هريرة رضي الله عنهما قا: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذا خرج ثلاثة فى سفر فليؤمروا أحدهم ( رواه أبو داود )
“Dari Abu Sa’id dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin”. (HR. Abu Dawud). [22]
Bagi sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali mempunyai peran yang sangat penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti terjadinya proses membantu dan mendorong orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Jadi, faktor manusia atau pemimpinlah yang mempertautkan kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga mengubah yang tadinya hanya kemungkinan menjadi kenyataan. Adapun gaya kepemimpinan dapat dilihat dalam gambar berikut:[23]
Gambar: Tiga Gaya Kepemimpinan dan Pendekatan Perilaku  Dalam Organisasi

Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis), berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.  
 Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire).[24] Pemimpin otokratik adalah semua kebijaksanaan atau policy dasar ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaannya ditugaskan kepada bawahannya. Semua perintah, pemberian dan pembagian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya.[25] Jadi pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saa yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain: memuingkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu, pemimpin parsitipatif ini juga dikenal dengan kepemimpinan yang terbuka, bebas, dan non direktif. Orang yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi pemecahannya. Gaya partisipatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan yang rendah namun memiliki kemauan kerja yang tinggi.[26]
Adapun Ciri-ciri pemimpin partisipatif adalah sebagai berikut: a). Pemimpin melakukan komunikasi dua arah; b). Secara aktif mendengar dan merespon segenap kesukaran bawahan; c). Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan secara operasional; d) Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan; e). Mendorong bawahan untuk berpartisipasi; f). Tingkat kematangan bawahan sedang ke tinggi.[27] Jadi, pemimpin partisipatif lebih banyak mendesentralisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
Adapun pemimpin kendali bebas adalah pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai.[28] Jadi pemimpin kendali bebas menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif.

b.   Stres dan Konflik
Stres dan konflik merupakan suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi, bahkan stres dan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan kerja antar individu dan kelompok. Stres dan konflik dapat berdampak positif ataupun negatif bergantung pada pendekatan manajemen yang dilakukan
Stres menurut bahasa gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar atau ketegangan.[29]  Menurut Davis mengemukakan bahwa stress adalah bentuk reaksi terhadap tekanan yang intensitasnya sudah terlalu tinggi.[30] Sedangkan menurut istilah dan pengertian umum bahwa stress adalah suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Stress merupakan pengalaman internal yang menciptakan ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, lembaga, organisasi atau orang lain.[31]
Stres bisa dikatakan sebagai reaksi yang ditimbulkan karena banyaknya tuntutan yang mengharuskan terlaksananya sesuatu tetapi di luar kemampuan anggota organisasi. Sesuai dengan gambaran di PPBA, bahwa tuntutan kerap kali diberikan dalam intensitas yang tidak stabil, adakalanya rendah dan adakalanya tinggi sehingga terkadang pengajar belum siap ketika menerima tugas yang berat. Stres ini juga terkadang memunculkan konflik dalam tubuh organisasi, jika konflik tidak diselesaikan dengan baik, maka koordinasi organisasi menjadi runtuh.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa pimpinan PPBA tidak mampu menyelesaikan konflik pada beberapa bawahannya karena perintah tanpa didasari job desciption yang jelas serta penghargaan yang layak, maka terciptalah konflik yang belum terselesaikan.
Sedangkan konflik menurut bahasa yunani configere, conflict yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonis bertentangan.[32]
Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai.[33]
Menurut Veithzal Rivai, terdapat tiga penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.[34]
Bila dengan menggunakan metode-metode tersebut konflik masih belum dapat diselesaikan, manajer bisa menggunakan tenaga eksternal sebagai penengah atau mediator. Hal ini karena manajemen tidak selamanya dapat menggunakan kekuasaan untuk memaksakan atau mengatasi konflik yang ada.[35]
Konflik yang terjadi dalam organisasi harus dikelola sehingga menjadi potensi bagi kemajuan dan produktivitas organisasi. Dengan demikian konflik dalam organisasi harus segera diselesaikan agar tidak mengganggu jalannya organisasi untuk mencapai tujuan.
c.       Pembinaan Karir
Pembinaan karir adalah proses pelaksanaan (Implementasi) perencanaan karir. Pembinaan karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan non diklat.[36] Sedangakan menurut Handoko, bahwa pembinaan karir adalah peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu karir.[37] Kesuksesan proses pembinaan karir tidak hanya penting bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal atau faktor yang sering kali amat berpengaruh terhadap manajemen karir adalah[38]:
a.    Hubungan pegawai an organisasi
b.    Personalitas pegawai
c.    Faktor-faktor eksternal
d.   Politicking alam organisasi
e.    Sistem penghargaan
f.     Jumlah pegawai
g.    Ukuran organisasi
h.    Kultur organisasi
i.      Tipe menajemen
Pembinaan karir sangat penting dilakukan oleh pemimpin kepada anggotanya untuk meningkatkan potensi dirinya agar bisa mengembangkan prestasi kerjanya, sehingga tujuan organisasi bisa tercapai.
Pembinaan karir bersifat bimbingan pada perubahan tugas yang diberikan karena penyegaran maupun prestasi yang telah dicapai. Pembinaan karir harus dilakukan evaluasi dan dimonitor agar penempatannya tepat sasaran. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengajar bahwa untuk menentukan perbaikan tugas, maka dalam lembaga PPBA ditentukan berdasarkan asas like and dislike, jika pengajar tersebut kinerjanya bagus namun tidak disukai kepribadiannya maka tidak difungsikan. Sementara bagi pengajar yang disukai sekalipun kompetensinya kurang, maka akan difungsikan, sehingga profesionalan dikesampingkan. Hal ini akan menyebabkan organisasi tidak sehat dimana mengabaikan asas kompetensi dan kesenjangan sosial.
d.      Imbalan
Imbalan merupakan pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan. Imbalan ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus, insentif, dan lain-lain.[39]
Pemberian imbalan merupakan hal yang sulit dilakukan oleh manajemen terlebih harus diberikan memenuhi syarat adil dan layak. Faktor keadilan perlu ditekankan mengingat jerih payah baik fikiran maupun tenaga yang dikeluarkan oleh seorang pegawai seharusnya disesuaikan dengan apa yang dikerjakan, demikian juga faktor kelayakan tergantung kepada tingkat pekerjaannya, kondisi sosialnya dan pemenuhan kebutuhan seorang pegawai sehari-hari.
Sementara itu, tujuan pemberian imbalan adalah: memenuhi kebutuhan ekonomis, mengaitkan penerimaan dan kontribusi serta produktifitas karyawan, mengaitkan penerimaan dengan sukses finansial sebuah lembaga dan menjaga keseimbangan dan keadilan dalam pemberian upah.
Dalam menjalankan roda organisasi atau sebuah lembaga, maka diperlukan pentelaahan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian imbalan, diantaranya[40]:
a)      Distribusi tenaga kerja; merupakan penempatan pegawai pada posisi tertentu yang sesuai dengan kualifikasinya agar tercipta profesionalitas kerja dan tentunya terdapat kompensasi tertentu pada setiap bagian.
b)      Organisasi buruh atau pegawai; merupakan lembaga yang mewadahi aspirasi kaum buruh dan pegawai agar menindaklanjuti manakala mereka merasa tidak terdapat keadilan antara kerja yang mereka lakukan dengan kompesasi yang didapatkan.
c)      Kemampuan membayar lembaga; merupakan hasil kalkulasi lembaga atau organisasi atas usaha yang dilakukan dengan memperhatikan laba dan rugi setelah diketahui modal yang kembali. Hasil kalkulasi inilah yang dijadikan dasar seberapa kemampuan lembaga dalam memberikan imbalan.
d)     Produktifitas pegawai; adakalanya sebuah lembaga pendidikan perlu memberikan kompensasi lebih bagi pegawai yang bekerja dengan produktif, hal ini akan berdampak pada peningkatan kinerja daripada sebelumnya karena mereka merasa jerih payahnya dihargai.
e)      Biaya hidup; merupakan salah satu landasan yang dipakai oleh sebuah lembaga untuk memberikan imbalan. Biaya hidup yang memadai akan dapat memberikan dorongan motivasi yang berlebih ketika seorang pegawai sedang bekerja.
f)       Peraturan pemerintah; dalam pemberian imbalan, maka sebuah lembaga bergantung pada peraturan pemerintah agar apa yang dikeluarkan ada dasarnya serta terhindar dari kerugian.
g)      Pendapat pegawai; pendapat perlu diambil dari para pegawai, karena usaha ini akan memberikan keleluasaan terhadap penyampaian aspirasi serta memberikan interaksi yang harmonis antara kedua belah pihak manakala terjadi tuntutan atau harapan agar kompensasi diberikan secara standar.
Menurut keterangan di atas, bahwa pemberian imbalan harus mempertimbangkan atau memprioritaskan; tingkat kesulitan dan pengaruh posisi kerja, kebutuhan individu pekerja, produktifitasnya dalam arti semakin produktif semakin besar pendapatannya, kesesuaian dengan UMR, kesepakatan dengan pihak pegawai, serta jika pekerja itu dari lembaga penyalur tenaga kerja maka harus diperhatikan tingkat nominal yang telah disepakati dengan serikat pekerja.
Imbalan tentunya akan diperoleh setelah melakukan suatu pekerjaan, imbalan ini tentunya mempertimbangkan analisis dan evaluasi jabatan yang dibutuhkan sehingga penentuan nominalnya sesuai dengan porsi kerja dan kebutuhan pribadi yang memadai. Pada beberapa tahun ini, pengajar PPBA cenderung tidak mendapat kenaikan gaji sejak 2009 atau bisa dikatakan stabil. Sebenarnya menurut beberapa pengajar, bahwa kondisi ini boleh terjadi namun hendaknya tugas yang diberikan tidak bertambah sehingga kebutuhan juga bertambah. Oleh karena itu, peran pemimpin juga penting dalam memikirkan porsi gaji bawahannya termasuk pembagian tugas-tugasnya.

e.       Hubungan Komunikasi
Komunikasi ialah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang kepada orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan maupun bahasa nonverbal.[41] Orang yang melakukan komnikasi disebut komunikator, sementara orang yang diajak berkomunikasi disebut komunikan dan orang yang mampu berkomunikasi disebut komunikatif. Orang yang komunikatif ialah orang yang mampu menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung.[42]
Komunikasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam organisasi. Jika dua orang atau lebih bekerja sama maka perlu adanya komunikasi antar mereka. Makin baik komunikasi mereka makin baik pula kemungkinan kerja sama mereka dan hendaknya dalam berkomunikasi harus menggunakan tutur bahasa yang baik. Al-Qur’an menjelaskan cara komunikasi, sebagaimana firman Allah :
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا 
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”
Kata Baligh dalam bahasa Arab artinya sampai mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Apabila dikatkan dengan Qaul (komunikasi) baligh berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Jadi, komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat komunikan atau khalayak. Diantara yang harus disesuaikan oleh komunikator terhadap komunikan adalah pengalaman, daya pikir, bahasa dan pekerjaan komunikan.
Komunikasi berkaitan dengan interaksi antar dua manusia atau lebih yang berfungsi menyampaikan ide, gagasan dan lainnya agar tercipta hubungan komunikasi yang baik. Pada dasarnya lembaga PPBA pada masa dulu terjalin komunikasi yang baik antar pemimpin dan anggotanya, namun akhir-akhir ini seiring komunikasi satu arah maka hubungan kekeluargaan yang pernah terjalin menjadi pudar, hal ini bertambah manakala pimpinan jarang mendengar keluhan bawahan mengakibatkan komunikasi tidak berjalan efektif.

f.       Produktivitas atau Kinerja (Performance)
Pengertian produktivitas adalah kegiatan untuk menghasilkan sesuatu (barang atau jasa)[43]. Usaha meningkatkan produktivitas adalah hal yang penting untuk dilakukan karenanya merupakan sumber pertumbuhan utama dalam merealisasikan pembangunan organisasi secara lebih lanjut. Melihat dinamika organisasi bahwa pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan yang berakibat terjaganya kesinambungan produktivitas jangka panjang. Sebenarnya antara pertumbuhan dan produktivitas adalah dua hal yang terpisah, namun keduanya saling berkaitan dan bergantung satu sama lain yang memiliki hubungan yang harmonis, dinamis dan kompleks.
Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak tokoh berkaitan dengan kinerja atau performance. Menurut Simamora kinerja adalah tingkat pencapaian standar pekerjaan.[44] Sementara Nawawi, menegaskan bahwa kinerja diistilahkan sebagai karya adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik atau material maupun nonfisik atau nonmaterial.[45] Dengan demikian, performance atau kinerja adalah pencapaian hasil kerja yang sesuai dengan perencanaannya atau target yang sudah ditentukan baik yang berupa fisik atau non fisik.
Produktivitas berbasis aktifitas kerja yang menjamin bahwa anggota organisasi telah menjalankan dengan baik. Secara alami, para pengajar telah menjalankan peran dan tugasnya baik mengajar dan memonitor perkembangan peserta didik. Dikarenakan menurut beberapa pengajar bahwa penghargaan tidak sepenuhnya didapatkan, maka tingkat kinerjanya belum maksimal seperti yang telah dijelaskan di atas.



g.      Kepuasan
Kepuasan kerja tercermin dalam dunia kerja dimana baik pekerja maupun pemilik pekerjaan sama-sama terpenuhi kebutuhannya. Kepuasan kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka[46]. Sumber kepuasan kerja terdiri dari pekerjaan yang menantang, imbalan yang sesuai, kondisi lingkungan kerja yang mendukung dan rekan kerja yang mendukung. Adakalanya kepuasan kerja tercukupi secara finansial ataupun kenyamanan bekerja, namun terkadang menjadi tidak puas manakala jadwal liburan tidak terwujud sehingga dapat menurunkan prestasi kerja pegawai. Ketidakpuasan kerja dapat mengakibatkan menurunnya kinerja pegawai, mogok kerja ataupun pencurian sedikit demi sedikit, namun terkadang berakibat rotasi posisi terhadap jabatan yang sedang diemban.
Berbicara mengenai kepuasan, maka tidak terlepas dari anggota sebagai pelaksana tugas serta pimpinan untuk menilai apakah seluruh program telah terlaksana dengan baik. Kepuasan menjadi tema hangat antar pengajar di lembaga PPBA karena mengingat faktor like and dislike yang diterapkan serta tenaga potensial yang tidak difungsikan lagi ditambah imbalan yang kurang memadai, maka menyebabkan ketidakpuasan pengajar sebagai pelaksana.

h.    Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah
Pengambilan keputusan sering kita lakukan dalam keseharian, tetapi terkadang tidak kita sadari. Banyak keputusan yang harus diambil setiap hari, tergantung keperluannya. Membuat keputusan dan pemecahan masalah merupakan salah satu peranan yang harus dimainkan setiap leader dan manajer.
Pengambilan keputusan ialah proses memilih sejumlah alternatif.[47] Pengambilan keputusan penting bagi administrator pendidikan karena proses pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi dan perubahan organisasi. Keputusan yang diambil berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama peserta didik. Oleh karena itu, setiap administrator pendidikan harus memiliki keterampilan mengambil keputusan secara tepat, cepat, efektif dan efesien.
Pemecahan masalah merupakan suatu proses pengamatan dan pengenalan serta usaha mengurangi perbedaan antara keadaan sekarang (das sein) dengan keadaan yang akan datang yang diharapkan (das sollen). Pemecahan masalah mengusahakan pendekatan antara jurang pemisah kesenjangan yang ada. masalah adalah perbedaan das sein dengan das sollen.
Kemampuan mengambil keputusan harus dimiliki oleh pimpinan sebagai pemilik kebijakan, demikian juga pemecahan masalah yang terjadi baik secara intern maupun ekstern. Dalam mengambil keputusan hendaknya mempertimbangkan beberapa aspek sehingga hasil keputusannya tepat, valid, dan tidak timpang sebelah.
Dalam menentukan kebijakan dalam lembaga PPBA menurut beberapa dosen cenderung sepihak dan tanpa pertimbangan seperti penentuan batasan materi yang tidak konsisten sehingga pengajar menjadi bingung, persiapan menjadi terganggu serta semangat untuk mengajar menjadi kendor. Dalam menyelesaikan masalah terlihat acuh tak acuh dengan kondisi, walaupun cepat diambil pemecahan masalah namun tidak didasar pertimbangan yang tepat sehingga beberapa aspek yang lain justru terbengkalai.

i.       Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi merupakan tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini ke kondisi masa yang akan datang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya[48]. Peralihan tersebut bukan berarti merubah semua tatanan yang berlaku, melainkan mengembangkan kondisi yang stagnan menjadi lebih dinamis serta beralih menuju kepada kemajuan.
Globalisasi sangat mempengaruhi bidang ekonomi, informasi, teknologi dan budaya. Semua bidang tersebut memerlukan pengelolaan organisasi yang profesional. Pengaruh globalisasi menuntut banyak perubahan dalam organisasi. Konskuensinya menuntut pula ketersediaan sumber daya manusia yang profesional dan mampu ikut serta berkontribusi dalam menghadapi pengaruh global tersebut.
Pengembangan organisasi merupakan upaya beradaptasi dengan lingkungan, upaya ini dianggap sebagai jalan keluar yang ngetrend untuk melakukan aktualisasi sebuah organisasi. Dalam lembaga PPBA, pengembangan organisasi memang telah terancang dengan baik, namun banyak kekurangannya diantaranya kurangnya SDM yang memadai karena peran potensial telah berganti, demikian juga menghadapi permintaan fakultas untuk disusun khusus perfakultas sehingga disusunlah buku bahasa Arab untuk fakultas. Buku tersebut disusun untuk membekali peserta didik dengan bacaan dan kosakata seputar bidangnya.



4.    Perilaku Individu Dalam Organisasi
Memahami perilaku individu sangatlah penting, seperti rekan kerja, atasan, bawahan, baik dilingkungan organisasi maupun di lingkungan masyarakat umum. Setiap orang merupakan pribadi yang unik, berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.[49] Oleh karena itu jika pimpinan memahami hal ini dengan baik maka pemimpin akan mampu menggerakkan karyawannya dengan lebih arif dan bijak yang ujungnya adalah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Kapasitas individu antara yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam berbagai tugas.[50] Setiap individu mempunyai kemampuan berfikir yang berbeda.
Perilaku individu secara keseluruhan merupakan hasil bentukan kepribadian dan pengalaman yang mengarahkan pada empat variabel yang tertanam dalam individu berikut: karakter biografis, kemampuan, kepribadian dan pembelajaran.
a)      Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan karakter individu yang terbentuk dari:
(1)   Usia; banyak kalangan menyebutkan bahwa usia dapat mempengaruhi kinerja pegawai, namun sepertinya anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena ternyata banyak juga orang yang sudah tua namun tetap saja tenaganya masih kuat bahkan mengungguli tenaga muda. Tetapi secara sadar memang diakui pada waktu muda seseorang lebih produktif dibandingkan ketika sudah tua.[51]  
(2)   Jenis kelamin; pada dasarnya perbedaan jenis kelamin mempengaruhi kinerja seorang pegawai karena tingkat emosionalnya berbeda serta keadaan psikisnya juga berbeda yang tentunya juga mempengaruhi tingkat kinerjanya.
(3)   Status perkawinan; perkawinan terkadang membawa motivasi tersendiri bagi seorang pegawai dalam bekerja. Hal ini sering tampak dimana seorang karyawan yang sudah menikah lebih bertanggung jawab serta lebih tenang ketimbang yang belum menikah, karena orang yang belum menikah akan terganggu dalam otaknya untuk berorientasi pada pencarian pasangan yang cocok baginya sehingga kinerjanya terpengaruh dengan kondisi tersebut. Biasanya karyawan yang sudah menikat lebih puas terhadap pekerjaan mereka dibandingkan dengan kaaryawan yang belum menikah.[52]
(4)   Masa kerja; pengalaman dalam menjalankan sebuah organisasi sangat dibutuhkan, karena masa kerja yang semakin lama akan menjadikannya semakin jauh dari kesalahan sehingga bekerja semakin baik, namun sebaliknya bagi karyawan yang memiliki masa kerja lebih sedikit maka pengalamannya juga kurang. Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih di bandingkan dengan rekan kerjanya yang lain, sehingga sering pengalaman/masa kerja menjadi salah satu pertimbangan sebuah perusahaan dalam mencari pekerja.[53]
Menurut faktor di atas, bahwa perilaku individu dalam organisasi kerap dipengaruhi oleh karateristik biologi dimana aspek perbedaan usia, jenis kelamin mempengaruhi perilaku, demikian juga masa kerja dan status perkawinan mempengaruhi semangat dan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan perilaku individu dalam organisasi.

b)   Kemampuan
Kapasitas individu antara yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam berbagai tugas.[54] Dalam menjalankan peran individu, maka sebagai manusia yang memiliki kemampuan berfikir terbagi menjai dua faktor, yaitu:[55]
1.      Kemampuan Intelektual
Untuk mengetahui tingkat intelektual seseorang, maka kemampuannya dapat diukur melalui tes IQ yang kadangkala dihubungkan dengan kemampuan emosional atau sering disebut EQ dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang diharapkan.
2.      Kemampuan Fisik
Disamping kemampuan intelektual di atas yang berperan menyelesaikan persoalan pola pikir dengan pemrosesan informasi, maka juga dibutuhkan kemampuan fisik untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan dan tenaga yang memadai. Misalnya suatu pekerjaan yang menuntut stamina, kekuatn lengan ataupun sebagainya.

c)    Kepribadian
Kepribadian merupakan dinamisasi organ psikofisik yang dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan merupakan kumpulan aksi dan interaksi antar sikap. Untuk mengetahuinya dibutuhkan kebiasaan dalam mengamati dan menilai standar kepribadian.
Adapun kepribadian Muslim dijelaskan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Al-Imran 3: 110 yang berbunyi:[56]
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa umat muslim adalah umat terbaik yang tugasnya adalam memerintahkan kepada yang makruf fan mencegah kepada kemungkaran, karena banyak manusia yang telah lupa dan lalai atas tugasnya yaitu menjadi khalifah fil ardh.
Diantara hal-hal yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian adalah:[57]
1.      Keturunan; merupakan sebab utama terbentuknya kepribadian, karena terkadang sikap orang tua menurun kepada anaknya termasuk kepribadian yang dibawa.
2.      Lingkungan; kondisi budaya, keluarga, sosial dan hubungan pertemanan dapat berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian seseorang.
3.      Konteks sosial; kepribadian terkadang juga terbentuk dari konteks sosial dimana dia berada sekalipun konsistensi tetap dia pegang, maka sesekali sikap itu muncul untuk menunjukkan kondisi sosial yang dialaminya.
Dalam berperilaku, seseorang adakalanya dipengaruhi oleh kepribadiannya, namun terkadang kepribadian itu dipengaruhi oleh faktor keturunan yang turun temurun, faktor lingkungan yang mengelilinginya serta konteks sosial yang mempengaruhi keleluasaan seorang anggota organisasi.

d)   Pembelajaran
Pembelajaran merupakan hasil pengalaman yang terjadi sebagai akibat perubahan yang konsister tentang perilaku. Perubahan tersebut menuntut berfikir, namun jika tidak dibarengi dengan perubahan perilaku maka tiak disebut pembelajaran.
Setiap individu dalam organisasi dipengaruhi oleh perbedaan konsep diri, kepribadian, sikap, kemampuan dan emosi yang dialami oleh setiap orang. Konsep diri menggambarkan untuk memandang diri sendiri dan bagaimana menampilkan diri sendiri di depan orang lain.

5.    Perilaku Kelompok Dalam Organisasi
Dalam perilaku organisasi tidak hanya membahas perilaku individu-inividu tapi juga perilaku kelompok, dimana kelompok ini merupakan kumpulan dari individu. Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.[58] Kelompok dalam organisasi ada dua macam yaitu kelompok formal dan informal.[59]
Kelompok formal, yaitu kelompok yang sengaja ibentuk untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, dimana anggota-anggotanya diangkat oleh organisasi.[60] Kelompok formal strukturnya jelas, hubungan antara orang-orang didalam kelompok juga jelas dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, tujuan dan sasaran yang akan dicapai kelompok ini juga jelas, dimana kelompok ini biasanya berorientasi pada tugas.
Didalam kelompok formal, ada dua macam kelompok, yaitu:[61]
1)   Kelompok komando, yaitu kelompok yang ditentukan oleh bagan organisasi dan melaksanakan tugas-tugas rutin organisasi. Kelompok ini terdiri dari bawahan yang melapor dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertento.
2)   Kelompok tugas, adalah suatu kelompok yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu. Misalnya mahasiswa di perguruan tinggi, dalam setiap perkuliahan biasanya memiliki kelompok untuk menyelesaikan tugas tertentu dari dosen.
Kelompok informal adalah sebagai suatu kelompok yang ada atau muncul dalam organisasi secara tidak resmi dan tidak tercantum dalam struktur organisasi.[62] Adapun kelompok informal ada dua kelompok:[63]
1)   Kelompok persahabatan, yang terbentuk karena adanya kesamaan-kesamaan tentang sesuatu hal, seperti hobi, status perkawinan, jenis kelamin, latar belakang, pandangan politik dan lain-lain. Misalnya orang-orang yang memiliki bobi yang sama: suka main badminton, sepak bola, tenis, renang. Mereka bergabung membentuk kelompok persahabatan.
2)   Kelompok kepentingan, merupakan kelompok yang berafiliasi untuk mencapai sasaran yang sama. Sasaran jenis ini tidak berkaitan dengan tujuan organisasi tetapi semata-mata untuk mencapai kepentingan kelompok itu sendiri.
Kelompok Formal
Kelompok Informal
Kelompok Komando
Kelompok Tugas
Kelompok Persahabatan
Kelompok Kepentingan
Melaksanakan Tugas Rutin
Melaksanakan Tugas /proyek
Tujuan
Untuk lebih jelasnya, jenis kelompok dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:

                          






Gambar: Jenis kelompok dalam organisasi

Bagan di atas menggambarkan bahwa terbentuknya kelompok secara berbeda dapat mengakibatkan faktor penugasan yang berbeda. Jika kelompok terbentuk secara formal maka sifat penugasan adalah komando atau berupa tugas yang harus dikerjakan. Sementara jika kelompok terbentuk secara informal maka sifat penugasan berupa persahabatan atau faktor kepentingan sementara. Tetapi jenis kelompok tersebut tidak lain adalah untuk mencapai tujuan yang sama.

6.    Peluang dan tantangan Dalam Perilaku Organisasi
Dalam sebuah organisasi yang diharapkan selalu eksis dalam bidang yang digeluti, maka tidak lain akan menghadapi peluang dan tantangan yang harus siap dalam menyikapi perilaku organisasi. Adapun peluang dan tantangan tersebut diantaranya[64]:
a)      Merespon dunia global
Untuk menjawab peluang sekaligus tantangan perilaku organisasi, maka sebuah organisasi harus memikirkan bagaimana agar komitmen yang dibangun dapat menyerap dan merespon dunia global. Hal ini perlu dilakukan mengingat masa demi masa keadaan sosial masyarakat selalu berubah sehingga perilaku organisasi harus mengiringi perubahan sosial masyarakat juga.
b)      Mengelola keragaman anggota organisasi
Dalam setiap organisasi, terdapat berbagai macam perilaku anggotanya. Diantara anggota ada yang sangat kritis dan aktif menyikapi segala aspek kehidupan, diantara anggota juga ada yang cuek bahkan diam dalam menyikapinya. Keadaan ini menuntut sebuah pemikiran bagaimana mengelola keragamannya dalam rangka menjaga keharmonisan serta tetap berusaha agar organisasi mengalami kemajuan.
c)      Meningkatkan kualitas dan produktivitas
Organisasi yang baik harus berusaha mengembangkan diri secara internal dalam bentuk peningkatan kualitas anggota serta produktivitas dalam merancang serta menjalankannya agar tercipta variasi model dan gaya berperilaku yang baik.
d)     Merespon kurangnya tenaga
Adakalanya sebuah organisasi berusaha menjalankan roda kepemimpinan dengan tujuan yang disepakati bersama. Namun terkadang ditemukan kurangnya tenaga yang kompeten untuk menjalankan bidang tertentu, sehingga dapat mengganggu pelaksanaannya. Demikian juga kerap ditemukan minat anggota untuk memilih satu bidang tertentu yang mengakibatkan kurangnya anggota pada bidang yang lain, sehingga kondisi ini juga dapat mengganggu keseimbangan organisasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memikirkan bagaimana menyikapi situasi ini agar tidak menjadi penghambat kemajuannya.
e)      Meningkatkan layanan costumer
Agar sebuah organisasi dapat dipercaya oleh costumer serta memiliki citra baik, maka harus ditingkatkan pelayanan kepada costumer. Hal ini penting karena harga sebuah kepercayaan adalah mahal serta dalam berbagai lembaga bahwa pelayanan adalah nomer satu, bahkan ada juga yang memandang pelayanan ramah, cepat dan tepat merupakan kunci keberhasilan layanan. Terlepas dari itu, peningkatan layanan menjadi sebuah tantangan dalam organisasi yang harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan walaupun dinamika organisasi kadang kala tidak stabil.
f)       Menstimulus inovasi dan perubahan
Ketika memandang kehidupan ini, maka tidak bisa tidak harus ikut merasakan dan mengikuti setiap perubahan sosial yang terjadi baik tentang gaya hidup, teknologi maupun tingkat kemajuan bersikap. Hal ini melandasi sebuah organisasi untuk melacak perubahan yang harus dilakukan. Agar organisasi tidak ketinggalan, maka harus dilakukan usaha prediktif untuk menstimulus kemungkinan inovasi dan perubahan yang akan dibuat ataupun akan terjadi.
g)      Meningkatkan perilaku etis
Dalam menjalankan roda organisasi, maka seorang pemimpin diharapkan menjaga perilaku etis antara sesama anggota maupun tugas pemimpin beserta pengurusnya untuk secara bersama-sama komitmen mematuhi segala aturan yang disepakati. Ketika masing-masing anggota secara sepakat menjauhi dari korupsi misalnya, maka tanpa pandang bulu tidak dibenarkan melakukan praktik korupsi sekecil apapun. Hal ini dilakukan tidak lain adalah karena menjaga perilaku etis dalam sebuah organisasi.

C.  KESIMPULAN
1.    Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi.
2.    Ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi meliputi:
a.    Motivasi dan kepemimpinan
b.    Stres dan atau konflik
c.    Pembinaan karir
d.   Imbalan
e.    Hubungan komunikasi
f.     Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
g.    Produktivitas dan atau kinerja (performance)
h.    Kepuasan
i.      Pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational development).
3.    Perilaku individu maupun kelompok dapat mempengaruhi perilaku organisasi, dimana aspek lingkungan, politik, sosial, keluarga dan aspek lainnya ikut andil membentuk kepribadian masing-masing individu. Jika dalam sebuah organisasi ditemukan adanya perselisihan kelompok tertentu, maka penyatuan langkah menuju sebuah tujuan tidak akan tercapai, sehingga perlu adanya penyikapan yang relevan terhadap masing-masing individu maupun kelompok tersebut.
4.    Dalam sebuah organisasi yang diharapkan selalu eksis dalam bidang yang digeluti, maka tidak lain akan menghadapi peluang dan tantangan yang harus siap dalam menyikapi perilaku organisasi. Adapun peluang dan tantangan tersebut diantaranya: Merespon dunia global, Mengelola keragaman anggota organisasi, Meningkatkan kualitas dan produktivitas, Merespon kurangnya tenaga, Meningkatkan layanan costumer, Menstimulus inovasi dan perubahan, Meningkatkan perilaku etis.

DAFTAR RUJUKAN

Achmad Mohyi, 1999, Teori dan Perilaku Organisasi, Malang: UMM Press

Akdon, 2009, Strategic Management For Educational Management, Bandung: Alfabeta

Andrew J. Dubrin, 2005, The Complete Ideal’s Guides: Leadership, Jakarta: Prenada Media

Bedjo Siswanto, 1990, Manajemen Modern, Bandung: Sinar Baru

Baharuddin dan  umiarso, 2012, Kepemimpinan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz media

Didin Kurniadin dan Imam Machali, 2012, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan, Jogjakarta

Dirawat, 1986, Pengantar Kepemimpinan Kependidikan, Surabaya: Usaha Nasional

Depdikbud, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Agama RI, 2010, Al-Qura’an Tajwid dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro

Engkoswara dan  Aan komariah, 2010, Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Goets and Davis, 1994, Introduction to Total Quality Management: Quality Productivity. Competitiveness, New Jaersey: Engliwood Clififfs

Hasibuan, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:  CV. Haji mas Agung

Hadari Nawawi, 1997, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Husaini Usman, 2009,  Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE

Isbandi Rukminto Adi, 2003, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya

James L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, 1985, Organizations,  Ciracas, Jakarta: Erlangga

John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson, 2006, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta: Erlangga, Hlm. 81 (jilid 1)

John Suprihanto, 2003,  Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Kartini Kartono, 1991, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press

Lili Karmelia P, 2007, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Jurnal Equilibrium Vol. 3 No. 5

L ester D. Crow, 1989, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Nurcahya

Miftah Thoha, 2007, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Mulyasa, 2011. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Mujamil  Qomar, 2007,  Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Surabaya:Erlangga

Ngalim Purwanto, 1984, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara

Pupun Sofiyati, 2011, Konflik dan Stress; Makalah Pengembangan dan Perilaku Organisasi, Malang: Universitas Brawijaya

Ramlan Ruvendi, 2005, Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor, Jurnal Ilmiah Bina Niaga Vol. 1 No. 1

Sardiman, 1986, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali

Siswanto dan Agus Sucipto, 2008, Teori dan Perilaku Organisasi: Suatu Tinjauan Intergratif, Malang: UIN Press

Stephen P. Robbins, 1996, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, terj., Hadyana pujaatmaka, Jakarta: PT Prenhallindo

Stephen P Robbins dan Mary Coulter, 2005, Manajemen, Edisi ke Tujuh, Jilid 2, Terjemahan Sarwiji dan Hermaya, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia

Tasrifin, 2010,  Manajemen Karir, Surabaya: Universitas Narotama

Tri Widodo W Oetomo, 1998, Perilaku Organisasi, Bandung

Veithzal Rifai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Veithzal Rivai,  2007, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada



[1] Achmad Mohyi, 1999, Teori dan Perilaku Organisasi, Malang: UMM Press, Hlm.132
[2] Achmad Mohyi, Ibid, Hlm. 1
[3] Bedjo Siswanto, 1990, Manajemen Modern, Bandung: Sinar Baru, Hlm. 74
[4] Ibid
[5] James L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, 1985, Organizations,  Ciracas, Jakarta: Erlangga, Hlm. 7
[6] Akdon, 2009, Strategic Management For Educational Management, Bandung: Alfabeta, Hlm.  43
[7] Miftah Thoha, 2007, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hlm. 5
[8] Stephen P. Robbins, 1996, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, terj., Hadyana pujaatmaka, Jakarta: PT Prenhallindo, Hlm. 9-10
[9] Husaini Usman, 2009,  Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Hlm. 148
[10] Ibid, Hlm. 149
[11] Tri Widodo W Oetomo, 1998, Perilaku Organisasi, Bandung, Hlm. 1-2
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid, Hlm. 4
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Isbandi Rukminto Adi, 2003, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Hlm. 37
[19] L ester D. Crow, 1989, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Nurcahya, Hlm. 55.
[20] Sardiman, 1986, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali, Hlm. 73
[21] Andrew J. Dubrin, 2005, The Complete Ideal’s Guides: Leadership, Jakarta: Prenada Media, Hlm. 4
[22] Mujamil  Qomar, 2007,  Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Surabaya:Erlangga, Hlm. 268-269
[23] Andrew J. Dubrin , Op.Cit
[24] Ngalim Purwanto, 1984, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara, Hlm. 46
[25] Dirawat, 1986, Pengantar Kepemimpinan Kependidikan, Surabaya: Usaha Nasional, Hlm. 49
[26]Baharuddin dan  umiarso, 2012, Kepemimpinan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz media, Hlm.  51
[27] Ibid, Hlm. 54
[28] Stephen P Robbins dan Mary Coulter, 2005, Manajemen, Edisi ke Tujuh, Jilid 2, Terjemahan Sarwiji dan Hermaya, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, Hlm. 460
[29] Depdikbud, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa,  1377.
[30]Goets and Davis, 1994, Introduction to Total Quality Management: Quality Productivity. Competitiveness, New Jaersey: Engliwood Clififfs, Hlm. 86, dalam Mulyasa, Op. Cit, hlm. 274
[31] Mulyasa, 2011. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, Hlm. 274
[32] Kartini Kartono, 1991, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press, Hlm. 213
[33] Pupun Sofiyati, 2011, Konflik dan Stress; Makalah Pengembangan dan Perilaku Organisasi, Malang: Universitas Brawijaya, Hlm. 2
[34] Veithzal Rifai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hlm. 515
[35]Didin Kurniadin dan Imam Machali, 2012, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan, Jogjakarta, Hlm. 273
[36] M. Tasrifin, 2010,  Manajemen Karir, Surabaya: Universitas Narotama, Hlm. 1
[37] Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE, Hlm123
[38] M. Tasrifin, Ibid, Hlm. 2
[39] Ramlan Ruvendi, 2005, Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor, Jurnal Ilmiah Bina Niaga Vol. 1 No. 1
[40] Ibid
[41] Husaini Usman, Op.Cit, Hlm. 420
[42] Ibid
[43]Engkoswara dan  Aan komariah, 2010, Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, Hlm. 38
[44]Hasibuan, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:  CV. Haji mas Agung, Hlm.  327
[45]Hadari Nawawi, 1997, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, Hlm. 235
[46] Ramlan Ruvendi, Op.Cit.
[47]Husaini Usman, Op.Cit. Hlm. 329
[48] Lili Karmelia P, 2007, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Jurnal Equilibrium Vol. 3 No. 5 Januari-Juni 2007. Hlm. 9
[49] John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson, 2006, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta: Erlangga, Hlm. 81 (jilid 1)
[50] John Suprihanto, 2003,  Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Hlm. 23
[51]Stephen P. Robbins, Op.Cit, Hlm. 224
[52] Siswanto dan Agus Sucipto, 2008, Teori dan Perilaku Organisasi: Suatu Tinjauan Intergratif, Malang: UIN Press, Hlm. 165
[53]Ibid, Hlm. 165
[54] John Suprihanto,  Ibid, Hlm. 23
[55] Veithzal Rivai,  2007, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hlm. 226-227
[56] Departemen Agama RI, 2010, Al-Qura’an Tajwid dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, Hlm. 64
[57] Sopiah, 2008, Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Andi Offset, Hlm. 60
[58] Ibid, Hlm. 25
[59] Achmad Mohyi, Op.Cit, Hlm. 141
[60] Ibid, Hlm. 144
[61] Sopiah, Op.Cit, Hlm. 27
[62] Achmad Mohyi, Op.Cit, Hlm.145
[63] Sopiah, Op.Cit, Hlm. 27-28
[64] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi , Op.Cit, Hlm. 182-185

2 komentar:

  1. Mantap bang, menambah pengetahuan.

    BalasHapus
  2. kalau bisa minta file mentahannya bang, untuk kerangka berpikir atau konsep tidak kebaca

    BalasHapus