BAB IV
(Pengertian, Dimensi, Teori-Teori
Motivasi, Hubungan Motivasi Dan Kepemimpinan)
A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Organisasi
merupakan kumpulan sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Untuk meningkatkan kerja sama yang baik, semua unsur dalam
organisasi harus dapat melibatkan diri dan memiliki dorongan yang kuat untuk
mencapai apa yang menjadi tujuan akhir dari organisasi. Pemimpin memiliki
peranan yang sangat menentukan dalam menggerakkan karyawan atau anggota
organisasi termasuk dirinya sendiri.[1] Bagi
seorang pemimpin perihal motivasi layak mendapat perhatian lebih yang dapat
menjadi kunci atau faktor kesuksesan organisasi atau lembaga yang dipimpin.[2]
Untuk
mencapai tujuan organisasi, sangat penting melibatkan peranaan manusia
didalamnya. Sedangkan untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang
dikehendaki organisasi, maka dibutuhkan pemahaman akan motivasi manusia yang
berada dalam organisasi tersebut. Sebab motivasi inilah yang menentukan
perilaku atau dengan kata lain, perilaku merupakan cerminan sederhana dari
motivasi. Hal ini sesuai dengan ayat pada surat Ar Rad ayat 11:[3]
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 .. ÇÊÊÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”
Manusia harus mengusahakan sendiri
perubahan atas dirinya. Apabila ingin pintar maka harus belajar, harus
mendorong diri atau memunculkan dorongan atau motivasi untuk berperilaku yang
dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan tertentu. Agar perilaku sesuai dengan
tujuan organisasi maka harus ada perpaduan antara motivasi dan permintaan
organisasi.
Hasil
akhir tindakan menggerakkan bawahan atau motivasi adalah tercapainya kinerja
organisasi yang optimal.[4] Kinerja
atau dapat disebut sebagai prestasi kerja anggota dan organisasi sangat
ditentukan oleh seberapa efektif motivasi yang dilakukan. Sekarang ini banyak
kita ketahui di lingkungan organisasi bisnis maupun pendidikan tidak mampu
berkinerja optimal. Orang-orang yang terlibat di dalamnya belum menunjukkan
performa terbaiknya. Hal ini memerlukan seorang pemimpin yang mampu memotivasi
mereka sehingga mampu menunjukkkan kinerja terbaiknya. Perlu penggunaan dan
pemahaman konsep memotivasi yang baik dan efektif oleh manajemen atau pemimpin
organisasi sehingga optimalisasi organisasi juga dapat terwujud. Konsep
motivasi meliputi definisi, ruang lingkup, teori-teori serta kaitan motivasi
itu sendiri dengan kepemimpinan sebuah organisasi.
2.
Rumusan
Masalah
a. Apakah
yang menjadi ruang lingkup (pengertian, dimensi) motivasi?
b. Bagaimanakah
teori-teori motivasi?
c. Bagaimanakah
hubungan antara motivasi dan kepemimpinan?
3.
Tujuan
Penulisan
a. Untuk
mengetahui ruang lingkup (pengertian, dimensi) motivasi.
b. Untuk
mengetahui teori-teori motivasi.
c. Untuk
mengetahui hubungan antara motivasi dan kepemimpinan.
B. PEMBAHASAN
1.
Ruang
Lingkup Motivasi
a. Pengertian
Motivasi
Motivasi
berasal dari kata latin Movere yang berarti dorongan atau daya penggerak.
Motivasi merupakan hal yang penting karena dengan adanya motivasi pada setiap
individu atau karyawan, maka diharapkan mereka mau bekerja keras dan antusias
untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.[5]
Selain itu, istilah motivasi berasal dari kata motive yang diartikan
sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu
tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung,
namun dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan,
dorongan atau pembangkit tenaga munculnya sutau tingkah laku tertentu.[6]
Tingkah
laku seseorang dipengaruhi serta dirangsang oleh keinginan, kebutuhan, tujuan
dan keputusannya. Rangsangan timbul dari diri sendiri (internal) dan dari luar
(eksternal). Kemudian, rangsangan ini akan menciptakan “motif dan motivasi”
yang mendorong orang bekerja (beraktivitas) untuk memperoleh kebutuhan dan
kepuasan dari hasil kerjanya.[7]
Ada banyak definisi tentang motivasi, diantaranya
adalah:[8]
a. Menurut
Wayne F. Cascio, “motivation is a force that results from an individual’s
desire to satisfy their needs (e.g. hunger, thirst, social approval)”.
Artinya, motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan
seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya: rasa lapar, haus dan
bermasyarakat).
b. Menurut
Harold Koontz, “motivation refers to the drive and effort to satisfy a want
or goal”. Artinya, motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan
kebutuhan atau suatu tujuan.
c. Malayu
S. P. Hasibuan menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
d. Menurut
Stephen P. Robbins, motivasi adalah suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal
mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan
usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.
e. Dalam
American Encyclopedia, motivasi diartikan sebagai kecenderungan (suatu sifat
yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri seseorang yang membangkit
topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Motivasi meliputi faktor kebutuhan
biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku
manusia.
f. Menurut
Merle J. Moskowits, motivasi adalah inisiatif dan pengarahan tingkah laku dan
pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku.
Linsley yang dikutip oleh Lester
mendefinisikan motivasi secara umum sebagai: "The combination of forces
which initiate direct and sustain behavior toward a goal" yaitu
gabungan dari kekuatan-kekuatan di mana memprakarsai, menunjukkan dan menyokong
tingkah laku ke arah tujuan.[9]
Sesungguhnya
motivasi memiliki pengertian yang berbeda dengan motive. Sebab motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif.
Motif adalah daya penggerak di dalam diri seseorang untuk melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Motif merupakan
kondisi intern atau disposisi internal.[10]
Crow
and Crow dikutip Wayan
Ardhana berpendapat, bahwa satu motif sadalah suatu kecenderungan yang meliputi suatu derajad kesadaran terhadap
tujuan. Ia dapat dipandang sebagai menandai suatu kondisi-kondisi atau
kekuatan-kekuatan internal yang cenderung mendorong individu menuju dicapainya
tujuan-tujuan tertentu.[11]
Lain
halnya dengan MC. Donald dikutip Sardiman yang memandang motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya rasa feeling dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan. Selanjutnya dijelaskan bahwa dari pengertian motivasi
yang dikemukakan oleh MC. Donald ini mengandung tiga elemen
penting sebagai berikut:
1) Bahwa
motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
menusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam
sistem neurophysiological yang ada
pada organisme manusia (walaupun
motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut
kegiatan fisik manusia.
2) Motivasi
ditandai dengan munculnya rasa, afeksi
seseorang. Dalam hal ini, motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan
tingkah laku manusia.
3) Motivasi akan
dirangsang karena adanya suatu tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya
merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari
dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh
adanya unsur lain, dalam hal ini tujuan. Tujuan ini menyangkut
soal kebutuhan.[12]
Dapat dipahami dari berbagai
pengertian diatas bahwa motivasi adalah dorongan yang menyebabkan seseorang mau
melakukan yang dikehendaki, baik dari dalam diri sendiri atau orang lain,
sedangkan memotivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah atau
semangat kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan segala kemampuan
yang dimiliki untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motivasi ini sangat penting,
karena dengan adanya motivasi diharapkan setiap individu memiliki semangat untuk
mencapai produktivitas dan kinerja yang tinggi.
b. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses
psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor
tersebut antara lain :[13]
a.
Faktor Intern
Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian
motivasi pada seseorang antara lain:
1) Keinginan
untuk dapat hidup.
Untuk
mempertahankan hidup, individu mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu
baik atau jelek, apakah halal atau haram dan sebagainya. Keinginan untuk dapat
hidup tersebut meliputi kebutuhan untuk : memperoleh kompensasi yang memadai; pekerjaan
yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai; dan sebagainya.
2) Keinginan
untuk dapat memiliki.
Keinginan
untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan
pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan sehari-hari bahwa
keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau
bekerja.
3) Keinginan untuk memperoleh penghargaan.
Seseorang
mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati orang lain.
Untuk memeperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan
uangnya, untuk memperoleh uang itu ia harus bekerja keras.
4) Keinginan
untuk memperoleh pengakuan.
Secara
terperinci, keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal:
adanya penghargaan terhadap prestasi; adanya hubungan kerja yang harmonis dan
kompak; pimpinan yang adil dan bijakasana; dan perusahaan tempat bekerja
dihargai oleh masyarakat.
5) Keinginan
untuk berkuasa.
Keinginan
untuk berkuasa akan mendorong seseoarang untuk bekerja. Terkadang keinginan
untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji.
b.
Faktor Ekstern
Faktor ekstern juga tidak kalah pengaruhnya terhadap
motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu meliputi:[14]
1)
Kondisi lingkungan kerja.
Lingkungan
pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasaranaaaa kerja yang ada disekitar
karyawan yang sedang melakukan pekerjaan. Lingkungan kerja ini meliputi tempat
kerja, fasiitas dan alat bantu pekejaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan,
termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat kerja
tersebut.
2)
Kompensasi yang memadai.
Kompensasi
yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk
mendorong para karyawan bekerja dengan baik. sebaliknya, kompensasi yang kurang
memadai akan membuat mereka kurang tertarik untuk bekerja keras, dan
memungkinkan mereka bekerja tidak tenang.
3)
Supervisi yang baik.
Fungsi
supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, bimbingan kerja
para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat
kesalahan. bila supervisi yang dekat dengan karyawan ini menguasai liku-liku
pekerjaan dan penuh dengan sifat-sifat kepemimpinan, maka suasana kerja akan
bergairah dan penuh semangat.
4)
Adanya jaminan pekerjaan.
Setiap
orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk
perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karir yang jelas dalam
melakukan pekerjaan.
5)
Status dan tanggung jawab.
Status
atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam
bekerja. dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggungjawab
dan wewanang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiataan.
6)
Peraturan yang fleksibel.
Bagi
perusahaan besar pada umumnya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Oleh karena itu, biasanya peraturan
bersifat melindungi dan dapat memberikan motivasi para karyawan untuk bekerja
lebih baik.
c. Dimensi
Motivasi
Motivasi merupakan salah satu unsur
pokok dalam perilaku seseorang.[15]
Perilaku merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas-aktifitas. Perilaku
dapat dikaji sebagai saling interaksinya beberapa unsur yang merupakan suatu
lingkaran. Menurut Luthans dalam Thoha unsur atau komponen meliputi:[16]
·
Kebutuhan (need)
Ada banyak kebutuhan dalam diri
seseorang. Kebutuhan yang paling kuat, mendorong atau menjadi motivasi sehingga
perilakunya mengarah pada tercapainya suatu tujuan berdasar kebutuhan tersebut.
·
Dorongan (drive)
Motivasi seseorang tergantung pada
kekuatan atau dorongan dari motivasi itu sendiri. Dorongan menyebabkan mengapa
seseorang berusaha mencapai tujuan-tujuan secara sadar maupun tidak sadar.
Dorongan ini pula menyebabkan seseorang itu berperilaku, yang dapat mengendalikan
dan memelihara kegiatan-kegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus
ditempuh oleh seseorang tersebut.
·
Tujuan (goals)
Tujuan adalah sesuatu yang ingin
dicapai yang berada di luar diri indvidu. Tujuan juga diartikan sebagai suatu
arah yang dikendaki oleh motivasi. Seorang pemimpin yang berhasil memotivasi
anggota organisasinya karena ia mampu menciptakan suatu lingkungan yang
menjamin adanya suatu tujuan yang tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan.
d.
Jenis Motivasi
Menurut Heidjrahcman dan Suad
Husnan ada 2 jenis motivasi, yaitu:[17]
1) Motivasi
positif, yaitu proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan
sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk
mendapatkan hadiah.
2) Motivasi
negatif, yaitu proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu
yang kita inginkan dengan kekuatan ketakutan.
Pada jenis motivasi negatif dalam
jangka pendek dapat meningkatkan kegairahan kerja, karena mereka takut terhadap
sanksi atau hukuman yang akan mereka terima, namun untuk jangka panjang hal ini
dapat berakibat kurang baik. Sedangkan untuk meningkatkan semangat kerja,
penggunaan kedua jenis motivasi tersebut harus seimbang, dan harus dipahami
juga kapan dan dimana antara kedua jenis motivasi tersebut dapat efektif untuk
merangsang semangat atau gairah kerja karyawan baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
e.
Alat-Alat Motivasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan alat-alat motivasi itu terdiri dari:
1) Materiil
insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa
uang/barang yang mempunyai nilai pasar, dengan kata lain memberikan kebutuhan
ekonomis.
2) Non-materiil
insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa
bukan barang atau benda yang tidak ternilai, dengan kata lain hanya memberikan
rasa kepuasan dan kebanggaan rohani semata.
3) Kombinasi
antara materiil insentif dan non-materiil insentif, yaitu alat
motivasi yang diberikan itu berupa mateiil insentif dan non-materiil insentif
sekaligus.[18]
Hal ini memberikan pemahaman terhadap bentuk
instrumen yang digunakan untuk memotivasi, berupa sesuatu yang sifatnya benda
atau bukan benda atau bahkan kedua-duanya, disesuaikan dengan event yang melatar belakangi pemberian
motivasi.
2.
Teori-Teori
Motivasi
Terdapat tiga pendekatan umum untuk teori motivasi, yaitu teori kepuasan (content
theory) muncul pada pergantian abad 20, saat pelopor seperti frederick
W.Taylor, Frank Gilberth, dan Henry L. Gantt mengajukan model insentif upah
untuk memotivasi pekerja. Selanjutnya muncul gerakan hubungan manusia, dan
kemudian teori kepuasan Maslow, Herzberg, dan Alderfer. Setelah
gerakan kepuasan adalah teori proses.
Berdasarkan konsep kognitif harapan, teori proses paling
berhubungan dengan karya Victor Vroom, serta Lyman Porter dan Ed Lawler.
Baru-baru ini, teori kontemporer seperti teori ekuitas dan keadilan
organisasi/prosedur banyak dibahas dalam motivasi kerja.[19]
Teori kepuasan berkaitan dengan faktor yang ada
dalam diri seseorang yang memotivasinya. Sedangkan teori proses berkaitan
dengan bagaimana motivasi itu terjadi atau bagaimana perilaku itu digerakkan.[20]
Teori-teori motivasi umumnya berangkat dari anggapan
bahwa pada diri manusia terdapat kegelisahan (tension) yang timbul
karena adanya kebutuhan yang tidak terpuaskan. Jika kebutuhan itu telah
terpuaskan, maka kegelisahan tadi lenyap untuk sementara dan kemudian akan
timbul lagi seiring dengan adanya kebutuhan-kebutuhan baru yang juga menuntut
agar dipuaskan. Kondisi gelisah ini dalam teori motivasi dimanfaatkan dengan
pemberian motivasi sehingga terjadi dorongan-dorongan yang diarahkan pada
perilaku ‘mencari’ yang memberi manfaat pada perusahaan.
Banyak sekali konsep dan teori motivasi yang
berkembang. Walaupun teori-teori itu memiliki perbedaan, namun teori-teori itu
memiliki satu kesamaan. Menurut Jusmaliani (2011), kesamaannya adalah bahwa
sampai tingkat tertentu teori-teori itu memiliki dukungan terdokumentasi
terhadap validitasnya, namun hal ini tidak berarti teori-teori tersebut tidak
dapat dipertanyakan.[21]
a. Teori
Kepuasan
Teori motivasi kepuasan sering dikenal
dengan Content Theory. Teori ini berlandaskan pada faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu sehingga individu tersebut bersedia melakukan
aktivitasnya. Teori ini berusaha mengetahui tentang kebutuhan-kebutuhan yang
dapat memberikan kepuasan dan dapat mendorong semangat kerja individu. Pada
dasarnya, standar kebutuhan individu yang semakin tinggi dan juga semakin
meningkatnya kepuasan yang diinginkan menyebabkan semakin giat individu dalam
melakukan pekerjaannya.[22] Ahli
teori kepuasan berfokus pada identifikasi kebutuhan dan dorongan pada diri
seorang dan bagaimana kebutuhan dan dorongan tersebut diprioritaskan.[23]
Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba
menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja
seseorang. Kebutuhan dan pendorong ini adalah keinginan memenuhi kepuasan
material maupun nonmaterial yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.[24]
![]() |
Pada dasarnya teori ini mengemukakan
bahwa seseorang akan bertindak untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya.
Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, semakin giat
orang itu bekerja.
Penganut teori kepuasan ini cukup banyak, yang satu
sama lain sebenarnya tidak mempunyai kaitan. Teori kepuasan dipelopori oleh F.
W. Taylor, Abraham Maslow, McClelland, frederick Herzberg, Claynton P. Alderfer
dan Douglas Mcgregar.[25]
1) F.W.
Taylor dengan Teori Motivasi Konvensional
Teori motivasi konvensional
termasuk content theory karena F. W. Taylor memfokuskan teorinya pada
anggapan bahwa keinginan untuk pemenuhan kebutuhannya yang menyebabkan orang
mau bekerja keras. Jadi, menurut teori ini, seseorang akan mau berbuat atau
tidak berbuat didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh
yang bersangkutan. Oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah berusaha
memberikan imbalan berbentuk materi, agar bawahannya bersedia diperintah
melakukan pekerjaan yang telah ditentukan. Jika besar imbalan ini bertambah,
maka intensitas pekerjaanpun akan dapat dipacu. Jadi, intinya teori ini
menekankan pada pemberian imbalan untuk memotivasi seseorang melakukan
pekerjaan.[26]
2) Abraham
H. Maslow dengan Teori Hierarki
Setiap manusia memiliki kebutuhan
dalam hidupnya, seperti kebutuhan fisik, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan
spiritual. Dalam teori ini, kebutuhan diartikan sebagai kekuatan/tenaga
(energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu untuk melakukan kegiatan,
agar dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut.
Maslow
dalam teorinya ini mengemukakan adanya tingkatan (hierarki) kebutuhan, yang
berbeda kekuatannya dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan
kata lain, kebutuhan bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya
dalam memotivasi suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja. Adapun
urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri
dari: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan
status/kekuasaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Pada teorinya ini, Maslow
tidak menyebutkan tentang kebutuhan spiritual yang sebenarnya memiliki peran
yang sangat penting dan dominan dalam kehidupan manusia sebagai motivasi.[27]
|
Selain
itu, Maslow juga memberikan asumsi dari urutan atau tingkatan kebutuhan yang
berbeda kekuatannya sebagai berikut:
a) Kebutuhan
yang lebih rendah adalah yang terkuat; yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Kebutuhan itu adalah kebutuhan fisik yang meliputi lapar, haus, pakaian,
perumahan dan lain-lain. Maka, kebutuhan yang terkuat yang memotivasi seseorang
bekerja adalah untuk memperoleh penghasilan yang dapat digunakan dalam memenuhi
kebutuhan fisiknya.
b) Kekuatan
kebutuhan dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan melemah
atau kehilangan kekuatannyadalam memotivasi.
c) Cara
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi memiliki lebih
banyak daripada cara untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah. Misalnya,
untuk memenuhi kebutuhan fisik, caranya adalah dengan memberikan penghasilan
yang memadai. Sedangkan untuk kebutuhan aktualisasi diri dapat digunakan banyak
cara yang memerlukan kreatifitas dan inisiatif para manajer.[28]
Teori
ini tidak terlepas dari kritikan oleh para ilmuwan. Jusmaliani (2011)
mengatakan bahwa pendapat Malow tentang hierarki kebutuhan yang menempatkan
aktualisasi diri sebagai kebutuhan paling atas atau yang paling akhir adalah salah. Menurutnya, banyak orang yang
mati-matian memperjuangkan harga dirinya sekalipun penghasilannya sehari-hari
tidak mencukupi bahkan untuk makan sekalipun. Banyak orang yang lebih
mementingkan pertemanan dan kebersamaan dibandingkan makan bergizi dan tinggal
di rumah layak. Berbagai macam kebutuhan manusia secara empiris jelas timbul
bersamaan dan tidak satu per satu seperti asumsi Maslow.
Dalam teorinya, Maslow juga menyatakan bahwa ultimate
goal bagi individu adalah pemenuhan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Jadi,
menurut teori ini, jika segalanya sudah dimiliki maka satu-satunya cara untuk
menggerakkan perilakunya adalah dengan memberi kesempatan untuk aktualisasi
diri: “inilah saya”. Artinya, sebelum individu itu memenuhi empat kebutuhan
yang lebih rendah, ia tidak mengenal aktualisasi diri. Padahal, anak kecil selalu
ingin mengaktualisasikan dirinya dengan berbagai upaya mengambil perhatian
orang tuanya. Inilah salah satu wujud kebutuhan aktualisasi diri.[29]
Pada pengantar Hermawan Kertajaya dalam versi
terjemahan buku Spiritual Capital, Maslow mengakui kesalahannya. Pada
buku karanganannya ini, Danah Zohar dan Ian Marshall menyatakan:[30]
Saya
sangat terkejut mengetahui bahwa Abraham Maslow sebelum meninggal sempat
menyesal dan merasa piramida kebutuhan manusia yang dibuatnya ternyata
terbalik. Maslow merasa piramidanya membuat orang menjadi tamak karena hanya
mengejar basic needs. Padahal, jika kita memenuhi aktualisasi diri dulu, basic
needs itu akan terpenuhi dengan sendirinya.
![]() |
|||
|
|||
3) David
McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi
Teori
kebutuhan yang dikemukakan oleh David McClelland (1974) disebut juga dengan
teori motivasi prestasi. Menurut teori ini, ada tiga komponen dasar yang dapat
digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu kebutuhan akan:[31]
a) Need for achievement
Merupakan kebutuhan untuk mencapai
sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang.
Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku
pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. kebutuhan ini memiliki karakteristik:
(a) umum/ general, seseorang mempunyai fokus untuk melakukan sesuatu
dengan lebih baik dan berusaha mengembangkan kinerjanya; (b) situasi yang
menggerakkan (arousing situation), seseorang tertarik terhadap
tugas-tugas yang penuh dengan tantangan; (c) aktivitas yang berhubungan,
seseorang memilih dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik, memiliki
rasa tanggung jawab pribadi dan menggunakan pengontrolan ulang atas pekerjaan yang
dilakukan untuk menjamin kualitas pekerjaannya.
b) Need for affiliation
Kebutuhan berafiliasi memiliki
karakteristik: (a) umum/ general, seeseorang ingin menciptakan,
memelihara, dan memperbaiki hubungan persahabatan; (b) situasi yang
menggerakkan (arousing situation), seseorang ingin memiliki banyak
teman, ingin disukai dan diterima baik oleh orang lain serta lebih menyukai
situasi kooperatif; (c) aktivitas yang berhubungan, seseorang yang tidak
menyukai perselisihan tapi lebih menyukai hubungan yang akrab atau hangat
seperti melakukan perckapan melalui telepon dan kunjungan.
Merupakan kebutuhan akan kehangatan
dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan
tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.
c) Need for power
Kebutuhan ini memiliki
karakteristik: (a) umum, seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap orang
lain dan selalu menjaga reputasi; (b) situasi yang menggerakkan (arousing
situation), seseorang ingin mempengaruhi dan mengendalikan orang lain,
berorientasi pada status dan cenderung lebih peduli akan prestige; (c) aktivitas
yang berhubungan, seseorang lebih menyukai menjadi penguasa dalam organisasi
serta memiliki kompetitif yang tinggi. Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi
terhadap orang lain. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak
atau kurang memedulikan perasaan orang lain.[32]
Beberapa
langkah untuk mengembangkan motivasi prestasi adalah sebagai berikut:
a) Tujuan
atau hasil akhir kegiatan harus bersifat khusus dan ditentukan dengan tegas.
b) Tujuan
atau hasil yang diinginkan untuk dicapai harus menunjukkan suatu tingkat risiko
yang sedang untuk individu-individu yang terlibat. Ini berarti tujuan harus
mengandung unsur risiko, tetapi bukan tingkat risiko yang tinggi, sehingga akan
mengejutkan atau menghalang-halangi individu yang terlibat.
c) Tujuan
harus mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga tujuan tersebut sewaktu-waktu
dapat disesuaikan sebagai jaminan situasi, terutama apabila tujuan tersebut
berbeda banyak.
d) Individu-individu
harus diberi umpan balik yang seksama dan jujur mengenai prestasi mereka.
e) Individu-individu
diberi tanggungjawab untuk suksesnya hasil kegiatan mereka. Tanggung
jawab terhadap hasil ini harus merupakan tanggung jawab yang
sungguh-sungguh.
f) Penghargaan
dan hukuman yang diberikan karena hasil kerja yang sukses atau yang gagal harus
dihubungkan dengan selayaknya dengan tujuan hasil kerja. Artinya harus ada
penghargaan yang besar untuk hasil kerja yang besar dan sebaliknya hanya ada
hukuman yang ringan bagi mereka yang kegagalannya sedikit.[33]
Menurut
Sutrisno, teori kebutuhan dasar McClelland mungkin paling tepat diterapkan
untuk memahami karier-karier organisasi perusahaan dan manajer. Mereka mengenal
ketiga kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan untuk berhasil, berkuasa dan sahabat.
Namun, kenyataannya cenderung berat sebelah baik pada keberhasilan, kekuasaan
atau bersahabat.[34]
4) Frederick
Hezberg dengan Teori Model dan Faktor
Sebenarnya teori ini
merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Dalam penelitian
yang dilakukan Hezberg diperoleh hasil yang berupa respon perasaaan nyaman
umumnya berhubungan dengan pengalaman kerja dan kepuasan kerja dan sebaliknya
perasaan tidak senang umumnya berhubungan dengan aspek di sekitar pekerjaan-suasana
pekerjaan. Hezberg menamai orang yang puas dalam pekerjaan dengan motivator dan
yang tidak puas dengan faktor dengan higienis. Dalam teori Hezberg, faktor
higienis adalah orang yang terhalang kepuasannya. Motivator dan higienis
dikenal sebagai dua faktor Hezberg.
|
Faktor
Higienis
|
Faktor
Motivator
|
Kebijakan dan
administrasi perusahaan
|
prestasi
|
Pengawasan, teknis
|
Penghargaan
|
Gaji
|
Pekerjaan itu sendiri
|
Hubungan antar
pribadi, penyelia
|
Tanggung jawab
|
Kondisi kerja
|
kemajuan
|
Sumber: Luthans (2009: 283)
a) Faktor
motivator
Merupakan faktor pendorong
seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang
bersangkutan (intrinsik). Faktor ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang
akan perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi berhubungan
dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan
pekerjaan, misalnya kursi empuk, penempatan yang tepat, dan sebagainya.[35]
b) Faktor
higienis
Merupakan faktor yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai
manusia, higienis ketentraman dan kesehatan. Hilangnya faktor-faktor higienis
dapat menyebabkan timbulnya ketidak puasan dan absennya karyawan, bahkan dapat
menyebabkan banyak karyawan yang keluar.[36]
5) Clayton
P. Alderfer dengan Teori ERG
Clayton
P. Alderfer mengemukakan teorinya dengan nama teori ERG (Existence,
Relatedness, Growth). Teori ini merupakan modifikasi dari teori hierarki
kebutuhan Maslow yang dimaksudkan untuk memperbaiki beberapa kelemahan teori
Maslow. Dalam memodifikasi ini memanfaatkan kelima tingkat kebutuhan Maslow
menjadi tiga macam kebutuhan saja. Alderfer mengidentifikasi tiga kelompok
kebutuhan yang perlu dipenuhi dengan sebaik-baiknya, yaitu:[37]
a) Existence
(keberadaan)
Existence merupakan
kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang
bersangkutan sebagai seorang manusia di tengah-tengah masyarakat atau
perusahaan. Existence meliputi kebutuhan fisik (rasa lapar, haus dan tidur) dan
kebutuhan rasa aman.
b) Relatedness
(kekerabatan)
Kekerabatan merupakan
keterkaitan antara seseorang dengan lingkungan sosial sekitarnya. Setiap orang
dalam hidup dan pekerjaannya selalu berhubungan dengan orang. Teori ini
meliputi semua kebutuhan yang melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain.
Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan
sebagian kebutuhan prestise dalam teori Maslow.
c) Growth
(pertumbuhan)
Kebutuhan akan pertumbuhan dan
perkembangan merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi
diri seseorang, seperti pertumbuhan kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini
sebanding dengan kebutuhan harga diri dan perwujudan diri.[38]
Teori
kepuasan Alderfer mengemukakan bahwa teori ERG membedakan dua hal dasar, yaitu:
pertama, memecahkan kebutuhan-kebutuhan ke dalam tiga kategori (eksistensi,
hubungan dan pertumbuhan) dan kedua, menekankan bila kebutuhan yang lebih
tinggi dikecewakan, maka kebutuhan yang lebih rendah walaupun sudah dipenuhi
akan muncul kembali.
Menurut
para ahli, teori ERG merupakan teori yang lebih mendekati keadaan sebenarnya
berdasarkan fakta-fakta empiris. Perbedaan antara teori ERG dengan Maslow
adalah:
a) Teori
ERG menyatakan bahwa lebih dari satu kebutuhan yang dapat bekerja pada saat
yang bersamaan, artinya tidak selalu harus bertingkat-tingkat seperti yang
dikemukakan Maslow.
b) Teori
ERG menyatakan bahwa jika untuk mencapai pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi
sulit dicapai keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah meningkat.
Menurut
Sutrisno, teori ini lebih mendekati kenyataan hidup yang dihadapi sehari-hari
karena berbagai kebutuhan manusia yang kompleks itu diusahakan pemuasan secara
simultan, meskipun sudah barang tentu dengan tingkat intensitas yang
berbeda-beda, baik antara seseorang dengan orang lain maupun oleh seseorang
pada waktu yang berbeda-beda.[39]
6) Douglas
Mc Gregor dengan Teori X dan Y
McGregor
berusaha menonjolkan pentingnya pemahaman tentang peranan sentral yang
dimainkan oleh manusia dalam organisasi. Inti teori McGregor terlihat pada
klasifikasi yang dibuatnya tentang manusia, yaitu:
a) Teori
X yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif.
b) Teori
Y yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif.
Menurut
McGregor, berdasarkan klasifikasi ini para manajer dapat mempertimbangkan cara
apa yang dapat mereka lakukan dalam menghadapi bawahan yang memiliki ciri-ciri
manusia seperti yang ia sebutkan sebagai berikut[40]:
|
Teori
X
|
Teori
Y
|
Para pekerja pada dasarnya
tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan berusaha mengelakkannya.
|
Para pekerja memandang kegiatan
bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain.
|
Karena para pekerja tidak
senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan berbagai
tindakan punitif agar tujuan organisasi tercapai.
|
Para pekerja akan berusaha
melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri
sendiri.
|
Para pekerja akan berusaha
mengelakkan tanggung jawab dan hanya akan bekerja apabila menerima perintah
untuk melakukan sesuatu.
|
Pada umumnya para pekerja akan
menerima tanggung jawab yang lebih besar.
|
Kebanyakan pekerja akan
menempatkan pemuasan kebutuhan fisiologis dan keamanan diatas faktor-faktor
lain yang berkaitan dengan pekerjaannya dan tidak akan menunjukkan keinginan
atau ambisi untuk maju.
|
Para pekerja akan berusaha
menunjukkan kreativitasnya dan oleh karenanya akan berpendapat bahwa
pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab mereka juga dan bukan
semata-mata tanggung jawab manajer.
|
sumber: Sondang P. Siagian: 2004
b. Teori
Motivasi Proses
Teori motivasi proses
memandang bahwa setiap pekerja akan mau bekerja giat apabila imbalannya sesuai
dengan harapan. Oleh karena itu, harapan yang akan diperolehnya menjadi daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja. Jika harapan menjadi kenyataan, maka
pekerja cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula sebaliknya.[41]
Ada tiga macam teori motivasi proses, yaitu:
1) Teori
harapan
Teori harapan, menyatakan bahwa kekuatan yang
memotivasi diri seseorang bekerja giat dalam melaksanakan pekerjaannya
bergantung pada hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dengan
kebutuhan hasil dari pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan
memberikan pemuasan bagi keinginan sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya
itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya ia
akan bekerja keras pula, dan sebaliknya. Teori harapan didasarkan atas harapan,
nilai dan pertautan.
Teori ini mengandung tiga variabel, yaitu daya
tarik, hubungan antara prestasi kerja dengan imbalan, serta hubungan antara
usaha dengan prestasi kerja. Yang dimaksud dengan daya tarik ialah sampai
sejauh mana seseorang merasa pentingnya hasil yang diperoleh dalam
menyelesaikan tugasnya. Yang dimaksud dengan kaitan antara prestasi dengan
imbalan ialah tingkat keyakinan seseoarang tentang hubungan antara tingkat prestasi
kerja dengan pencapaian hasil tertentu. Adapun kaitan antara usaha dengan
prestasi ialah persepsi seseorang tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu akan
menjurus pada prestasi.[42]
Menurut
Sutrisno, daya tarik teori harapan ini mengandung tiga hal, yaitu :
a) Teori
ini menekankan imbalan. Artinya, menurut teori ini terdapat keyakinan bahwa
imbalan yang diberikan oleh organisasi sesuai dengan harapan yang diinginkan
oleh para karyawan.
b) Para
pimpinan harus memperhitungkan daya tarik imbalan yang memerlukan pemahaman dan
pengetahuan tentang nilai apa yang diberikan oleh karyawan pada imbalan yang
diterima. Teori harapan ini menekankan perilaku yang diharapkan dari para
karyawan. Artinya teori ini menekankan pentingnya keyakinan dalam diri karyawan
tentang apa yang diharapkan oleh organisasi dari padanya dan prestasi kerja
dinilai dengan menggunakan kriteria yang rasional dan obyektif.
c) Teori
ini menyangkut harapan. Artinya, teori ini tidak menekankan apa yang realistis
dan rasional. Yang ditekankan adalah harapan karyawan mengenai prestasi kerja,
imbalan dan hasil pemuasan tujuan individu akan menentukan tingkat usahanya,
bukan hasil itu sendiri.
Model harapan mempunyai sejumlah implikais nyata
bagi manajer mengenai bagaimana memotivasi bawahan. Seperti yang dijelaskan
oleh Nadler dan Lawler (dalam Stone dan Freeman, 1994), implikasi ini meliputi:
a) Menentukan
imbalan yang dinilai oleh setiap bawahan.
b) Menentukan
kinerja yang diinginkan.
c) Mengupayakan
agar tingkat kinerja dapat dicapai.
d) Mengaitkan
imbalan dengan kinerja.
e) Menganalisis
faktor apakah yang mungkin meniadakan efektivitas imbalan.
f) Memastikan
bahwa imbalan ini memadai.[43]
2) Teori
Keadilan
Teori ini menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan
dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif
sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan mempengaruhi semangat
kerja mereka. Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang.
Jadi, atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan
pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif, bukan atas
dasar suka atau tidak suka. Pemberian kompensasi atau hukuman harus berdasarkan
penilaian yang objektif dan adil. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik oleh
pimpinan semangat kerja bawahan cenderung akan meningkat.[44]
Stoner dan Freeman (1994), menjelaskan bahwa kebanyakan pembahasan
dan penilain mengenai teori keadilan berpusat pada uang sebagai imbalan yang
dianggap paling penting ditempat kerja. Seseorang membandingkan imbalan yang
mereka terima untuk upayanya dengan imbalan yang orang lain terima. Jika mereka
merasa ada ketidakadilan, suatu ketegangan berkembang dalam diri mereka. Mereka
mencoba menyelesaikan ketegangan ini dengan menyesuaikan perilaku secara tepat.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang merasa bahwa dia dibayar lebih rendah
daripada seharusnya, mungkin berusaha mengurangi ketidak adilan itu dengan
bekerja tidak sepenuh hati. Sebaliknya, karyawan yang dibayar lebih daripada
seharusnya, mungkin bekerja lebih keras.
Menurut Sutrisno, untuk mempersepsikan keadilan tersebut, ada tiga
aspek yang perlu dipahami, yaitu orang lain, sistem yang berlaku yang
menyangkut gaji, dan diri sendiri. Orang lain sebagai pembanding. Untuk menilai
apakah seseorang mendapat perlakuan yang adil dalam kehidupan
organisasionalnya, ia bisa melakukan perbandingan antara dirinya dengan
orang-orang yang ada dalam organisasi. Sistem yang berlaku menyangkut gaji,
yang perlu diperhatikan adalah sistem penggajian, karena persepsi seseorang
sangat diwarnai oleh pandangan tentang perlakuan terhadap dirinya dengan
menyoroti penerapan pengupahan apa sesuai dengan harapannya. Dan, adakalanya,
sistem yang berlaku dalam suatu organisasi dibandingkan dengan sistem yang
berlaku di organisasi lainnya. Diri sendiri sebagai pembanding. Setiap orang
mempunyai persepsi tertentu tentang diri sendiri yang tercermin dari berbagai
hal, seperti filsafat hidupnya, latar belakang sosialnya, latar belakang
pendidikannya, usia, pengalaman, dan mungkin juga jumlah tanggungannnya, dan
nilai-nilai yang dianut. Faktor-faktor itulah yang turut menentukan jenis
pekerjaan apa yang cocok baginya demi pemuasan berbagai kebutuhan orang yang bersangkutan.[45]
3)
Teori
Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab dan akibat perilaku
dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi bergantung pada prestasi yang
selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok bergantung pada produksi kelompok
itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku
dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan terdiri dari dua
jenis, yaitu :
a)
Pengukuhan
positif.
b)
Pengukuhan
negatif.
Jadi prinsipnya, pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya
frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian
juga prinsip hukuman selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi respon.
Menurut pendapat penulis, teori proses ini hanya akan bermanfaat apabila
manajer telah betul-betul mengenal bawahan dan kepribadian individual mereka,
dan ini bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi karyawan yang mengalami
ketidakadilan di masa lalu atau kebutuhan keamanannya tidak terpenuhi lambat
memercayai manajer dan mengungkapkan imbalan apa yang paling bervalensi bagi
mereka. Akan tetapi, kelemahan ini dapat diatasi, jika para manajer secara
cermat menetapkan standart yang jelas atas kinerja yang dapat diterima dan
sistem imbalan ekstrinsik yang pantas. Maka, tugas manajer adalah menjadi yakin
bahwa para karyawan memiliki sumbernya yang mereka butuhkan untuk bekerja
sebaik mungkin.[46]
Mereka juga ingat bahwa walaupun valensi dari imbalan ekstrinsik tertentu akan
bervariasi setiap pribadi, kepuasan untuk melakukan pekerjaan yang baik secara
intrinsik dialami hampir setiap orang.
c. Teori
Kontemporer
1) Teori
Ekuitas dan Keadilan Organisasi
Secara sederhana teori ini
berpendapat bahwa input utama dalam kinerja dan kepuasan adalah tingkat ekuitas
atau inekuitas yang diterima seseorang dalam pekerjaan mereka. Inekuitas
terjadi jika rasio input hasil seseorang dan rasio input hasil orang lain tidak
sama. Secara skema digambarkan sebagai berikut:[47]
·
(hasil seseorang/ input
seseorang) < (hasil orang lain/ input orang lain)
·
(hasil seseorang/ input
seseorang) > (hasil orang lain/ input orang lain)
Sedangkan ekuitas terjadi ketika
rasio input hasil seseorang dan rasio input hasil orang lain adalah sama:
·
(hasil seseorang/ input
seseorang) = (hasil orang lain/ input orang lain)
Jika rasio yang dinilai seseorang
tidak sama dengan orang lain, maka orang tersebut akan berjuang untuk memulihkan
rasio ekuitas. “perjuangan untuk memulihkan ekuitas digunakan sebagai
penjelasan motivasi. Kekuatan motivasi ini searah dengan inekuitas yang
dirasakan.
3.
Motivasi
dan Kepemimpinan
a. Definisi dan Prinsip Kepemimpinan
Dirawat, Lamberi,
dan Fakhrudi menjelaskan, bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain, agar ia menerima
pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian
sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.[48] Senada dengan hal tersebut Bafadhal
menjelaskan, bahwa kepemimpinan sebagai keseluruhan proses mempengaruhi,
mendorong, mengajak, menggerakkan dan menuntun orang lain dalam proses kerja
agar berfikir, bersikap, bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[49]
Sedangkan Mamo dan Supriyanto mengemukakan, bahwa kepemimpinan dipahami sebagai
segala daya dan upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat yang
tersedia dalam suatu organisasi.[50]
Dapat dipahami, kepemimpinan merupakan usaha untuk mempengaruhi, setelah
dipengaruhi selain diberi pengarahan juga diajak, dan didorong serta digerakkan
untuk melakukan sesuatu yang menjadi tujuan, mencapai tujuan organisasi dengan
cara efektif dan efisien.
Disisi lain
definisi pemimpin pun tidak mudah dirumuskan. Yulk (1989) mengemukakan seperti
yang dikutip Hakim bahwa definisi pemimpin dapat digolongkan ke dalam enam
jenis seperti yang tampak dalam tabel berikut:[51]
|
![]() |
|
Dapat disimpulkan seorang pemimpin
haruslah mampu mengarahkan dan mempengaruhi kelompok atau organisasi yang
dipimpinnya, menciptakan hubungan komunikasi yang baik diantaranya sehingga
mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Prinsip kepemimpinan
sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi
dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau
organisasi. Menurut Stephen R Covey yang dikutip dalam saripedia, prinsip
adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Berikut gambaran
prinsip dasar kepemimpinan:[52]
|
Dari gambar tersebut dapat dipahami
seorang pemimpin hendaknya memiliki beberapa prinsip dasar, meliputi: kesadaran
intrapersona atau hubungan antara satu sama lain, komitmen, harga diri,
berempati denagn lingkungan di luar dirinya, berkemampuan membuat keputusan (decision
making), dan mampu memotivasi diri dan lingkungannya.
b. Hubungan
Motivasi dan Kepemimpinan
Dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaan anggota kelompok atau organisasi dimaksudkan
untuk menncapai tujuan-tujuan yang tetah ditetapkan. Diharapkan mereka dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik secara efektif dan efesien dan memenuhi tujuannya. Untuk
mencapai tersebut dibutuhkanlah sebuah semangat kerja yang harus dimiliki oleh
setiap anggota organisasi. Semangat
kerja ini akan muncul dan tumbuh ketika pemimpin mampu memberikan motivasi pada
anggotanya, sehingga keberhasilan dapat terwujud.
Memotivasi
anggota organisasi agar dapat mencapai hasil yang memuaskan berarti memberi
semangat untuk bekerja dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
pendekatan keagamaan, di mana pemimpin berperan aktif terhadap kegiatan
keagamaan serta memberikan pandangan dan ajaran mengenai kebenaran hakiki. Hal
ini akan memberikan motivasi tersendiri bagi pegawai dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, karena pegawai semakin memahami akan pentingnya suatu semangat
dalam hidup, dengan kesadaran tersebut akan dapat menumbuhkan semangat dalam
diri pegawai untuk melaksanakan persoalan-persoalan yang dihadapi guna mencapai
kepuasan jiwanya.
Motivasi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Semakin tinggi
motivasi kerja semakin tinggi pula kepuasan kerja pegawai atau anggota
organisasi. Sebaiknya pemimpin harus terus memotivasi para pegawainya agar
kepuasan juga menjadi tinggi.[53]
Kepuasan kerja mempengaruhi kinerja, hal ini dibuktikan dengan penelitian oleh
Parwanto dan Wahyuddin, sehingga berdampak pada prestasi yang lebih baik.[54]
Tujuan seorang pemimpin memberikan motivasi kepada bawahannya adalah :
a. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.
b. Meningkatkan moral dan kepuasan
kerja karyawan.
c. Meningkatkan produktivitas karyawan.
d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
e. Meningkatkan kedisiplinan dan
menurunkan tingkat absensi karyawan.
f. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
g. Meningkatkan suasana dan hubungan kerja yang baik.
h. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan.
i. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
j. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap
tugas-tugasnya.
k. Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Seorang
pimpinan dalam memotivasi harus menyadari, bahwa orang akan mau bekerja keras
dengan harapan bahwa ia akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan-keinginan
dari hasil pekerjaannya. Menurut Paterson dan Plowman dalam Hasibuan, keinginan-keinginan
itu antara lain :[55]
a. The desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan
utama dari setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk
dapat melanjutkan hidupnya.
b. The desire for posession, artinya keinginan untuk memiliki
sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa
manusia mau bekerja.
c. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan
merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong
manusia untuk bekerja.
d. Desire for
recognition, artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis
terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong manusia untuk bekerja.
Motivasi mempengaruhi jenis penyesuaian yang dilakukan
oleh karyawan atau anggota terhadap suatu organisasi. Produktifitas dipengaruhi
oleh motif-motif khusus yang dimiliki oleh para karyawan dalam hal bekerja pada
tempat tertentu, dan melaksanakan pekerjaan tertentu. Dan, menjadi tugas
kepemimpinan dalam manajemen untuk menyalurkan motif karyawan secara efektif ke
arah tujuan keorganisasian.[56]
Usaha pengoptimalan performance
dan produktifitas organisasi pendidikan khususnya, tidak terlepas dari seluruh
komponen internal yang ada mampu bekerja secara efektif efisien sesuai dengan
tujuan organisasi. Setiap individu dalam komponen yang ada memiliki motif
tertentu yang mempengaruhi dlam melaksanakan pekerjaannya. Menjadi sangat penting
bagi seorang pemimpin pendidikan untuk memahami motif-motif spesifik yang ada
sehingga dapat dipahami pula cara dan strategi dalam motivasi pekerja atau
lingkungannya. Semakin seorang memimpin paham akan konsep motivasi, macam dan
teori-teori yang ada, maka akan semakin mudah seorang pemimpin mengarahkan
motif-motif tersebut selaras dengan yang dikehendaki. Ktika hal ini tercapai
maka pemenuhan tujuan atau goal organisasi dapat tercapai.
C. KESIMPULAN
1. Konsep
motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang menyebabkan seseorang mau
melakukan yang dikehendaki, baik dari dalam diri sendiri atau orang lain,
sedangkan memotivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah atau
semangat kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan segala kemampuan yang
dimiliki untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motivasi sebagai proses psikologis
dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor intern seperti:
keinginan untuk dapat hidup, keinginan untuk dapat memiliki keinginan untuk
memperoleh penghargaan, keinginan untuk memperoleh pengakuan, keinginan untuk
berkuasa. Sedangkan faktor ekstern seperti: kondisi lingkungan kerja,
kompensasi yang memadai, supervisi yang baik, adanya jaminan pekerjaan, status
dan tanggung jawab peraturan yang fleksibel. Motivasi memiliki dimensi atau
komponen yang meliputi need, drive dan goals. Sedangkan
motivasi terbagi menjadi dua jenis yaitua; motivasi positif dan motivasi
negatif. Motivasi memiliki alat-alat seperti materiil insentif, non-materiil
insentif dan kombinasi dari keduanya.
2. Dalam
perkembangannya pendekatan teori motivasi dibagi menjadi tiga, yaitu teori
kepuasan (content theory) yang dipelopori seperti frederick W.Taylor,
Frank Gilberth, dan Henry L. Kemudian,
muncul gerakan hubungan manusia, dan kemudian teori kepuasan Maslow,
Herzberg, dan Alderfer yang disebut teori proses. Selanjutnya,
teori kontemporer seperti teori ekuitas dan keadilan organisasi. Teori
motivasi kepuasan berlandaskan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan
individu sehingga individu tersebut bersedia melakukan aktivitasnya, meliputi:
teori motivasi konvensional oleh F. N. Taylor; teori hierarki kebutuhan oleh
Abraham Maslow; teori motivasi prestasi oleh David Mc Lelland; teori model dan
faktor oleh Frederick Hezberg; teori ERG oleh Clayton P. Alderfer; dan teori X
dan Y oleh Douglas Mc Gregor. Teori motivasi proses memandang bahwa setiap
pekerja akan mau bekerja giat apabila imbalannya sesuai dengan harapan
meliputi: teori harapan; teori keadilan dan teori pengukuhan atau reinforcement
theory.
3. Motivasi
merupakan permasalahan yang harus mendapatkan perhatian dan menjadi inti
kesuksesan sebuah organisasi. Penting mengetahui penggunaan dan pemahaman akan konsep
memotivasi yang baik dan efektif oleh pemimpin organisasi sehingga optimalisasi
organisasi juga dapat terwujud. Kepemimpinan
merupakan kemampuan dan usaha untuk mempengaruhi, setelah dipengaruhi selain
diberi pengarahan juga diajak, dan didorong serta digerakkan untuk melakukan
sesuatu yang menjadi tujuan, mencapai tujuan organisasi dengan cara efektif dan
efisien. Sedangkan motivasi adalah dorongan yang menyebabkan seseorang
mau melakukan yang dikehendaki, baik dari dalam diri sendiri atau orang lain.
Seorang pemimpin sebuah organiasasi harus mampu memberikan motivasi pada
anggota atau karyawannya sehingga dapat memunculkan semangat kerja. Semangat
kerja inilah dibutuhkan oleh anggota organisasi agara dapat menjalankan dan
menyelesaikan tugas dan tujuannnya secara efektif efisien. Motivasi juga
berpengaruh secara positif terhadap kepuasan kerja dan kinerja yang pada
akhirnya juga akan berdampak pada kinerja organisasi yang baik dalam pemenuhan tujuan
dan sasarannya.
DAFTAR
RUJUKAN
Amirullah
dan Haris Budiyono, 2004. Pengantar
Manajemen, Graha Ilmu – Yogyakarta.
Ardhana, Wayan, 1963. Pokok-pokok Ilmu Jiwa Umum, Usaha
Nasional – Surabaya.
Bafadhal,
Ibrahim, 2003. Manajemen Mutu Sekolah
Dasar Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi, Bumi Aksara – Jakarta.
Buhler,
Patricia, 2001. Alpha Teach Yourself: Management Skills in 24 Hours.
Terj. Sugerng Haryanto dan Sukono Mukidi, Alpha Teach Yourself: Management
Skills dalam 24 Hours , Prenada Media Grup – Jakarta.
Crow, Lester D., 1989. Psikologi Pendidikan, Nurcahya - Yogyakarta.
Dirawat,
Busro Lamberi, Soekarto Indra Fachrudi, 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Usaha Nasional– Surabaya.
Hasibuan,
Malayu S.P., 2005. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas,
Bumi Aksara – Jakarta
Hassan, A., 2010. Al Furqan,
Universitas Al Azhar Indonesia – Jakarta.
Heidjrahman
dan Suad Husnan, 1990. Manajemen
Personalia, Edisi Keempat, BPFE UGM - Yogyakarta.
Jusmaliani,
M.E., 2011. Pengelolaan Sumber Daya Insani, PT Bumi Aksara – Jakarta.
Luthans, Fred,
2006. Perilaku Organisasi. Diterjemahkan oleh Vivin Andika Yuwono
dkk., Andi – Yogyakarta.
Marno
dan Triyo Supriyanto, 2008. Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan Islam, PT. Refika Aditama – Bandung.
Moekijat,
1999. Manajemen Sumber Daya Manusia :Manajemen Kepegawaian, Mandar Maju
– Bandung.
Morgan,
1986. Psychology, 7th., Mc.Graw-Hill, Inc - New York.
Nawawi,
Hadari, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif,
Gadjah Mada University Press – Yogyakarta.
Prabu,
Anwar. 2005. Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim, Jurnal Manajemen & Bisnis
Sriwijaya Vol. 3 No 6.
Sardiman,
A.M., 1986. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, Rajawali Pers - Jakarta.
Siagian,
Sondang P., 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya, Rineka Cipta –
Jakarta.
Sunyoto,
Danang, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, CAPS - Yogyakarta.
Sutrisno,
Edy , 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group – Jakarta.
Thoha,
Miftah, 2007. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya,
RajaGrafindo Persada – Jakarta.
Triton
PB, 2009. Mengelola Sumber Daya Manusia, Oryza – Yogyakarta.
Uno,
Hamzah B., 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang
Pendidikan, Bumi Aksara – Jakarta.
Winardi,
J., 2004. Motivasi Pemotivasian: Dalam Manajemen, RajaGrafindo Persada –
Jakarta.
Winkel,
W.S., 1987. Psikologi Pendidikan, Grasindo – Jakarta.
Parwanto,
Wahyuddin, Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi Imka Dl Surakarta dalam www.kawiguna.blogspot.com diakses 3
November 2013.
[1] Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar
Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), hlm. 215.
[2] Patricia Buhler, Alpha Teach
Yourself: Management Skills in 24 Hours. Terj. Sugerng Haryanto dan Sukono
Mukidi, Alpha Teach Yourself: Management Skills dalam 24 Hours (Jakarta:
Prenada Media Grup), hlm. 190.
[3] A. Hassan, Al Furqan,
(Jakarta: Universitas Al Azhar Indonesia, 2010), hlm. 394.
[4] Amirullah dan Haris Budiyono,
..., hlm. 216.
[5] Malayu S.P. Hasibuan, Organisasi
dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2005), hlm. 92.
[6] Hamzah B. Uno, Teori Motivasi
dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011, hlm. 3.
[7] Danang Sunyoto, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: CAPS, 2012, hlm. 191.
[8] Malayu S.P. Hasibuan, ...,
hlm. 95-96
[9] Lester D. Crow,
Psikologi Pendidikan
(Yogyakarta: Nurcahya, 1989), hlm. 55.
[10] W.S.Winkel, Psikologi
Pendidikan,( Jakarta: Grasindo, 1987), hlm .93.
[11] Wayan Ardhana, Pokok-pokok Ilmu Jiwa Umum (Surabaya:
Usaha Nasional, 1963), hlm. 167.
[12] A.M.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali
Pers, 1986), hlm. 74.
[13] Edy Sutrisno, Manajemen Sumber
Daya Manusia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2012), hlm. 116-120.
[14] Edy Sutrisno, Manajemen ...,
hlm. 118-120.
[15] Miftah Thoha, Perilaku
Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta : RajaGrafindo Persada,
2007), hlm. 203.
[16] Miftah Thoha, ..., hlm. 207.
[17] Heidjrahman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi Keempat,
(Yogyakarta: BPFE UGM, 1990), hlm 204-205.
[18] Malayu S.P Hasibuan, ......, hlm. 99.
[19]Fred Luthans, Perilaku
Organisasi. Diterjemahkan oleh Vivin Andika Yuwono dkk., (Yogyakarta:
Andi, 2006), hlm. 279.
[20] Danang Sunyoto, ..., hlm.
192.
[21] Jusmaliani, M.E., Pengelolaan
Sumber Daya Insani, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 181-183.
[22] Triton PB, Mengelola Sumber
Daya Manusia, (Yogyakarta: Oryza, 2009), hlm. 168.
[23] Fred Luthans,..., hlm. 279.
[24] Edy Sutrisno, ...,hlm. 130.
[25] Edy Sutrisno, ...,hlm. 131.
[26] Edy Sutrisno, ...,hlm. 131.
[27] Hadari Nawawi, Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005), hlm. 350-351.
[28] Hadari Nawawi, ..., hlm.
353.
[29] Jusmaliani, M.E., hlm. 184-185.
[30] Jusmaliani, M.E., hlm. 185-186
[31] Morgan, Psychology, ( New
York: Mc.Graw-Hill, Inc, 1986), 7th., hlm. 281-282.
[32] Edy Sutrisno, ..., hlm. 128-129.
[33] Moekijat, Manajemen Sumber
Daya Manusia :Manajemen Kepegawaian, (Bandung: Mandar Maju, 1999), hlm.
189-190.
[34] Edy Sutrisno,.., hlm 130.
[35] Edy Sutrisno,.., hlm 143.
[36] Edy Sutrisno,.., hlm 142.
[37] Fred Luthans,..., hlm. 285.
[38] Edy Sutrisno,.., hlm 135-136.
[39] Edy Sutrisno,.., hlm 137.
[40] Sondang P Siagian, Teori
Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hlm. 162-163.
[41] Triton PB, ..., hlm. 173.
[42] Edy Sutrisno,.., hlm 147.
[43] Edy Sutrisno,.., hlm 141-142.
[44] Edy Sutrisno,.., hlm 142.
[45] Edy Sutrisno,.., hlm 143.
[46] Edy Sutrisno,.., hlm 143-144.
[47] Fred Luthans,..., hlm. 290-291.
[48] Dirawat, Busro Lamberi, Soekarto
Indra Fachrudi, Pengantar Kepemimpinan
Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional,
1983), hlm. 23.
[49] Ibrahim Bafadhal,Manajemen Mutu Sekolah Dasar Dari
Sentralisasi Menuju Desentralisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm 44.
[50] Marno dan Triyo Supriyanto, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2008), hlm 29.
[52] Anonym, Prinsip-Prinsip Dasar
kepemimpinan, www.saripedia.wordpress.com, diakses 3 November 2013.
[53] Anwar Prabu (2005), Pengaruh
Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional Kabupaten Muara Enim, Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 3
No 6
[54] Parwanto, Wahyuddin, Pengaruh
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan
Komputer Akuntansi Imka Dl Surakarta dalam www.kawiguna.blogspot.com diakses 3 November 2013.
[55] Malayu S.P. Hasibuan, ..., hlm.
93-94.
[56] J. Winardi, Motivasi Pemotivasian:
Dalam Manajemen,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 131.



terimakasih atas pencerahannya.
BalasHapus