BAB II
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Organisasi
merupakan sebuah perkumpulan manusia yang memiliki tujuan, kecenderungan dan
minat yang sama. Dalam menyikapi perbedaan antar individu dalam kelompok, maka
dibutuhkan seorang pemimpin yang akan menjalankan tanggung jawab memimpin,
merencanakan, mengawasi, memonitoring serta mengawal terlaksananya tujuan yang
disepakati bersama.
Seorang
pemimpin organisasi memiliki andil yang sangat besar dalam pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Dalam melaksanakannya, maka pemimpin
yang menentukan kemana organisasi mau dibawa dan bagaimana menggerakkan semua
elemen yang ada dalam organisasi agar dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk mencapai tujuan itu tentu bukan perkara mudah, karena ada perbedaan
manusia yang ada dalam organisasi yang seringkali memunculkan masalah yang
rumit dan sulit dipecahkan dibanding masalah-masalah yang besifat teknis.
Perbedaan
inividu tersebut adakalanya sulit difahami mengingat tidak selalu menyikapi
tipe satu orang yang sama tetapi kadang kala meminta sikap yang berbeda. Setiap
indiviu adalah unik (berbeda), dan setiap inividu menuntut perlakuan, sikap dan
tindakan yang berbeda dari yang lainnya. Disamping individu, di dalam
organisasi juga ada kelompok, untuk memahami perilaku kelompok jauh lebih sulit
lagi karena di dalam kelompok itu terdapat banyak individu yang mana masing-masing
individu adalah berbeda. Mana kala permasalahan kelompok yang terjadi, maka
sulit dicari pemecahan karena kerap kali beberapa individu dalam kelompok
tersebut tidak bersedia menerima perlakuan tertentu.
Mengetahui
perilaku organisasi yang meliputi perilaku individu dan kelompok sangatlah
penting bagi siapa saja yang terlibat dalam aktivitas organisasi, terutama bagi
seorang pemimpin yang ingin sukses dalam kepemimpinannya. Pentingnya
mempelajari dan mengetahui perilaku organisasi ini dapat ditunjukkan sebagai
berikut[1]:
a.
Dengan mengetahui
perilaku manusia, baik secara individu maupun kelompok di dalam organisasi,
maka membantu bagi seorang pemimpin untuk meletakkan orang tersebut pada
jabatan atau bagian pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian dan keahliannya
b.
Dengan mengetahui perilaku
manusia, seorang pimpinan lebih mudah menentukan motivasi apa yang paling tepat
bagi bawahannya agar semangat kerjanya meningkat
c.
Dengan mengetahui
perilaku manusia dalam organisasi, maka dapat membantu para pemimpin dalam
menggerakkan dan mengarahkan bawahannya melaksanakan tugas-tugasnya untuk
mencapai tujuan yang diinginkan
d.
Dengan mengetahui
perilaku manusia dalam organisasi, maka dapat membantu para pemimpin dalam
mengintegrasikan (menyatukan) bawahannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya
mencapai tujuan organisasi
Perilaku organisasi menuntut pemahaman yang komplek
tentang masing-masing individu dan kelompok, oleh karena itu seorang pemimpin
tidak boleh meremehkan sekecil apapun masalah yang terjadi dalam organisasi
agar semua program dapat berjalan lancar, efektif dan efisien. Dengan demikian
maka pembahasan ini perilaku sangat penting dalam mengawal pemahaman tentang
organisasi.
2. Rumusan Masalah
Melihat latar
belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah Pengertian dan Ruang Lingkup Perilaku
Organisasi?
b. Bagaimana Perilaku Individu dan Perilaku
Kelompok Dalam Organisasi?
c. Bagaimana Peluang dan Tantangan Perilaku
Organisasi?
3. Tujuan
Sebagaimana
dipaparkan dalam rumusan masalah, maka tujuan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk Mengetahui Pengertian dan Ruang
Lingkup Perilaku Organisasi
b. Untuk Mengetahui Perilaku Individu dan
Perilaku Kelompok Dalam Organisasi
c. Untuk Mengetahui Peluang dan Tantang
Perilaku Organisasi
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Organisasi
Organisasi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan dan penghidupan
manusia. Setiap hari manusia berhubungan dengan organisasinya. Walaupun
pengalaman organisasi itu ada yang menyenangkan dan menjengkelkan, ada yang
positif dan ada pula yang negatif, tetapi manusia tetap saja memerlukan
organisasi.
Istilah organisasi diambil dalam bahasa
inggris “Organization” yang berarti “hal yang mengatur” dan kata kerjanya
Organizing”, berasal dari bahasa latin “Organizer” yaitu mengatur dan menyusun.[2]
Organisasi dapat diartikan sebagai
sekelompok orang yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk merealisasikan
tujuan bersama.[3]
Berdasarkan definisi di atas, bahwa dalam suatu organisasi minimal mengandung
tiga elemen yang satu sama lain sulit dipisahkan. Ketiga elemen organisasi
tersebut yaitu, sekelompok orang, interaksi dan bekerja sama, dan tujuan
bersama.[4]
Organisasi
dalam segala hal dinilai sangat perlu bagi masyarakat. Dalam dunia industri,
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pertahanan. Organisasi telah memberikan
keuntungan yang mengesankan bagi standar hidup dan pandangan tentang dunia. Ukuran besarnya politik yang
di hadapi setiap hari menggambarkan besarnya kekuasaan politik, ekonomi, dan
sosial yang secara terpisah dimiliki organisasi tersebut.[5]
Organisasi sebagai arena perserikatan
orang-orang yang beraktivitas, aktivitas orang-orang tersebut terarah kepada
pencapaian tujuan.[6]
Berdasar kenyataan, bahwa setiap indiviu tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya
seorang diri. Inividu terutama dalam masyarakat modern merasa bahwa dirinya
mempunyai keterbatasan-keterbatasan kemampuan bila ia harus memenuhi kebutuhan
sendiri. Setelah beberapa orang berkumpul dan bekerja sama yang terkoordinasi
mencapai tujuan bersama mereka merasa lebih berhasil.
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah proses penentuan, pengelompokan
dan penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa organisasi merupakan fungsi
administrasi yang dapat disimpulkan sebagai kegiatan menyusun struktur dan
membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai
tujuan bersama.
2. Pengertian perilaku organisasi
Perilaku
organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia
dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang
ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang
ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi. Tujuan praktis dari
penelaahan studi ini adalah untuk mendeterminasi bagaimanakah perilaku manusia
itu mempengaruhi usaha pencapaian tujuan-tujuan organisasi.[7]
Perilaku
organisasi sering disingkat
sebagai OB (Organisational Behavior), perilaku organisasi mempelajari
tiga determinan perilaku dalam organisasi: perorangan (individu),
kelompok dan struktur. Disamping itu, perilaku organisasi menerapkan
pengetahuan yang diperoleh mengenain perorangan, kelompok dan efek dari
struktur pada perilaku, agar organisasi bekerja dengan lebih efektif.[8]
Dalam
proses kerja sama dua orang atau lebih terdapat bermacam-macam perilaku
individu di dalam organisasi. Perbedaan itu terjadi karena latar belakang
pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, budaya, usia yang berbeda. tidak
ada satupun manusia yang sama persis sekalipun mereka kembar, yang menyamakan
ialah mereka tetap sama-sama manusia.
Manusia
dalam organisasi berinteraksi, baik dengan sesama individu maupun dengan kelompok
atau organisasinya, hal inilah yang merupakan bagian dari teori perilaku
organisasi. Untuk dapat menggambarkannya, maka berikut dijelaskan kerangka
teori perilaku organisasi sebagai berikut[9]:
Pengalaman
pribadi Sifat-sifat pribadi Latar Belakang
|
Perilaku manusia dalam organisasi
|
|
Interaksi
individu organisasi
|
|
Organisasi
|
Lingkungan
Teknologi Strategi
Gambar: Kerangka Teori
Perilaku Organisasi
Kerangka
di atas menggambarkan bahwa perilaku manusia dalam organisasi dipengaruhi oleh
pengalaman pribadi pada masa lampau yang pernah dilakukannya, sifat-sifat
pribadi yang menjadi karakter dan sulit untuk dirubah, serta latar belakang
berperilaku tertentu. Tiga hal ini biasanya kerap menjadikan perilaku
organisasi berubah-ubah sehingga terkadang sulit ditemukan apakah yang
dilakukan itu saat itu terjadi ataupun memang sudah terbentuk sejak lama.
Perilaku organisasi tersebut memunculkan interaksi invividu antar anggota yang
nantinya terbentuklah organisasi yang tentunya memiliki anggota yang bervariasi
perilakunya.
Dalam
berinteraksi di sebuah organisasi, manusia sebagai individu menampilkan berbagai
perilaku, baik perilaku itu sebagai sifat-sifat pribadi yang dibawa lahir
(paham nativisme) atau pengalaman dari pengaruh lingkungan (paham empirisme)
maupun kombinasi keduanya (paham konvergen). Sifat-sifat pribadi tersebut
tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal. Adapun Interdisiplin yang mempengaruhi
perilaku organisasi adalah psikologi, sosiologi, psikologi sosial, ilmu politik,
antropologi, ekonomi, kesehatan, keteknikan, ilmu politik, budaya, agama, serta
administrasi dan teori sistem seperti yang digambarkan dalam bagan perilaku
organisasi berikut ini:[10]
|
PERILAKU ORGANISASI
|
|
PSIKOLOGI
|
|
SOSIOLOGI
|
|
PSIKOLOGI SOSIAL
|
|
ILMU EKONOMI
BUDAYA
|
|
ANTROPOLOGI
|
|
KETEKNIKAN
|
|
ADMINISTRASI DAN
TEORI SISTEM
|
|
POLITIK
|
|
AGAMA
|
|
KESEHATAN
|
Gambar:
Fokus Interdisiplin Perilaku Organisasi
Gambar
di atas menjelaskan berbagai disiplin yang dapat mempengaruhi perilaku
organisasi, disiplin tersebut secara tidak disadari akan membentuk karakter
yang melandasi fenomena bersikap para anggota organisasi. Dalam institusi Dewan
Perwakilan Rakyat misalnya sebagai perwakilan rakyat dalam menyampaikan dan memperjuangkan
kepentingan rakyat, namun dikarenakan faktor politik maka para anggota lebih
mementingkan kebutuhan partainya ketimbang kepentingan rakyat, sehingga
terciptalah konflik atau perilaku organisasi yang berbeda-beda.
3. Ruang Lingkup Perilaku Organisasi
Perilaku
organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang
terdapat dalam organisasi tersebut. pengkajian masalah perilaku organisasi
jelas akan meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku
organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi. Dalam
kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari
ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres
dan atau konflik, pembinaan karir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja
(performance), kepuasan, pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational
development), dan sebagainya.[11]
Sementara
itu aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi seperti faktor
ekonomi, politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya,
menjadi kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi,
meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan
dibahas dalam konteks ilmu perilaku organisasi.[12]
Secara
skematis, ruang lingkup kajian perilaku organisasi dalam rangka mencapai tujuan
organisasi, serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya, dapat dilihat
pada Gambar dibawah ini:[13]
Gambar:
Ruang Lingkup Kajian Perilaku Organisasi
Dengan
adanya interaksi atau hubungan antar individu dalam organisasi, maka penelaahan
terhadap perilaku organisasi haruslah dilakukan melalui pendekatan-pendekatan
sumber daya manusia (supportif), pendekatan kontingensi, pendekatan
produktivitas dan pendekatan sistem. Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan
untuk membantu pegawai agar berprestasi lebih baik, menjadi orang yang lebih
bertanggung jawab, dan kemudian berusaha menciptakan suasana dimana mereka
dapat menyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki, sehingga mengarah
kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan tugas.[14]
Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akan mencapai hasil
yang lebih baik pula, sehingga pendekatan ini disebut pula dengan pendekatan
suportif.
Sementara
itu, pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang
berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda pula untuk mencapai
keefektifan.[15]
Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bersifat
universal dan perilaku dapat berlaku dalam situasi apapun, tidak dapat diterima
sepenuhnya.
Disisi
lain, pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagai ukuran seberapa efisien
suatu organisasi dapat menghasilkan keluaran yang diinginkan. Jadi,
produktivitas yang lebih baik merupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa
baik penggunaan sumber daya dalam masyarakat.[16]
Dalam hal ini perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur dalam
kaitannya dengan masukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan
sosial juga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabila perilaku
organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan
dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, dan pada akhirnya akan menghasilkan
produktivitas pada derajat yang diinginkan.
Adapun
pendekatan sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial, dimana di dalamnya
terdapat seperangkat hubungan manusia yang rumit yang berinteraksi dalam banyak
cara.[17]
Ini berarti, dalam mengambil keputusan para manaer harus mengkaji hal-hal
diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknya terhadap sistem yang lebih
besar, sehingga memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit
analysis).
Antara
pendekatan sumber daya manusia dengan pendekatan produktivitas diatas, memiliki
kaitan yang sangat erat, dimana adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan
untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat
produktivitas organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang
diharapkan, seorang pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang
bersifat pribadi dan internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan
antara kebutuhan dengan prestasi kerja.
Untuk
menjelaskan ruang lingkup komponen perilaku organisasi, maka berikut beberapa
hal yang terkait dengan ruang lingkupnya:
a. Motivasi dan Kepemimpinan
Istilah
motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai tenaga
penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan
dalam suatu perilaku.[18]
Linsley yang dikutip oleh Lester mendefinisikan
motivasi secara umum sebagai: "The combination of forces which initiate
direct and sustainb behavior toward a goal" yaitu gabungan dari
kekuatan-kekuatan di mana memprakarsai, menunjukkan dan menyokong tingkah laku
ke arah tujuan.[19]
Motivasi
tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari
tingkah lakunya. Motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan.[20]
Motivasi
diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan
mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. Motivasi
merupakan hasrat dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan
tindakan untuk mencapai tujuan.Motivasi ini sangat penting, karena dengan
adanya motivasi diharapkan setiap individu memiliki semangat untuk mencapai
produktivitas kerja yang tinggi.
Dalam lembaga organisasi Pusat Pengembangan Bahasa Arab,
sebagaimana disampaikan oleh beberapa staf pengajarnya bahwa pemberian motivasi
pimpinan terhadap para anggotanya tidak efektif atau tidak tepat sasaran. Hal
ini tampak pada kurangnya penghargaan dan reward bagi pengajar yang disiplin
dan menjalankan pembelajaran dengan baik. Kondisi ini sebagaimana hasil
pengamatan bahwa banyak pengajar yang terlambat masuk kelas dan tidak
mempersiapkan perangkat pembelajaran sebelumnya.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa alasan situasi ini adalah karena
walaupun gaji yang diberikan lumayan tapi tidak sebanding dengan beban yang
ditanggung oleh para pengajar. Dengan demikian lambat laun pengajar yang aktif
dan rutin akan mengikuti irama yang berjalan, sehingga tidak optimal lah
pembelajaran.
Problem ini tidak lepas dari faktor kepemimpinan dalam lembaga
tersebut, karena sebagaimana diketahui bahwa Kepala PPB tidak aspiratif
terhadap masukan bawahannya serta mengambil kebijakan tanpa mempertimbangkan
kekuatan secara fisik dan psikis tenaga pengajarnya sehingga semua tugas
dikerjakan dengan apa adanya tanpa ada arah dan evaluasi yang jelas.
Semntara
itu kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi
untuk mencapai tujuan.[21]
Seorang pemimpin yang dapat memberi inspirasi, membujuk. mempengaruhi, dan
memotivasi dapat memicu perubahan yang berguna. Menciptakan perubahan adalah
salah satu tujuan kepemimpinan.
Dalam Islam, kepemimpinan
begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya
kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan dalam jumlah yang kecil
sekalipun. Nabi Muhammad Saw bersabda:
عن ابن سعيد وأبى هريرة رضي الله عنهما قا: قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : إذا خرج ثلاثة فى سفر فليؤمروا أحدهم ( رواه أبو داود )
“Dari Abu Sa’id
dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga
orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai
pemimpin”. (HR. Abu Dawud). [22]
Bagi
sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali mempunyai peran yang sangat
penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti terjadinya proses membantu dan
mendorong orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Jadi,
faktor manusia atau pemimpinlah yang mempertautkan kelompok dan memotivasinya
untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga mengubah yang tadinya hanya
kemungkinan menjadi kenyataan. Adapun gaya kepemimpinan dapat dilihat dalam
gambar berikut:[23]
Gambar: Tiga Gaya Kepemimpinan dan Pendekatan
Perilaku Dalam Organisasi
Diantara
beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana
pembedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan.
Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward
(baik ekonomis maupun non ekonomis), berarti telah digunakan gaya kepemimpinan
yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau
punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua
ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi
menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain
gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya otokratik,
partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire).[24]
Pemimpin otokratik adalah semua kebijaksanaan atau policy dasar
ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaannya ditugaskan kepada
bawahannya. Semua perintah, pemberian dan pembagian tugas dilakukan tanpa
mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya.[25] Jadi
pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya
sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau
melakukan apa saa yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif,
yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa
manfaatnya antara lain: memuingkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu, pemimpin parsitipatif ini juga dikenal dengan
kepemimpinan yang terbuka, bebas, dan non direktif. Orang yang menganut
pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan
keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan
memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi
pemecahannya. Gaya partisipatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki
kemampuan yang rendah namun memiliki kemauan kerja yang tinggi.[26]
Adapun Ciri-ciri pemimpin partisipatif adalah sebagai berikut: a).
Pemimpin melakukan komunikasi dua arah; b). Secara aktif mendengar dan merespon
segenap kesukaran bawahan; c). Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan
secara operasional; d) Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan; e).
Mendorong bawahan untuk berpartisipasi; f). Tingkat kematangan bawahan sedang
ke tinggi.[27]
Jadi, pemimpin partisipatif lebih banyak
mendesentralisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil
tidak bersifat sepihak.
Adapun
pemimpin kendali bebas adalah pemimpin yang secara keseluruhan memberikan
karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan
pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai.[28] Jadi
pemimpin kendali bebas menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian
menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi
masalahnya sendiri. Diantara
ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek
partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku
organisasi yang supportif.
b.
Stres dan Konflik
Stres dan konflik merupakan suatu yang
tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi, bahkan stres dan konflik
selalu hadir dalam setiap hubungan kerja antar individu dan kelompok. Stres dan
konflik dapat berdampak positif ataupun negatif bergantung pada pendekatan
manajemen yang dilakukan
Stres menurut bahasa gangguan atau kekacauan mental dan
emosional yang disebabkan oleh faktor luar atau ketegangan.[29] Menurut Davis mengemukakan bahwa stress adalah
bentuk reaksi terhadap tekanan yang intensitasnya sudah terlalu tinggi.[30]
Sedangkan menurut istilah
dan pengertian umum bahwa stress adalah suatu gangguan pada tubuh dan pikiran
yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Stress merupakan pengalaman
internal yang menciptakan ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri
seseorang sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, lembaga, organisasi
atau orang lain.[31]
Stres bisa dikatakan sebagai reaksi yang ditimbulkan
karena banyaknya tuntutan yang mengharuskan terlaksananya sesuatu tetapi di
luar kemampuan anggota organisasi. Sesuai dengan gambaran di PPBA, bahwa
tuntutan kerap kali diberikan dalam intensitas yang tidak stabil, adakalanya
rendah dan adakalanya tinggi sehingga terkadang pengajar belum siap ketika
menerima tugas yang berat. Stres ini juga terkadang memunculkan konflik dalam
tubuh organisasi, jika konflik tidak diselesaikan dengan baik, maka koordinasi
organisasi menjadi runtuh.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa pimpinan PPBA tidak
mampu menyelesaikan
konflik pada beberapa bawahannya karena perintah tanpa didasari job desciption
yang jelas serta penghargaan yang layak, maka terciptalah konflik yang belum
terselesaikan.
Sedangkan
konflik menurut bahasa yunani configere, conflict yang berarti saling
berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan
interaksi-interaksi yang antagonis bertentangan.[32]
Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan
antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau
kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu
maupun kelompok karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan
yang akan dicapai.[33]
Menurut Veithzal Rivai, terdapat tiga
penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan,
kompromi, dan pemecahan masalah integratif.[34]
Bila dengan menggunakan metode-metode
tersebut konflik masih belum dapat diselesaikan, manajer bisa menggunakan
tenaga eksternal sebagai penengah atau mediator. Hal ini karena manajemen tidak
selamanya dapat menggunakan kekuasaan untuk memaksakan atau mengatasi konflik
yang ada.[35]
Konflik yang terjadi dalam organisasi
harus dikelola sehingga menjadi potensi bagi kemajuan dan produktivitas
organisasi. Dengan demikian konflik dalam organisasi harus segera diselesaikan
agar tidak mengganggu jalannya organisasi untuk mencapai tujuan.
c.
Pembinaan Karir
Pembinaan
karir adalah proses pelaksanaan (Implementasi) perencanaan karir. Pembinaan
karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan non diklat.[36]
Sedangakan menurut Handoko, bahwa pembinaan karir adalah
peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu
karir.[37]
Kesuksesan proses pembinaan karir tidak hanya penting bagi organisasi secara
keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal atau faktor yang sering kali amat
berpengaruh terhadap manajemen karir adalah[38]:
a.
Hubungan pegawai an organisasi
b.
Personalitas pegawai
c.
Faktor-faktor eksternal
d.
Politicking alam organisasi
e.
Sistem penghargaan
f.
Jumlah pegawai
g.
Ukuran organisasi
h.
Kultur organisasi
i.
Tipe menajemen
Pembinaan karir sangat penting dilakukan oleh
pemimpin kepada anggotanya untuk meningkatkan potensi dirinya agar bisa mengembangkan
prestasi kerjanya, sehingga tujuan organisasi bisa tercapai.
Pembinaan karir bersifat bimbingan
pada perubahan tugas yang diberikan karena penyegaran maupun prestasi yang
telah dicapai. Pembinaan karir harus dilakukan evaluasi dan dimonitor agar
penempatannya tepat sasaran. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengajar
bahwa untuk menentukan perbaikan tugas, maka dalam lembaga PPBA ditentukan
berdasarkan asas like and dislike, jika pengajar tersebut kinerjanya bagus
namun tidak disukai kepribadiannya maka tidak difungsikan. Sementara bagi
pengajar yang disukai sekalipun kompetensinya kurang, maka akan difungsikan,
sehingga profesionalan dikesampingkan. Hal ini akan menyebabkan organisasi
tidak sehat dimana mengabaikan asas kompetensi dan kesenjangan sosial.
d.
Imbalan
Imbalan
merupakan pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai sebagai
balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan.
Imbalan ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus,
insentif, dan lain-lain.[39]
Pemberian
imbalan merupakan hal yang sulit dilakukan oleh manajemen terlebih harus
diberikan memenuhi syarat adil dan layak. Faktor keadilan perlu ditekankan
mengingat jerih payah baik fikiran maupun tenaga yang dikeluarkan oleh seorang
pegawai seharusnya disesuaikan dengan apa yang dikerjakan, demikian juga faktor
kelayakan tergantung kepada tingkat pekerjaannya, kondisi sosialnya dan
pemenuhan kebutuhan seorang pegawai sehari-hari.
Sementara
itu, tujuan pemberian imbalan adalah: memenuhi kebutuhan ekonomis, mengaitkan
penerimaan dan kontribusi serta produktifitas karyawan, mengaitkan penerimaan
dengan sukses finansial sebuah lembaga dan menjaga keseimbangan dan keadilan
dalam pemberian upah.
Dalam
menjalankan roda organisasi atau sebuah lembaga, maka diperlukan pentelaahan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian imbalan, diantaranya[40]:
a)
Distribusi tenaga kerja; merupakan penempatan
pegawai pada posisi tertentu yang sesuai dengan kualifikasinya agar tercipta profesionalitas
kerja dan tentunya terdapat kompensasi tertentu pada setiap bagian.
b)
Organisasi buruh atau pegawai; merupakan
lembaga yang mewadahi aspirasi kaum buruh dan pegawai agar menindaklanjuti
manakala mereka merasa tidak terdapat keadilan antara kerja yang mereka lakukan
dengan kompesasi yang didapatkan.
c)
Kemampuan membayar lembaga; merupakan hasil
kalkulasi lembaga atau organisasi atas usaha yang dilakukan dengan
memperhatikan laba dan rugi setelah diketahui modal yang kembali. Hasil
kalkulasi inilah yang dijadikan dasar seberapa kemampuan lembaga dalam
memberikan imbalan.
d)
Produktifitas pegawai; adakalanya sebuah
lembaga pendidikan perlu memberikan kompensasi lebih bagi pegawai yang bekerja
dengan produktif, hal ini akan berdampak pada peningkatan kinerja daripada
sebelumnya karena mereka merasa jerih payahnya dihargai.
e)
Biaya hidup; merupakan salah satu landasan
yang dipakai oleh sebuah lembaga untuk memberikan imbalan. Biaya hidup yang
memadai akan dapat memberikan dorongan motivasi yang berlebih ketika seorang
pegawai sedang bekerja.
f)
Peraturan pemerintah; dalam pemberian
imbalan, maka sebuah lembaga bergantung pada peraturan pemerintah agar apa yang
dikeluarkan ada dasarnya serta terhindar dari kerugian.
g)
Pendapat pegawai; pendapat perlu diambil dari
para pegawai, karena usaha ini akan memberikan keleluasaan terhadap penyampaian
aspirasi serta memberikan interaksi yang harmonis antara kedua belah pihak
manakala terjadi tuntutan atau harapan agar kompensasi diberikan secara
standar.
Menurut keterangan di atas, bahwa pemberian
imbalan harus mempertimbangkan atau memprioritaskan; tingkat kesulitan dan
pengaruh posisi kerja, kebutuhan individu pekerja, produktifitasnya dalam arti
semakin produktif semakin besar pendapatannya, kesesuaian dengan UMR, kesepakatan
dengan pihak pegawai, serta jika pekerja itu dari lembaga penyalur tenaga kerja
maka harus diperhatikan tingkat nominal yang telah disepakati dengan serikat
pekerja.
Imbalan tentunya akan diperoleh
setelah melakukan suatu pekerjaan, imbalan ini tentunya mempertimbangkan
analisis dan evaluasi jabatan yang dibutuhkan sehingga penentuan nominalnya
sesuai dengan porsi kerja dan kebutuhan pribadi yang memadai. Pada beberapa
tahun ini, pengajar PPBA cenderung tidak mendapat kenaikan gaji sejak 2009 atau
bisa dikatakan stabil. Sebenarnya menurut beberapa pengajar, bahwa kondisi ini
boleh terjadi namun hendaknya tugas yang diberikan tidak bertambah sehingga
kebutuhan juga bertambah. Oleh karena itu, peran pemimpin juga penting dalam
memikirkan porsi gaji bawahannya termasuk pembagian tugas-tugasnya.
e.
Hubungan Komunikasi
Komunikasi
ialah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang kepada orang
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan maupun
bahasa nonverbal.[41]
Orang yang melakukan komnikasi disebut komunikator, sementara orang yang diajak
berkomunikasi disebut komunikan dan orang yang mampu berkomunikasi disebut
komunikatif. Orang yang komunikatif ialah orang yang mampu menyampaikan
informasi atau pesan kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung.[42]
Komunikasi
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam organisasi. Jika dua orang atau
lebih bekerja sama maka perlu adanya komunikasi antar mereka. Makin baik
komunikasi mereka makin baik pula kemungkinan kerja sama mereka dan hendaknya
dalam berkomunikasi harus menggunakan tutur bahasa yang baik. Al-Qur’an
menjelaskan cara komunikasi, sebagaimana firman Allah :
أُولَئِكَ
الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ
وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa
yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas
pada jiwa mereka.”
Kata Baligh dalam bahasa Arab artinya sampai mengenai
sasaran atau mencapai tujuan. Apabila dikatkan dengan Qaul (komunikasi) baligh
berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang
dikehendaki. Jadi, komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat
komunikan atau khalayak. Diantara yang harus disesuaikan oleh komunikator
terhadap komunikan adalah pengalaman, daya pikir, bahasa dan pekerjaan
komunikan.
Komunikasi berkaitan dengan interaksi antar dua manusia
atau lebih yang berfungsi menyampaikan ide, gagasan dan lainnya agar tercipta
hubungan komunikasi yang baik. Pada dasarnya lembaga PPBA pada masa dulu
terjalin komunikasi yang baik antar pemimpin dan anggotanya, namun akhir-akhir
ini seiring komunikasi satu arah maka hubungan kekeluargaan yang pernah
terjalin menjadi pudar, hal ini bertambah manakala pimpinan jarang mendengar
keluhan bawahan mengakibatkan komunikasi tidak berjalan efektif.
f.
Produktivitas atau Kinerja (Performance)
Pengertian produktivitas adalah
kegiatan untuk menghasilkan sesuatu (barang atau jasa)[43].
Usaha meningkatkan produktivitas adalah hal yang penting untuk dilakukan
karenanya merupakan sumber pertumbuhan utama dalam merealisasikan pembangunan
organisasi secara lebih lanjut. Melihat dinamika organisasi bahwa pertumbuhan
yang tinggi dan berkelanjutan yang berakibat terjaganya kesinambungan
produktivitas jangka panjang. Sebenarnya antara pertumbuhan dan produktivitas
adalah dua hal yang terpisah, namun keduanya saling berkaitan dan bergantung
satu sama lain yang memiliki hubungan yang harmonis, dinamis dan kompleks.
Ada
banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak tokoh berkaitan dengan kinerja
atau performance. Menurut
Simamora kinerja adalah tingkat pencapaian standar pekerjaan.[44]
Sementara Nawawi, menegaskan bahwa kinerja diistilahkan sebagai karya adalah
hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik atau material maupun
nonfisik atau nonmaterial.[45]
Dengan demikian, performance atau kinerja adalah pencapaian hasil
kerja yang sesuai dengan perencanaannya atau target yang sudah ditentukan baik
yang berupa fisik atau non fisik.
Produktivitas berbasis aktifitas
kerja yang menjamin bahwa anggota organisasi telah menjalankan dengan baik.
Secara alami, para pengajar telah menjalankan peran dan tugasnya baik mengajar
dan memonitor perkembangan peserta didik. Dikarenakan menurut beberapa pengajar
bahwa penghargaan tidak sepenuhnya didapatkan, maka tingkat kinerjanya belum
maksimal seperti yang telah dijelaskan di atas.
g.
Kepuasan
Kepuasan kerja tercermin dalam dunia
kerja dimana baik pekerja maupun pemilik pekerjaan sama-sama terpenuhi
kebutuhannya. Kepuasan kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka[46].
Sumber kepuasan kerja terdiri dari pekerjaan yang menantang, imbalan yang
sesuai, kondisi lingkungan kerja yang mendukung dan rekan kerja yang mendukung.
Adakalanya kepuasan kerja tercukupi secara finansial ataupun kenyamanan
bekerja, namun terkadang menjadi tidak puas manakala jadwal liburan tidak
terwujud sehingga dapat menurunkan prestasi kerja pegawai. Ketidakpuasan kerja
dapat mengakibatkan menurunnya kinerja pegawai, mogok kerja ataupun pencurian
sedikit demi sedikit, namun terkadang berakibat rotasi posisi terhadap jabatan
yang sedang diemban.
Berbicara mengenai kepuasan, maka tidak terlepas dari
anggota sebagai pelaksana tugas serta pimpinan untuk menilai apakah seluruh
program telah terlaksana dengan baik. Kepuasan menjadi tema hangat antar
pengajar di lembaga PPBA karena mengingat faktor like and dislike yang
diterapkan serta tenaga potensial yang tidak difungsikan lagi ditambah imbalan
yang kurang memadai, maka menyebabkan ketidakpuasan pengajar sebagai pelaksana.
h.
Pengambilan
Keputusan dan Pemecahan Masalah
Pengambilan
keputusan sering kita lakukan dalam keseharian, tetapi terkadang tidak kita
sadari. Banyak keputusan yang harus diambil setiap hari, tergantung
keperluannya. Membuat keputusan dan pemecahan masalah merupakan salah satu
peranan yang harus dimainkan setiap leader dan manajer.
Pengambilan
keputusan ialah proses memilih sejumlah alternatif.[47]
Pengambilan keputusan penting bagi administrator pendidikan karena proses
pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan,
komunikasi, koordinasi dan perubahan organisasi. Keputusan yang diambil
berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama peserta didik. Oleh karena
itu, setiap administrator pendidikan harus memiliki keterampilan mengambil
keputusan secara tepat, cepat, efektif dan efesien.
Pemecahan masalah merupakan suatu proses
pengamatan dan pengenalan serta usaha mengurangi perbedaan antara keadaan
sekarang (das sein) dengan keadaan yang akan datang yang diharapkan (das
sollen). Pemecahan masalah mengusahakan pendekatan antara jurang pemisah
kesenjangan yang ada. masalah adalah perbedaan das sein dengan das sollen.
Kemampuan mengambil keputusan harus dimiliki
oleh pimpinan sebagai pemilik kebijakan, demikian juga pemecahan masalah yang
terjadi baik secara intern maupun ekstern. Dalam mengambil keputusan hendaknya
mempertimbangkan beberapa aspek sehingga hasil keputusannya tepat, valid, dan
tidak timpang sebelah.
Dalam menentukan kebijakan dalam
lembaga PPBA menurut beberapa dosen cenderung sepihak dan tanpa pertimbangan
seperti penentuan batasan materi yang tidak konsisten sehingga pengajar menjadi
bingung, persiapan menjadi terganggu serta semangat untuk mengajar menjadi
kendor. Dalam menyelesaikan masalah terlihat acuh tak acuh dengan kondisi,
walaupun cepat diambil pemecahan masalah namun tidak didasar pertimbangan yang
tepat sehingga beberapa aspek yang lain justru terbengkalai.
i. Pengembangan
Organisasi
Pengembangan organisasi merupakan
tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini ke
kondisi masa yang akan datang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya[48].
Peralihan tersebut bukan berarti merubah semua tatanan yang berlaku, melainkan
mengembangkan kondisi yang stagnan menjadi lebih dinamis serta beralih menuju
kepada kemajuan.
Globalisasi sangat mempengaruhi bidang
ekonomi, informasi, teknologi dan budaya. Semua bidang tersebut memerlukan
pengelolaan organisasi yang profesional. Pengaruh globalisasi menuntut banyak
perubahan dalam organisasi. Konskuensinya menuntut pula ketersediaan sumber
daya manusia yang profesional dan mampu ikut serta berkontribusi dalam
menghadapi pengaruh global tersebut.
Pengembangan organisasi merupakan upaya beradaptasi
dengan lingkungan, upaya ini dianggap sebagai jalan keluar yang ngetrend untuk
melakukan aktualisasi sebuah organisasi. Dalam lembaga PPBA, pengembangan
organisasi memang telah terancang dengan baik, namun banyak kekurangannya
diantaranya kurangnya SDM yang memadai karena peran potensial telah berganti,
demikian juga menghadapi permintaan fakultas untuk disusun khusus perfakultas
sehingga disusunlah buku bahasa Arab untuk fakultas. Buku tersebut disusun
untuk membekali peserta didik dengan bacaan dan kosakata seputar bidangnya.
4. Perilaku Individu Dalam Organisasi
Memahami
perilaku individu sangatlah penting, seperti rekan kerja, atasan, bawahan, baik
dilingkungan organisasi maupun di lingkungan masyarakat umum. Setiap orang
merupakan pribadi yang unik, berbeda antara individu yang satu dengan yang
lain.[49]
Oleh karena itu jika pimpinan memahami hal ini dengan baik maka pemimpin akan
mampu menggerakkan karyawannya dengan lebih arif dan bijak yang ujungnya adalah
pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Kapasitas individu antara yang satu dengan yang lainnya
memiliki perbedaan dalam berbagai tugas.[50]
Setiap individu mempunyai kemampuan berfikir yang berbeda.
Perilaku
individu secara keseluruhan merupakan hasil bentukan kepribadian dan pengalaman
yang mengarahkan pada empat variabel yang tertanam dalam individu berikut: karakter
biografis, kemampuan, kepribadian dan pembelajaran.
a)
Karakteristik Biografis
Karakteristik
biografis merupakan karakter individu yang terbentuk dari:
(1)
Usia; banyak kalangan menyebutkan bahwa usia dapat mempengaruhi
kinerja pegawai, namun sepertinya anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena
ternyata banyak juga orang yang sudah tua namun tetap saja tenaganya masih kuat
bahkan mengungguli tenaga muda. Tetapi secara sadar memang diakui pada waktu
muda seseorang lebih produktif dibandingkan ketika sudah tua.[51]
(2)
Jenis kelamin; pada dasarnya perbedaan jenis kelamin mempengaruhi
kinerja seorang pegawai karena tingkat emosionalnya berbeda serta keadaan
psikisnya juga berbeda yang tentunya juga mempengaruhi tingkat kinerjanya.
(3)
Status perkawinan; perkawinan terkadang membawa motivasi tersendiri
bagi seorang pegawai dalam bekerja. Hal ini sering tampak dimana seorang
karyawan yang sudah menikah lebih bertanggung jawab serta lebih tenang
ketimbang yang belum menikah, karena orang yang belum menikah akan terganggu
dalam otaknya untuk berorientasi pada pencarian pasangan yang cocok baginya
sehingga kinerjanya terpengaruh dengan kondisi tersebut. Biasanya karyawan yang
sudah menikat lebih puas terhadap pekerjaan mereka dibandingkan dengan
kaaryawan yang belum menikah.[52]
(4)
Masa kerja; pengalaman dalam menjalankan sebuah organisasi sangat
dibutuhkan, karena masa kerja yang semakin lama akan menjadikannya semakin jauh
dari kesalahan sehingga bekerja semakin baik, namun sebaliknya bagi karyawan
yang memiliki masa kerja lebih sedikit maka pengalamannya juga kurang. Masa
kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih di bandingkan dengan
rekan kerjanya yang lain, sehingga sering pengalaman/masa kerja menjadi salah
satu pertimbangan sebuah perusahaan dalam mencari pekerja.[53]
Menurut faktor
di atas, bahwa perilaku individu dalam organisasi kerap dipengaruhi oleh
karateristik biologi dimana aspek perbedaan usia, jenis kelamin mempengaruhi
perilaku, demikian juga masa kerja dan status perkawinan mempengaruhi semangat
dan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan perilaku individu
dalam organisasi.
b)
Kemampuan
Kapasitas
individu antara yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam berbagai
tugas.[54] Dalam
menjalankan peran individu, maka sebagai manusia yang memiliki kemampuan
berfikir terbagi menjai dua faktor, yaitu:[55]
1.
Kemampuan Intelektual
Untuk
mengetahui tingkat intelektual seseorang, maka kemampuannya dapat diukur
melalui tes IQ yang kadangkala dihubungkan dengan kemampuan emosional atau
sering disebut EQ dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang diharapkan.
2.
Kemampuan Fisik
Disamping
kemampuan intelektual di atas yang berperan menyelesaikan persoalan pola pikir
dengan pemrosesan informasi, maka juga dibutuhkan kemampuan fisik untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan dan tenaga yang
memadai. Misalnya suatu pekerjaan yang menuntut stamina, kekuatn lengan ataupun
sebagainya.
c)
Kepribadian
Kepribadian merupakan dinamisasi organ psikofisik yang
dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan merupakan kumpulan aksi dan interaksi
antar sikap. Untuk mengetahuinya dibutuhkan kebiasaan dalam mengamati dan
menilai standar kepribadian.
Adapun kepribadian Muslim dijelaskan sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an Al-Imran 3: 110 yang berbunyi:[56]
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ
خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”.
Dalam ayat di
atas dijelaskan bahwa umat muslim adalah umat terbaik yang tugasnya adalam
memerintahkan kepada yang makruf fan mencegah kepada kemungkaran, karena banyak
manusia yang telah lupa dan lalai atas tugasnya yaitu menjadi khalifah fil
ardh.
Diantara
hal-hal yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian adalah:[57]
1.
Keturunan; merupakan sebab utama terbentuknya kepribadian, karena
terkadang sikap orang tua menurun kepada anaknya termasuk kepribadian yang
dibawa.
2.
Lingkungan; kondisi budaya, keluarga, sosial dan hubungan
pertemanan dapat berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian seseorang.
3.
Konteks sosial; kepribadian terkadang juga terbentuk dari konteks
sosial dimana dia berada sekalipun konsistensi tetap dia pegang, maka sesekali
sikap itu muncul untuk menunjukkan kondisi sosial yang dialaminya.
Dalam berperilaku, seseorang adakalanya dipengaruhi oleh
kepribadiannya, namun terkadang kepribadian itu dipengaruhi oleh faktor
keturunan yang turun temurun, faktor lingkungan yang mengelilinginya serta
konteks sosial yang mempengaruhi keleluasaan seorang anggota organisasi.
d)
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan hasil pengalaman yang
terjadi sebagai akibat perubahan yang konsister tentang perilaku. Perubahan
tersebut menuntut berfikir, namun jika tidak dibarengi dengan perubahan
perilaku maka tiak disebut pembelajaran.
Setiap individu dalam organisasi dipengaruhi
oleh perbedaan konsep diri, kepribadian, sikap, kemampuan dan emosi yang
dialami oleh setiap orang. Konsep diri menggambarkan untuk memandang diri
sendiri dan bagaimana menampilkan diri sendiri di depan orang lain.
5. Perilaku Kelompok Dalam Organisasi
Dalam
perilaku organisasi tidak hanya membahas perilaku individu-inividu tapi juga
perilaku kelompok, dimana kelompok ini merupakan kumpulan dari individu. Kelompok
didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling
bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.[58] Kelompok
dalam organisasi ada dua macam yaitu kelompok formal dan informal.[59]
Kelompok formal, yaitu kelompok yang
sengaja ibentuk untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, dimana
anggota-anggotanya diangkat oleh organisasi.[60]
Kelompok formal strukturnya jelas, hubungan antara orang-orang didalam kelompok
juga jelas dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, tujuan dan sasaran
yang akan dicapai kelompok ini juga jelas, dimana kelompok ini biasanya
berorientasi pada tugas.
Didalam kelompok formal, ada dua macam
kelompok, yaitu:[61]
1) Kelompok komando, yaitu kelompok yang
ditentukan oleh bagan organisasi dan melaksanakan tugas-tugas rutin organisasi.
Kelompok ini terdiri dari bawahan yang melapor dan bertanggung jawab secara
langsung kepada pimpinan tertento.
2) Kelompok tugas, adalah suatu kelompok
yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu.
Misalnya mahasiswa di perguruan tinggi, dalam setiap perkuliahan biasanya
memiliki kelompok untuk menyelesaikan tugas tertentu dari dosen.
Kelompok informal adalah sebagai suatu
kelompok yang ada atau muncul dalam organisasi secara tidak resmi dan tidak
tercantum dalam struktur organisasi.[62]
Adapun kelompok informal ada dua kelompok:[63]
1) Kelompok persahabatan, yang terbentuk
karena adanya kesamaan-kesamaan tentang sesuatu hal, seperti hobi, status
perkawinan, jenis kelamin, latar belakang, pandangan politik dan lain-lain.
Misalnya orang-orang yang memiliki bobi yang sama: suka main badminton, sepak
bola, tenis, renang. Mereka bergabung membentuk kelompok persahabatan.
2) Kelompok kepentingan, merupakan kelompok
yang berafiliasi untuk mencapai sasaran yang sama. Sasaran jenis ini tidak
berkaitan dengan tujuan organisasi tetapi semata-mata untuk mencapai
kepentingan kelompok itu sendiri.
|
Kelompok Formal
|
|
Kelompok Informal
|
|
Kelompok Komando
|
|
Kelompok Tugas
|
|
Kelompok
Persahabatan
|
|
Kelompok
Kepentingan
|
|
Melaksanakan
Tugas Rutin
|
|
Melaksanakan
Tugas /proyek
|
|
Tujuan
|
Gambar: Jenis kelompok
dalam organisasi
Bagan di atas
menggambarkan bahwa terbentuknya kelompok secara berbeda dapat mengakibatkan
faktor penugasan yang berbeda. Jika kelompok terbentuk secara formal maka sifat
penugasan adalah komando atau berupa tugas yang harus dikerjakan. Sementara
jika kelompok terbentuk secara informal maka sifat penugasan berupa persahabatan
atau faktor kepentingan sementara. Tetapi jenis kelompok tersebut tidak lain
adalah untuk mencapai tujuan yang sama.
6. Peluang dan tantangan Dalam Perilaku
Organisasi
Dalam
sebuah organisasi yang diharapkan selalu eksis dalam bidang yang digeluti, maka
tidak lain akan menghadapi peluang dan tantangan yang harus siap dalam
menyikapi perilaku organisasi. Adapun peluang dan tantangan tersebut
diantaranya[64]:
a) Merespon dunia global
Untuk menjawab peluang
sekaligus tantangan perilaku organisasi, maka sebuah organisasi harus
memikirkan bagaimana agar komitmen yang dibangun dapat menyerap dan merespon
dunia global. Hal ini perlu dilakukan mengingat masa demi masa keadaan sosial
masyarakat selalu berubah sehingga perilaku organisasi harus mengiringi
perubahan sosial masyarakat juga.
b) Mengelola keragaman anggota organisasi
Dalam setiap
organisasi, terdapat berbagai macam perilaku anggotanya. Diantara anggota ada
yang sangat kritis dan aktif menyikapi segala aspek kehidupan, diantara anggota
juga ada yang cuek bahkan diam dalam menyikapinya. Keadaan ini menuntut sebuah
pemikiran bagaimana mengelola keragamannya dalam rangka menjaga keharmonisan
serta tetap berusaha agar organisasi mengalami kemajuan.
c) Meningkatkan kualitas dan produktivitas
Organisasi yang baik
harus berusaha mengembangkan diri secara internal dalam bentuk peningkatan
kualitas anggota serta produktivitas dalam merancang serta menjalankannya agar
tercipta variasi model dan gaya berperilaku yang baik.
d) Merespon kurangnya tenaga
Adakalanya sebuah
organisasi berusaha menjalankan roda kepemimpinan dengan tujuan yang disepakati
bersama. Namun terkadang ditemukan kurangnya tenaga yang kompeten untuk
menjalankan bidang tertentu, sehingga dapat mengganggu pelaksanaannya. Demikian
juga kerap ditemukan minat anggota untuk memilih satu bidang tertentu yang
mengakibatkan kurangnya anggota pada bidang yang lain, sehingga kondisi ini
juga dapat mengganggu keseimbangan organisasi. Oleh karena itu, seorang
pemimpin harus memikirkan bagaimana menyikapi situasi ini agar tidak menjadi
penghambat kemajuannya.
e) Meningkatkan layanan costumer
Agar sebuah organisasi
dapat dipercaya oleh costumer serta memiliki citra baik, maka harus
ditingkatkan pelayanan kepada costumer. Hal ini penting karena harga sebuah
kepercayaan adalah mahal serta dalam berbagai lembaga bahwa pelayanan adalah
nomer satu, bahkan ada juga yang memandang pelayanan ramah, cepat dan tepat
merupakan kunci keberhasilan layanan. Terlepas dari itu, peningkatan layanan
menjadi sebuah tantangan dalam organisasi yang harus terus dipertahankan bahkan
ditingkatkan walaupun dinamika organisasi kadang kala tidak stabil.
f) Menstimulus inovasi dan perubahan
Ketika memandang
kehidupan ini, maka tidak bisa tidak harus ikut merasakan dan mengikuti setiap
perubahan sosial yang terjadi baik tentang gaya hidup, teknologi maupun tingkat
kemajuan bersikap. Hal ini melandasi sebuah organisasi untuk melacak perubahan
yang harus dilakukan. Agar organisasi tidak ketinggalan, maka harus dilakukan
usaha prediktif untuk menstimulus kemungkinan inovasi dan perubahan yang akan
dibuat ataupun akan terjadi.
g) Meningkatkan perilaku etis
Dalam menjalankan roda
organisasi, maka seorang pemimpin diharapkan menjaga perilaku etis antara
sesama anggota maupun tugas pemimpin beserta pengurusnya untuk secara
bersama-sama komitmen mematuhi segala aturan yang disepakati. Ketika
masing-masing anggota secara sepakat menjauhi dari korupsi misalnya, maka tanpa
pandang bulu tidak dibenarkan melakukan praktik korupsi sekecil apapun. Hal ini
dilakukan tidak lain adalah karena menjaga perilaku etis dalam sebuah
organisasi.
C. KESIMPULAN
1. Perilaku organisasi adalah suatu studi
yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau
suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh
organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh
manusia terhadap organisasi.
2.
Ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi meliputi:
a.
Motivasi dan kepemimpinan
b.
Stres dan atau konflik
c.
Pembinaan karir
d.
Imbalan
e.
Hubungan komunikasi
f.
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
g.
Produktivitas dan atau kinerja (performance)
h.
Kepuasan
i.
Pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational development).
3.
Perilaku individu maupun kelompok dapat mempengaruhi perilaku
organisasi, dimana aspek lingkungan, politik, sosial, keluarga dan aspek
lainnya ikut andil membentuk kepribadian masing-masing individu. Jika dalam
sebuah organisasi ditemukan adanya perselisihan kelompok tertentu, maka
penyatuan langkah menuju sebuah tujuan tidak akan tercapai, sehingga perlu
adanya penyikapan yang relevan terhadap masing-masing individu maupun kelompok
tersebut.
4. Dalam sebuah organisasi yang diharapkan
selalu eksis dalam bidang yang digeluti, maka tidak lain akan menghadapi
peluang dan tantangan yang harus siap dalam menyikapi perilaku organisasi.
Adapun peluang dan tantangan tersebut diantaranya: Merespon dunia global,
Mengelola keragaman anggota organisasi, Meningkatkan kualitas dan
produktivitas, Merespon kurangnya tenaga, Meningkatkan layanan costumer,
Menstimulus inovasi dan perubahan, Meningkatkan perilaku etis.
DAFTAR RUJUKAN
Achmad Mohyi, 1999, Teori dan
Perilaku Organisasi, Malang: UMM Press
Akdon, 2009, Strategic Management
For Educational Management, Bandung: Alfabeta
Andrew J. Dubrin, 2005, The
Complete Ideal’s Guides: Leadership, Jakarta: Prenada Media
Bedjo Siswanto, 1990, Manajemen
Modern, Bandung: Sinar Baru
Baharuddin dan umiarso, 2012, Kepemimpinan Pendidikan
Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz media
Didin Kurniadin dan Imam Machali,
2012, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan, Jogjakarta
Dirawat, 1986, Pengantar
Kepemimpinan Kependidikan, Surabaya: Usaha Nasional
Depdikbud,
2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Agama RI, 2010, Al-Qura’an
Tajwid dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro
Engkoswara dan Aan komariah, 2010, Administrasi
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Goets
and Davis, 1994, Introduction to Total Quality Management: Quality
Productivity. Competitiveness, New Jaersey: Engliwood Clififfs
Hasibuan,
1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: CV.
Haji mas Agung
Hadari
Nawawi, 1997, Manajemen Strategik
Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Husaini Usman, 2009, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Handoko, Manajemen Personalia dan
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE
Isbandi Rukminto Adi, 2003,
Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
James L. Gibson, John M. Ivancevich,
James H. Donnelly, 1985, Organizations, Ciracas, Jakarta: Erlangga
John M. Ivancevich, Robert
Konopaske, Michael T. Matteson, 2006, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta:
Erlangga, Hlm. 81 (jilid 1)
John Suprihanto, 2003, Perilaku Organisasional, Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Kartini Kartono, 1991, Pemimpin
dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press
Lili Karmelia P, 2007, Perubahan dan
Pengembangan Organisasi, Jurnal Equilibrium Vol. 3 No. 5
L ester D. Crow, 1989, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Nurcahya
Miftah Thoha, 2007, Perilaku
Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mulyasa, 2011. Manajemen Kepemimpinan
Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Mujamil
Qomar, 2007, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan
Islam, Surabaya:Erlangga
Ngalim Purwanto, 1984, Administrasi
Pendidikan, Jakarta: Mutiara
Pupun
Sofiyati, 2011, Konflik dan Stress; Makalah Pengembangan dan Perilaku Organisasi, Malang: Universitas Brawijaya
Ramlan Ruvendi, 2005, Imbalan dan
Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar
Industri Hasil Pertanian Bogor, Jurnal Ilmiah Bina Niaga Vol. 1 No. 1
Sardiman,
1986, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali
Siswanto
dan Agus Sucipto, 2008, Teori dan Perilaku Organisasi: Suatu Tinjauan
Intergratif, Malang: UIN Press
Stephen P. Robbins, 1996, Perilaku
Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, terj., Hadyana pujaatmaka,
Jakarta: PT Prenhallindo
Stephen P Robbins dan Mary Coulter,
2005, Manajemen, Edisi ke Tujuh, Jilid 2, Terjemahan Sarwiji dan
Hermaya, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia
Tasrifin, 2010, Manajemen Karir, Surabaya: Universitas
Narotama
Tri Widodo W Oetomo, 1998, Perilaku
Organisasi, Bandung
Veithzal Rifai, 2005, Manajemen Sumber
Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Veithzal Rivai, 2007,
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[5] James L. Gibson, John
M. Ivancevich, James H. Donnelly, 1985, Organizations, Ciracas, Jakarta: Erlangga, Hlm. 7
[7] Miftah Thoha, 2007, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan
Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hlm. 5
[8]
Stephen P. Robbins, 1996, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi,
terj., Hadyana pujaatmaka, Jakarta: PT Prenhallindo, Hlm. 9-10
[9] Husaini Usman, 2009, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Hlm. 148
[19] L
ester D. Crow, 1989, Psikologi
Pendidikan, Yogyakarta: Nurcahya, Hlm. 55.
[21] Andrew J. Dubrin, 2005, The Complete Ideal’s Guides: Leadership,
Jakarta: Prenada Media, Hlm. 4
[22] Mujamil Qomar, 2007, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru
Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Surabaya:Erlangga, Hlm. 268-269
[26]Baharuddin
dan umiarso, 2012, Kepemimpinan
Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz media, Hlm. 51
[27]
Ibid, Hlm. 54
[28]
Stephen P Robbins dan Mary Coulter, 2005, Manajemen, Edisi ke Tujuh,
Jilid 2, Terjemahan Sarwiji dan Hermaya, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia,
Hlm. 460
[30]Goets and Davis, 1994, Introduction to Total Quality Management:
Quality Productivity. Competitiveness, New Jaersey: Engliwood Clififfs, Hlm.
86, dalam Mulyasa, Op. Cit, hlm.
274
[33] Pupun Sofiyati, 2011, Konflik dan Stress;
Makalah Pengembangan dan Perilaku Organisasi, Malang: Universitas
Brawijaya, Hlm. 2
[34] Veithzal Rifai, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan Dari Teori ke Praktik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hlm.
515
[35]Didin
Kurniadin dan Imam Machali, 2012, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Prinsip
Pengelolaan Pendidikan, Jogjakarta, Hlm. 273
[39] Ramlan Ruvendi, 2005, Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor,
Jurnal Ilmiah Bina Niaga Vol. 1 No. 1
[45]Hadari Nawawi, 1997, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta
: Gajah Mada University Press, Hlm. 235
[47]Husaini
Usman, Op.Cit. Hlm. 329
[48] Lili Karmelia P, 2007, Perubahan dan Pengembangan Organisasi,
Jurnal Equilibrium Vol. 3 No. 5 Januari-Juni 2007. Hlm. 9
[49] John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson, 2006, Perilaku
dan Manajemen Organisasi, Jakarta: Erlangga, Hlm. 81 (jilid 1)
[50]
John Suprihanto, 2003, Perilaku
Organisasional, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Hlm. 23
[51]Stephen
P. Robbins, Op.Cit, Hlm. 224
[52]
Siswanto dan Agus Sucipto, 2008, Teori dan Perilaku Organisasi: Suatu
Tinjauan Intergratif, Malang: UIN Press, Hlm. 165
[53]Ibid,
Hlm. 165
[54]
John Suprihanto, Ibid, Hlm. 23
[55] Veithzal Rivai, 2007, Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hlm. 226-227
Mantap bang, menambah pengetahuan.
BalasHapuskalau bisa minta file mentahannya bang, untuk kerangka berpikir atau konsep tidak kebaca
BalasHapus